Di penghujung tahun 2009, rakyat Indonesia kehilangan tokoh politik yang selalu mengundang kontroversi, baik dalam pemikiran, peran, dan kiprahnya di dunia Islam.
Ketika tahun 2008, yang lalu, Presiden Israel Shimon Peres mengundang tokoh terkemuka dari seluruh dunia untuk memperingati 60 tahun lahirnya negara Israel. Diantara tokoh yang diundang dalam sebuah konferensi itu, seperti Presiden Amerika Serikat George Bush, Barbra Streisand, Tony Blair, Mikhail Gorbachev, Rupert Murdoch, termasuk di dalamnya mantan Presiden Abdurrahman Wahid, yang memberikan konfirmasi hadir dalam konferensi itu.
Undangan terhadap Abdurrahman Wahid oleh Presiden Shimon Peres itu, hanyalah menggambarkan betapa pentingnya tokoh ini di mata pemimpin Israel seperti Shimon Peres. Wahid oleh Peres diletakkan posisinya sejajar dengan para pemimpin dunia, seperti George Bush, Tony Blair, Mikhail Gorbachev, dan Henry Kissinger, yang pernah menjadi Menlu AS. Tentu, mereka yang mendapatkan undangan Peres itu, bukan tokoh sembarangan di mata pemimpin Israel, khususnya komitment mereka dalam membela dan melindungi kepentingan Israel.
Wahid dianggap sebagai tokoh Islam, dan mewakili negara yang mayoritas penduduknya yang berjumlah 240 juta jiwa, 90 persen beragama Islam, dan mempunyai pandangan yang positip terhadap Israel, bagi Shimon Peres, itu sebagai asset, yang harus tetap dijaga hubungan itu. Tak salah bila Peres mengundang salah satu tokoh yang akan berbicara dalam konferensi itu, mewakili komunitas muslim terbesar di dunia. Kehadiran Abdurrahman Wahid akan menciptakan sebuah iklim politik yang luas, bahwa Israel dapat diterima dikalangan bangsa-bangsa Islam.
Lalu, konferensi yang digagas itu, mengambil fokus pada peranan bangsa Yahudi dan Israel dalam sumbangannya pada kemanusiaan. “Kami akan melibatkan 10 presiden dari berbagai negara, enam mantan presiden, para menteri, dan para perdana menteri, ilmuwan, philosofis, dan artis”, ucap Peres kepada AP. Tak mustahil kehadiran Abdurrahman Wahid, karena tokoh yang pernah menjadi presiden Indonesia ini mempunyai hubungan yang dekat dengan Shimon Peres, dan ia menjadi anggota Institute Shimon Peres.
Tujuan konferensi yang diselenggarakan waktu itu, tak lain, mengangkat citra Israel, bersamaan dengan hari ulang tahun berdirinya negara Zionis-Israel, yang ke 60. Acara peringatan 60 tahun Israel, di isi dengan konferensi, konsert, peringatan holocaust, workshop tentang koeksistensi damai antara Arab-Israel. Meskipun, itu tidak mudah mengubah pandangan masyarakat dunia terhadap Israel, karena kejahatan dan penjajahan sudah melekat dan menjadi ideologi Israel.
Konferensi yang berlangsung tanggal 13-15 Mei 2008 itu, dihadiri Presiden Amerika George Bush, Barbra Streisand, dan penyanyi lagu religi Yahudi, Avinu Malkeinu – Our Father King – yang banyak menyita perhatian yang hadhir.
Memang yang hadir dalam konferensi itu, 2.000 tokoh Yahudi dari seluruh pelosok jagad. Tokoh yang memberikan konfirmasi hadir, seperti Henry Kissinger, Elie Wiesel, mantan Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid, mantan Presiden Czeh Vaclav Havel, Profesor Harvad Alan Dershowitz, pendiri Google Sergey Brin, pendiri Facebook Mark Zuckerman, pemimpin Ratan Tata India – Ratan Tata, milyader Amerika Sheldon Adelson. Semuanya tak lain tokoh-tokoh Yahudi, yang sudah mempunyai peranan penting dalam kehidupan kaum Yahudi secara global.
Kematian Abdurrahman Wahid menjelang tutup tahun 2009, mendapatkan perhatian luas, karena dianggap menjadi tokoh kunci yang membuka ideologi pluralisme. Artinya, memberikan ruang bebas, dan luas kepada berbagai aliran ideologi politik, agama, pemikiran, dan kelompok-kelompok minoritas, yang ada di Indonesia. Meskipun, faktanya banyak yang bertentangan dengan pandangan Islam, yang bersifat asas (ushul), dan tak jarang menimbulkan kontroversi.
Pluralisme tak lain, penolakan terhadap klaim kebenaran mutlak agama tertentu, seperti Islam, dan menegaskan semua agama sama, tidak ada yang berhak diantara agama-agama yang mengklaim yang paling benar. Karena itu, semua agama sama, tidak ada yang beda, dan kehidupan harus dibangun secara inklussif, memberi pengakuan semua eksistensi agama dan pemeluknya, tanpa ada diskriminasi. Inilah hakekat dari ideologi pluralisme, dan itulah ajaran Abdurrahman Wahid sebagai tokohnya.
Tentu, yang paling mendasar penolakan terhadap Islam politik, dalam bentuk negara. Tidak ada negara Islam, tidak ada syariah Islam dalam kehidupan, dan semuanya yang memiliki cita-cita seperti itu akan dituduh sebagai eksklusif. Kini, akhirnya, semua hanya melahirkan kelompok yang disebut Islam moderat, yang toleran, tidak ekstrim, dan yang paling penting lainnya, warisan almarhum Abdurrahman Wahid, adalah Islam kultural, bukan Islam struktural, yang lekat dengan Islam politik.
Maka, sekarang yang disibut dengan Islam moderat, telah lahir dalam bentuk gerakan politik, dan tak lain sebuah kekuatan politik, yang berbentuk Islam konformis. Islam yang dapat menyatu dengan apapun, tak ada lagi pembatas atau sekat. Antara haq dan bathil, baik dan buruk, halal dan haram, mukmin dan kafir, semuanya menyatu dalam satu wujud yang disebut falsafah ‘Bhineka Tunggal Ika’.
Inilah missi utama Shimon Peres yang berhasil mengajak tokoh seperti Abdurrahman Wahid ke dalam ideologi pluralisme.Sekaligus pengakuan eksistensi Israel sebagai sebuah entitas politik dalam sebuah negara, serta menjajah umat Islam di Palestina. Wallahu’alam .