Bukan pertama kalinya bangsa Palestina dikhianati para pemimpin Arab. Peristiwa pengkhianatan itu telah berulangkali. Peristiwa ‘holacoust’ di Gaza sekarang ini, hanya pengulangan sejarah, yang menunjukkan terjadinya pengkhiatan itu. Para pemimpin Arab dan Israel telah memiliki visi yang sama terhadap perkembangan di Palestina, khususnya di Gaza. Mereka sama-sama merasa terancam dengan lahirnya Hamas, yang menjadi kekuatan politik dan militer.
Mengapa Hamas menjadi ancaman bagi para penguasa Arab, Israel dan Barat? Padahal, Hamas sebuah kekuatan yang sangat terbatas, dan baru tumbuh menjadi sebuah kekuatan politik dan militer. Dibandingkan negara-negara Arab, seperti Mesir, Saudi, atau Yordan, dan bahkan negara Teluk lainnya, seperti Qatar, Uni Emirat, sebenarnya Hamas belum berarti apa-apa. Faktanya, para pemimpin Arab, Israel, dan Barat, menyetujui langkah-langkah agresi militer yang dilakukan Israel. Sebenarnya, apa yang melatarbelakangi, semua peristiwa yang terjadi di Gaza saat ini?
Pertama, Hamas, yang awalnya sebuah gerakan sosial keagamaan, yang mengadopsi ideologi Ikhwan, dan didirikan oleh Sheikh Ahmad Yasin, belakangan menjadi sebuah fenomena yang sangat menarik. Gerakan ini cepat berkembang dengan pesat di Gaza dan Tepi Barat. Baik secara politik dan militer. Kemampuannya diluar prediksi siapapun, termasuk para pakar intelijen Israel. Karena, Hamas bukan saja memenangkan pemilu di tahun 2006, dan mengalahkan kekuatan al-Fatah, sebuah gerakan yang sudah lama, dan didirikan oleh Yaser Arafat. Tapi, kemenangan pemilu Hamas itu, sekaligus mengakhiri hegemoni kekuatan al-Fatah, dan menggusur pengaruh politiknya. Sehingga, di wilayah pendudukan Israel, pengaruh al-Fatah, tidak memiliki landasan politik yang kuat, dan bergeser ke tangan Hamas.
Kedua, Hamas, yang sudah mengendalikan pemerintahan di Gaza, yang dipimpin seorang tokoh muda, Ismael Haniya, berhasil melakukan konsolidasi politik dan militer. Pemerintahannya berlangsung cepat, khususnya dalaml melakukan pembaharuan, dan berjalan dengan efektif, serta menghentikan warisan masalalu, di mana praktik-praktik korupsi dan tidak efesien berhasil diakhiri. Pemerintahan Hamas yang baru itu, berhasil menciptakan sistem keamanan yang efektif, dan mengelemenir berbagai bentuk kekacauan, terutama konflik-konflik antar faksi, yang menganggu stabilitas di Gaza. Dan, berhasil membangun kepolisian, dan pasukan regular, juga para militer yang cukup terlatih.
Sekalipun, Hamas dalam pemerintahan di tahun yang kedua, sudah menghadapi tekanan yang hebat oleh Israel, Barat, dan Uni Eropa serta negara-engara Arab, yang berusaha mengeliminir, tapi gagal. Puncaknya, konflik terbuka antara kekuatan al-Fatah dan Hamas, dan berakhir dengan kemenangan Hamas, dan berhasil mengambil alih seluruh wilayah dari kekuasaan al-Fatah yang ada di Gaza. Dan, al-Fatah meninggalkan Gaza, dan pindah ke Ramallah, Tepi Barat, di situlah Mahmud Abbas, bertahan, sambil terus membangun kekuatan politiknya. Dan, kemenangan Hamas atas al-Fatah, dan berhasil mengambil seluruh wilayah Gaza ini, bagaikan ‘nightmare’ (mimpi buruk) bagi Israel, Barat, dan negara-negara Arab. Karena, kemenangan Hamas terhadap al-Fatah itu, juga mencerminkan kemampuannya menangkal kekuatan Israel, Barat, dan negara-negara Arab, yang menginginkan kembalinya kekuatan lama.
Ketiga, perkembangan baru di Gaza, dan semakin kuatnya pengaruh kekuatan politik dan militer Hamas, kemudian Israel, negara-negara Arab, dan Barat, menyusun kerangka strategi bersama untuk menghancurkan Hamas. Mengapa Israel, negara-negara Arab, dan Barat, secara khusus dalam menghadapi Hamas mereka dapat bersatu? Karena, mereka menilai Hamas sudah menjadi sebuah ‘ancaman’ regional. Terutama, peran Israel yang berhasil memanipulasi dan menyakinkan para pemimpin Arab, melalui badan-badan intelijen mereka, di mana Hamas, yang sudah dipersepsikan sebagai ancaman kekuatan ‘radikal’ Islam, ditambah adanya provokasi terhadap para pemimpin Arab oleh Israel, bahwa Hamas sudah menjadi ‘satelit’ Iran.
Persepsi dikalangan para pemimpin Arab, terbentuk dengan berbagai informasi, adanya kunjungan pemimpin Hamas, seperti Khaled Mish’al ke Teheran, dan komitment bantuan yang mereka berikan kepada Hamas. Inilah faktor yang menyebabkan para pemimpin Arab dalam satu barisan dengan Israel, menghancurkan Hamas. Para pemimpin Arab,yang umumnya, tidak popular di negaranya masing-masing, tidak ingin Hamas ini menjadi sebuah model. Dan, tidak ingin pengaruh Hamas, yang notebene merupakan refleksi Gerakan Ikhwan ini, menyebar ke selulruh kawasan.Maka, sebelum menjadi sebuah kekuatan politik dan milier yang tangguh, maka harus dihancurkan secara menyeluruh.
Bagi Israel, sudah pasti tidak menginginkan eksistensi Hamas, dan harus dimusnahkan. Israel bukan saja menderita paranoid, tapi memiliki mental ‘ghetto’, dan sekarang membangun tembok, sepanjang garis perbatasannya, tapi masih tetap merasa tidak aman. Apalagi, Hamas tetap konservatif, tidak mau mengakui keberadaan Israel.
Dan, Israel menganggap Hamas menjadi ancaman masa depan yang sangat serius, dan sejak dini memang harus dihancurkkan. Maka, pertemuan para pemimpin Arab dengan Menlu Condoleeza Rice, waktu ia melakukan lawatan ke Timur Tengah sebelumnya, dan bertemu dengan sejumlah pemimpin Arab di Cairo, dan Riyad, serta kunjungannya ke Yerusalem dan Ramallah, tak lain adalah mengambil langkah untuk menyudahi Hamas.
Langkah terakhir, sebelum hari ‘H’ penyerbuan, nampaknya sudah disampaikan kepada Presiden Mesir, Hosni Mubarak di Cairo, ketika Menlu Israel, Tzipi Livni berkunjung ke negara Piramid itu. Tentu, Barat (Amerika dan Uni Eropa), tak menginginkan tumbuhnya kekuatan radikal sekecil apapun, karena dapat menganggu stabilitas di kawasan itu, bagi kepentingan Barat di Timur Tengah, terutama minyak.
Kita tinggal menghitung hari, umat Islam akan melihat sebuah pragment, di mana umat Islam disuguhkan sebuah tontonan di akhir Desember ini, sebuah pembantaian massal oleh Israel terhadap kaum muslimin Gaza. Peristiwa ini mengingatkan pemmbantaian yang terjadi di Sabra dan Shatila, yang mengakibatkan ribuan orang Palestina di kedua kamp itu, dibantai Israel, dan tidak ada pembelaan sedikitpun dari para pemimpin Arab.
Dan, pembantaian ini adalah buah persongkolan antara para pemimpin Israel, Arab, dan Barat, yang memang tidak menginginkan Hamas tetap ada. Kita doakan kaum muslimin di Palestina, mereka akan berhasil menghadapi makar musuhnya. Dan, semoga Allah Azza Wa Jalla, menghancurkan orang-orang zalim, termasuk Israel laknatullah. (M)