Betapa indahnya kehidupan hari ini, seandainya setiap muslim Indonesia, yang mayoritas, dari 230 juta ini, sebagian besar mereka menjadi unsur perubah (anasyir taghyir), dan mengarahkan seluruh potensinya untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Indonesia sudah menjadi bangsa yang mulia, bermartabat, dan dihormati diantara bangsa-bangsa di dunia.
Di masa lalu, lahir generasi baru, yang memiliki bobot dan kualitas memadai, dan mereka telah mengarahkan potensi mereka pada perubahan. Mereka mendirikan perkumpulan-perkumpulan dengan tujuan dan misi yang sangat jelas, yaitu meninggikan kalimah tauhid, dan bercita-cita menegakkan Islam.
Misalnya, sebuah ormas Islam, persyarikatan Muhammadiyah, yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan, di tahun 1912, di Yogyakarta, dan sekarang persyarikatan itu sudah berkembang di seluruh Indonesia. Tujuan misinya ingin memurnikan kalimah tauhid dari segala pengaruh tahayul, bid’ah dan khurafat (TBC). Dan, banyak sekali ormas Islam di Indonesia,yang mempunyai oientasi perjuangan dan pergerakan yang tujuannya sama. Mereka ingin menegakkan kalimah tauhid di bumi Indonesia, dan menjadikan agama Allah Ta’ala, sebagai pedoman hidup bagi orang perorang.
Seperti, Persatuan Islam (Persis), Al-Washliyah, Al-Irsyad, Dewan Dakwah Islamiyah, Nahdathul Ulama, Persatuan Umat Islam (PUI), HIdayatullah, dan termasukk ormas kepemudaan, seperti HMI, PII, dan GPI. Gerakan ini juga sudah menyebar di seluruh wilalyah Indonesia.
Pertanyaannya, mengapa jumlah kemungkaran, kesesatan, kemusyrikan, dan berbagai penyimpangan aqidah, semakin banyak di dalam kehidupan masyarakat. Bukan tambah berkurang. Apalagi, perklenikkan, perdukunan, dan berbagai bentuk kurafat, terus berkembang biak di tengah-tengah kehidupan masyarkat.
Bahkan, seakan-akan agama tauhid (Islam), menjadi tersisih oleh praktek-praktek kurafat, kemusyrikan, serta bi’ad. Padahal, almarhum KH.Ahmad Dahlan, sudah mencanangkan pemberantasan ‘TBC’ (tahayul, bid’ad dan kurafat), sudah sejak tahun 1912. Tapi, bertambah banyak masyarakat, yang terjeremus ke dalam kesesatan, yang mengingkari hak-hak Allah Ta’ala, dan mengagungkan kebathilan dan kesesatan.
Apalagi, kalau dilihat dengan pandangan umat Islam, yang mayoritas di Indonesia terhadap politik, sebagian besar mereka masih memilih partai-partai yang orientasi ideologinya sekuler. Sebuah harian yang terbit di Jakarta, memberikan gambaran yang paling nyata, bagaimana perubahan sikap umat Islam, yang tidak ada korelasinya antara pilihan politik dengan agama yang menjadi keyakinan mereka.
Misalnya, mayoritas di tanah Jawa termasuk Jawa Barat, terjadi perubahan yang sangat mendasar, misalnya pemilu 1955, di mana di seluruh Jawa Barat, menjadi basis Partai Masyumi (hijau), tapi di pemilu 2004, warnanya kuning, artinya secara politis umat Islam memilih Partai Golkar.
Jawa Tengah yang menjadi ‘epicentrum’ kejawen (Islam abangan), seluruhnya berwarna merah, artinya umat Islam di Jawa Tengah, di tahun 2004 mayoritas memilih Partai PDIP. Demikian pula, wilayah Kalimatan, yang dulunya di pemilu tahun 1955, warnya hijau, yang artinya masyarakat memilih Partai Islam Masyumi, kini sudah berubah secara radikal, di mana dua wilayah, Kalimantan Barat dan Kalimatan Tengah, sudah berubah menjadi merah, artinya umat Islam di daerah itu, apiliasi politik kepada PDIP. Dan, yang menjadi gubernur di kedua propinsi itu, keduanya bergama nasrani.
Banyak perubahan di dalam kehidupan masyarakat muslim, yang nampaknya semakin jauh dari nilai-nilai Islam. Lalu, begitu banyak ormas-ormas da’wah, yang selama ini berkecimpung ke dalam gerakan da’wah, mengalami disorientasi, tidak nampak progress (kemajuan) ke arah perubahan menuju arus Islam.
Seperti semakin banyaknya perilaku yang menyimpang dikalangan umat Islam, bukan hanya menyangkut pilihan politik yang mereka lakukan, tapi juga sudah menyangkut sikap hidup, yang sifatnya asasiyah yaitu aqidah. Dan, implikasinya terhadap partai-partai yang menggunakan asas Islam, atau partai yang berbasis dukungan Islam, mereka juga mengalami disorientasi, dan meninggalkan prinsip-prinsip Islam.
Namun, memang sejak Partai Masyumi, dibubarkan oleh Soekarno, di tahun l960, sampai sekarang, belum ada partai dan pemimpin Islam, yang sekualitas Partai Masyumi, di mana mereka memiliki keseriusan dan kesungguhan dalam memperjuangkan prinsip-prinsip Islam. Dan, menjadikan prinsip-prinsip Islam, sebagai sebuah tawaran alternatif bagi pemecahan masalah. Karena itu, umat Islam tidak memiliki alternatif pilihan, akhirnya banyak mereka yang memilih partai-partai sekuler.
Adakah masih mengharapkan mereka ini menjadi unsur perubah (anasyir taghyir), terutama untuk mengubah kehidupan umat Islam, menjadi umat yang beriltizam kepad Islam, dan memegang teguh ajarah tauhid, dan memisahkan diri dari kehidupan jahiliyah.
Atau sudah tidak ada lagi yang bersedia dan memiliki komitment untuk menjadi unsur perubah (anasir taghyir), dan kehidupan akan berjalan, sebagaimana adanya, yaitu : ‘Hidup di bawah naungan jahiliyah’. Na’dzubillah. Wallahu’alam