Para ustadz dan ulama seharusnya mendirikan sekolah-sekolah alternatif, gratis, yang materi pelajarannya bisa mencerahkan umat dan membuka mata umat tentang realitas menindas yang menimpa dirinya dan kaumnya. Jangan malu untuk menyontek model sekolah untuk kaum tertindasnya Paulo Freire, misalnya. Tidak perlu ikut kurikulum yang digariskan penguasa, karena biasanya kurikulum yang dibuat penguasa itu dibikin untuk melanggengkan kekuasaannya sendiri. Bertrand Russel dalam essaynya berjudul “The Function of a Teacher” menulis hal ini. Sudah baca?
Kembalilah ke Islam. Ya Islam. Tapi bukan cuma bungkusnya saja, tapi apinya. Islam adalah Tauhid. Yang berarti memerangi segala bentuk anti tauhid. Ini adalah jalan jihad. Dan bukan dengan senyam-senyum atau bergenit-genit ria dengan sang angkara murka. Datangilah saudara-saudaramu dengan senyum dan segala keramahannya, namun datangilah musuh-musuh Allah yang tidak mau bertobat dengan pedang berkilat. Jangan terbalik.
Janganlah lagi kita bilang jika semua yang terjadi di negeri ini adalah sebuah pembelajaran. Bahan pembelajaran di dalam sejarah sudah bertumpuk-tumpuk. Kita saja yang malas belajar. Atau malah kita yang masih tetap berkubang dalam kebodohan sehingga tidak mampu belajar? Janganlah lagi berbangga dengan jumlah yang besar. Jumlah yang besar cuma bisa cuap-cuap di jalanan tanpa menghasilkan perubahan apa-apa. Harusnya selain kuantitas yang besar, kualitas umat ini pun harus besar. Jadi bisa benar-benar sebagai agen perubah.
Jangan sampai peringatan Rasulullah SAW jika suatu saat umat ini akan besar dalam jumlah tapi nir-power menjadi kenyataan dan terus saja dibiarkan. Atau memang kita nyaman sebagai busa-busa saja di dalam lautan peradaban yang sekarang berkembang dengan pesatnya? Wallahu’alam. Yang jelas, teruslah pelihara, perbesarlah api semangat 212 agar menjadi nyala api yang menghanguskan semua pelayan setan dan iblis, sehingga yang tersisa hanyalah api kerahiman berdasarkan ketauhidan. Itu. []