Allah Pasti Menolong, Siapa Menolong Agama-Nya

Secara phisik Jalur Gaza menjadi puing-puing, akibat serangan Israel ke wilayah itu. Banyak muslimin  Gaza yang syahid, dan luka-luka. Tapi, peristiwa perang itu, melahirkan jenis generasi baru yang lebih kuat, bertawakal, dan tetap berkomitment (beriltizam) terhadap Islam. Generasi baru telah lahir di Gaza, yang akan mampu menghadapi orang-orang Yahudi. Mereka tidak goyah dengan gempuran militer yang dahsyat itu.

Sebuah kesaksian yang sangat dramatik, ketika rejim Zionis-Israel melakukan serangan udara, semalam suntuk, dan menjelang shubuh, masih tetap berkumandang adzan, di seluruh wilayah yang sedang dilanda perang. Mereka seperti tak peduli dengan kematian. Hidup dan mati seseorang tidak ditentukan oleh manusia, tapi yang menentukan adalah Allah Azza Wa Jalla. Karena itu, mereka tidak mempedulikan betapa dahsyatnya serangan udara Israel dipagi itu, penduduk Gaza tetap melaksanakan shalat Shubuh.

Semua itu menjadi bukti bahwa mereka memiliki tingkat tawakal yang luar biasa. Mereka sangat menyakini, bahwa kematian itu, semata-mata hanyalah hak Allah Rabbul Alamin. Bukan hak manusia. Maka, mereka tak mau tunduk dengan apapun yang dilakukan oleh Zionis-Israel. Mereka memasrahkan hidup mereka hanya kepada Allah Azza Wa Jalla. Tidak mengharapkan pertolongan dan perlindundgan  manusia. Tidak mencari ridha manusia. Mereka menyakini, siapa yang menolong agama Allah, pasti Allah akan menolong mereka.

Sekarang mereka hanyalah berusaha membentuk manusia (takwinul rijal), yang akan mampu memikul masy’uliyah, yang akan dibebankan diatas pundak mereka. Perjuangan mereka tidak pernah berhenti, dan pupus, ketika satu-persatu tokoh-tokoh mereka menemui kesyahidannya. Ketika, Izzudin al-Qassam syahid, tidak menyebabkan perjuangan mereka berhenti. Juga, ketika Syeikh Ahmad Yasin menemui kesyahidannya, perjuangan mereka tak berakhir,  atau Dr. Abdul Aziz Rantisi yang ikut syahid, tak menyurutkan langkah perjuangan mereka.

Di Palestina terus tumbuh anak-anak yang mampu menghafal al-Qur’an, dan memiliki keyakinan aqidah yang kuat. Mereka tak pernah takut dengan kematian. Justru, sekarang  ini mereka  sedang mempersiapkan bagi kematian, dan mendapatkan kemuliaan disisi-Nya. Karena, hakekatnya manusia pasti akan menemui kematiannya. Kematian hanyalah semata hak Allah Rabbul Alamin. Tak dapat menghindar siapapun, yang sudah ditentukan saat datangnya kematian itu. Mereka telah menciptakan  generasi baru yang benar-benar mencintai  akhirat, mencintai diennya, mencintai Allah dan Rasulnya, dan menyakini akan adanya ‘jaza’ (balasan) bagi mereka yang berjuang di jalan-Nya.

 Hamas sudah melahirkan generasi kedua. Generasi dalam bentuk gerakan yang ada dalam wadah perjuangan yang bernama Izzudin al-Qassam,  yang  lebih kuat dan tangguh, guna menghadapi penjajah  Israel. Hal ini seperti diungkapkan Ismail Haniyah.  Sejak dini mereka dididik  secara Islami, menghafal al-Qur’an, dan  mereka juga dididik mengenali musuh mereka yang sebenarnya, melalui tajribah (pengalaman) yang mereka ciptakan dengan perang melawan dengan Israel.

Perang yang berulang kali adalah tajribah (pengalaman) bagi kehidupan  mereka, dan sekaligus menguji keimanan mereka sebagai mu’min, ketika menghadpai orang-orang kafir Yahudi dan Nashrani. Bahkan, seorang ulama yang keturunan Yaman, kini tinggal di Amerika, Anwar al Awlaky, menegaskan Hamas tidak perlu meminta pertolongan kepada siapapun, hatta terhadap negara-negara Arab sekalipun. Hamas hendaknya hanya meminta pertolongan kepada Allah Azza Wa Jalla.

Embargo dan blokade tak pernah mengecilkan hati mereka. Bahkan, tumpahan sejata pemusnah yang terus menerus ditimpakan oleh Zionis-Israel, selama 23 hari itu,  tak juga menyebabkan mereka menyerah. Tapi, justru Israel yang menghentikan perang. Mereka tidak pernah menyakini bahwa Israel itu kuat. Meskipun, mereka juga tahu bahwa dibelakang Zionis Israel adalah Amerika. Tapi, mereka tak pernah memperhitungkan Amerika. Mereka hanya menyakini bahwa Baginda Rasulullah Shallahu alaihi wa salam pernah mengusir Yahudi dari benteng mereka di Khaybar. Dan, para Yahudi itu meninggalkan Jazirah Arab, dan diaspora, dan kemudian mereka dikalahkan di Palestina oleh Umar Ibn Khattab.

Maka, tak ada alasan bagi Hamas, yang menyakini manhaj (methode) perjuangan yang sudah diberikan oleh Allah Ta’ala, dan kemudian mengakui Zionis-Israel. Yahudi adalah musuh umat manusia dan kemanusiaan. Allah melarang orang-orang mu’min menjadikan Yahudi dan Nashrani sebagai teman, penolong, dan pelindung, karena hakekatnya mereka adalah musuh yang nyata. (al-Maidah : 51). Perintah dari Allah Azza Jalla adalah memerangi mereka, orang-orang kafir itu sampai dikalahkan, dan tidak ada lagi fitnah di muka bumi. (al-Baqarah : 193).

Tidak ada lagi negosiasi lagi dengan orang-orang kafir Yahudi. Sebab, mereka sudah menjadi musuh Allah dan orang-orang mu’min. (m)