Nilai Nasionalisme dan sekelurisme yang ditanamkan terhadap rakyat Arab, tak juga menjadikan mereka hidup dengan lebih baik. Justru proses internalisasi nilai-nilai nasionalisme dan sekulerisme membawa kehancuran. Mereka tak mengalami kehidupan yang lebih baik. Dari waktu ke waktu. Justru kekuatan Dunia Arab semakin menyusut. Arabisme dan Sekulerisme menggiring mereka ke belantara kehancuran, dan berlangsung secara sistematis.
Nasionalisme yang diberi bumbu Arabisme itu, bukan hanya mengkotak-kotakkan bangsa Arab, tetapi juga menciptakan ‘chauvinisme’ secara sempit, yang akhirnya disudahi dengan peperangan yang sangat merusak. Berkali-kali terjadi perang besar di kalangan negara-negara Arab. Pasca Perang Dunia II, dan sesudah negara-negara Arab merdeka, konflik sesama negara Arab semakin kuat. Tak dapat disatukan lagi. Karena itu, seluruh potensi Dunia Arab, habis oleh konflik.
Perang Irak-Iran yang berlangsung lebih dari 10 tahun telah menguras habis sumber daya yang ada. Bukan hanya kematian dari kedua belah pihak, tetapi berapa banyak potensi yang harus dikorbankan untuk perang. Irak-Iran keduanya rugi. Tetapi, semuanya itu tak pernah menjadi pelajaran. Perang berabad yang lalu, yang pernah terjadi berulang dan berulang lagi, dan semuanya itu menguras potensi dan sumber daya yang ada. Sampai akhirnya Dunia Arab terpuruk. Kekayaan minyak yang mereka miliki hanya menyebabkan malapetaka. Masing-masing negara menumpuk senjata. Kemudian mereka berperang satu sama lainnya.
Tentu, yang paling fatal lagi, ketika berlangsung Perang Dingin antara Timur dengan Barat, memaksa Dunia Arab, terpolarisasi menjadi dua kutub. Menjadi pengikut Blok Timur atau menjadi pengikut Blok Barat. Polarisasi Dunia Arab ini diikuti dengan tindakan. Di mana Timur dan Barat yang berebut pengaruh itu menggunakan s ekutunya, kemudian satu negara dengan negara lainnya, saling berhadap-hadapan ‘vis a vis’, yang akhirnya diujungnya adalah perang. Sementara itu, Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet dan Blok Barat yang dipimpin Amerika, di tengah-tengah perang yang ada, kedua negera itu yang memetik keuntungan. Karena industri militer kedua negara itu mendapatkan keuntungan dari perang yang desktruktif.
Era Perang Dingin ini berlangsung sampai hampir lima dekade, dan bukan hanya itu, tetapi Duni Arab juga terpolarisasi dalam ruang ideologi. Mereka bukan hanya menjadi pengikut Soviet, tetapi mereka juga menikmati ideologi komunisme. Negara-negara Arab seperti Suriah, Irak, Aljazair, Tunisia, Yaman, dan Mesir, berada dalam satu blok, di bawah Uni Soviet. Sementara itu, Arab Saudi, Yordania, Maroko dan Negara-Negara Teluk, mereka berada dalam satu blok di bawah Amerika.
Tranformasi ideologi terjadi dengan intens. Soviet bukan hanya menjual senjata dan menjadi payung politik sekutunya, tetapi Soviet juga menanamkan ideologi komunisme dan sosialisme kepada setiap rezim yang menjadi sekutunya. Di Lebanon seorang ideolog yang bernama Michael Aflaq, seorang Maronit, yang sekolah di Sorbone, Perancis, dan kemudian bertemu dengan seorang mentor atau ideolog komunisme, dan selanjutnya mendirikan Partai Baath, yang esensinya penggabungan antara komunisem dan Arabisme. Ideologi berkembang di Lebanon, Syria dan Iraq, dan ideologi dianut rakyat dan para pemimpinnya, seperti Hafez al Assad dan Saddam Husien. Sementara itu, yang pro Barat, membawa paham sekulerisme, yang terus dicekokkan kepada para pemimpin Arab, dan rakyatnya.
Pasca erang Perang Dingin, dan runtuhnya Soviet, sekarang muncul masalah baru, apa yang disebut yaitu, ‘The World Order’, atau ‘Tatanan Dunia Baru’, yang intinya Barat melalui Amerika ingin menegakkan nilai-nilai atau peradaban Barat ke Dunia Arab. Yaitu sekulerisme. Ini semuanya telah mereduksi Islam dari akar kehidupan rakyat dan umat. Mereka kehilangan nilai-nilai Islam yang sudah mengakar dalam kehidupan mereka selama berabad-abad, dan harus menerima nilai-niali baru.
Para penguasa di Dunia Arab, selamanya hanyalah ‘makhluk’ yang mengabdi kepada para penjajah Barat, yang menghancurkan, bukan hanya mereka merampas kekayaan dan sumber daya alam mereka semata, tetapi para penjajah itu merampas keyakinan mereka (Islam), dan digantikan dengan nilai-nilai sekuler. Para penguasa di Dunia Arab begitu kejam terhadap rakyatnya, sesuatu yang logis, karena hakekatnya mereka itu penjajah, dan bagian dari para penjajah, yang ingin menghancurkan kehidupan rakyatnya, dan keyakinan yang mereka miliki yaitu Islam.
Para penguasa Arab bukan hanya memiskinkan rakyatnya dari materi, tetapi yang lebih kejam lagi, mereka memiskinkan nilai-nilai yang sangat berharga bagi kehidupan mereka, yang dapat memberikan ketenteraman, kebahagiaan, dan masa depan mereka, yaitu Islam. Inilah seb uah kejahatan yang tiada taranya.
Seperti y ang dilakukan oleh Amerika yang melakukan intervensi langsung kepada para pemerintahan di Dunia Arab, khususnya yang terkait dengan pendidikan, yang mereka meminta agar ajaran agama (Islam) dihapuskan dari sekolah-sekolah. Arab Saudi sudahmelakukan itu. Seperti yang dilakukan Gubernur Makah dan Jeddah, Khalid Al-Faisal, yang menutup ribuan sekolah penghafal al-Qur’an di Jeddah dan Makkah.
Amerika yang ingin seluruh bangsa Muslim di Dunia Arab menjadi sekuler, sekarang dengan menggunakan isu terorisme, dan menelanjangi kaum Muslimin di dunia Arab dari keyakinan agama mereka (Islam). Dengan hilangnya keyakinan agama mereka (Islam) itu, penjajahan akan menjadi permanen. Itulah tujuan Barat.
Sekarang di mulai dari Tunisia, yang akan merembet ke suluruh Dunia Arab, nampaknya telah terjadi tranformasi politik, dan hakikatnya ini, merupakan perang ideologi (agama), bukan hanya perang melawan kepentingan Amerika, tetapi perang melawan kepentingan para penjajah Barat dengan menggunakan para penguasa lokal, yang dibelakangnya tak lain, adalah Yahudi dan Nasrani, yang ingin menghinakan kaum Muslimin dan memperbudaknya. Selayaknya kaum Muslimin saling bahu membahu. Saling tolong menolong. Mengakhiri segala bentuk kezaliman. Membebaskan negeri-negeri Muslim dari penjajahan Yahudi dan Nasrani. Wallahu’alam.