Assalamu ‘alaikum Pak Adhi,
To the point aja ya? Aku pria 22 tahun, kerja di Perbankan BUMN Konvensional. Menurut masyarakat umum, kerja di bank itu haram, karena ada sistem bunga. Ya aku jadi tertekan, tidak bisa konsen kerja. Karena menurutku, gajiku pemerintah yang bayar, semua diatur oleh pemilik modal (pemerintah). Saran pak Adhi, aku tetap bekerja atau berhenti kerja ya? Sukron.
Wassalamu ‘alaikum wr, wb,
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Saudara DAS yang insya Allah dirahmati Allah. Masalah riba pada bank konvensional yang sangat rumit ini sesungguhnya tidak hanya berkaitan dengan pegawai bank atau penulisnya, tetapi hal ini sudah menyusup ke dalam sistem ekonomi kita dan semua kegiatan yang berhubungan dengan keuangan, sehingga merupakan bencana umum sebagaimana yang diperingatkan Rasulullah saw:
“….. Sungguh akan datang pada manusia suatu masa yang pada waktu itu tidak tersisa seorangpun melainkan akan makan riba; barangsiapa yang tidak memakannya maka ia akan terkena debunya…..” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah)
Tidak bisa hanya dengan melarang seseorang bekerja di bank atau perusahaan yang mempraktekkan riba, cara memperbaiki situasi seperti ini. Tetapi kerusakan sistem ekonomi yang disebabkan ulah golongan kapitalis ini hanya dapat diubah oleh sikap seluruh bangsa dan masyarakat Islam. Perubahan itu tentu saja harus diusahakan secara bertahap dan sedikit-sedikit, sehingga tidak menimbulkan guncangan perekonomian yang dapat menimbulkan bencana pada negara dan bangsa.
Islam sendiri tidak melarang umatnya untuk melakukan perubahan secara bertahap dalam memecahkan setiap permasalahan yang pelik. Cara ini pernah ditempuh Islam ketika mulai mengharamkan riba, khamar, dan lainnya. Dalam hal ini yang terpenting adalah tekad dan kemauan bersama, apabila tekad itu telah bulat maka jalan pun akan terbuka lebar. Setiap muslim yang mempunyai kepedulian akan hal ini hendaklah bekerja dengan hatinya, lisannya, dan segenap kemampuannya melalui berbagaisarana yang tepat untuk mengembangkan sistem perekonomian kita sendiri, sehingga sesuai dengan ajaran Islam.
Sebagai contoh perbandingan, di dunia ini terdapat beberapa negara yang tidak memberlakukan sistem riba, yaitu mereka yang berpaham sosialis. Di sisi lain, apabila kita melarang semua muslim bekerja di bank, maka dunia perbankan dan sejenisnya akan dikuasai oleh orang-orang non muslim seperti Yahudi dan sebagainya. Pada akhirnya, negara-negara Islam akan dikuasai mereka.
Terlepas dari semua itu, perlu juga diingat bahwa tidak semua pekerjaan yang berhubungan dengan dunia perbankan tergolong riba. Ada di antaranya yang halal dan baik, seperti kegiatan perpialangan, penitipan dan sebagainya. Bahkan boleh dibilang sebenarnya tidak terlalu banyak transaksi yang termasuk haram. Oleh karena itu, tidak mengapalah seorang muslim menerima pekerjaan tersebut –meskipun hatinya tidak rela– dengan harapan tata perekonomian akan mengalami perubahan menuju kondisi yang diridhai agama dan hatinya. Hanya saja, dalam hal ini hendaklah ia rnelaksanakan tugasnya dengan baik, hendaklah menunaikan kewajiban terhadap dirinya dan kepada Allah beserta umatnya sambil menantikan pahala atas kebaikan niatnya.
“….. Sesungguhnya setiap orang memperoleh apa yang ia niatkan …..” (HR Bukhari)
Tapi sebagaimana adanya kondisi darurat, seperti yang dikatakan para fuqaha, kondisi inilah yang layaknya dapat Anda kedepankan saat menerima pekerjaan tersebut sebagai sarana mencari penghidupan dan rezeki, sebagaimana firman Allah SWT:
“Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Al-Baqarah: 173)
Dalil ini memberikan syarat darurat untuk membolehkan seseorang memakan harta yang haram. Dan hal darurat itu harus disesuaikan dengan kadarnya.
Demikian, maka bila Anda punya kesempatan besar untuk mendapatkan aktivitas atau peluang lain yang lebih bersih dan halal, tentu sebaiknya anda segera pindah. Namun bila anda tidak terlalu mudah untuk mendapatkannya, saran saya janganlah berhenti dulu. Sebab anak isteri anda di rumah wajib diberikan nafkah oleh kepala keluarga. Kalau anda berhenti kerja begitu saja, sambil mengabaikan nafkah anak isteri, tentu anda jauh lebih berdosa. Jadi sementara ini tetaplah dulu bekerja di sana, sambil mencari dan menunggu kesempatan untuk berhenti.
Selamat berusaha, terus bergerak serta senantiasa bertawakkal dan berharap hanya kepada Allah SWT, agar dapat segera diberikan solusi kehidupan yang berkah. Semoga sukses.
Wallahu a’lam bishowab,
Wassalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh,
Adhi Arisman,
Motivator Dunia Kerja Indonesia
[email protected]
Fax: 021-86604657
Catatan:
• Sehubungan sudah banyaknya pertanyaan yang masuk ke konsultasi bersama Motivator Dunia Kerja Indonesia, kami menghimbau kepada para netter agar memasukan pertanyaan yang benar – benar belum pernah ditanyakan, untuk jenis konsultasi yang isinya sejenis/ mirip apalagi sama secara substansi isi, kami menyarankan untuk membacanya terlebih dahulu di konsultasi rekan kita yang lain.
• Buat pembaca lainnya yang ingin mengajukan konsultasi baru, mohon kami dibantu dengan memberikan informasi diri anda secara lebih luas & dalam, misal: latar belakang pendidikan (S1/Diploma/SLTA/SLTP), dari institusi pendidikan negeri/ swasta, umur, jenis kelamin, domisili tinggal, dan atau hal – hal lain yang relevan sebagai variabel yang masih relevan dengan problem yang mau disampaikan sehingga kami bisa lebih berempati dengan situasi & kondisi yang antum sedang hadapi saat ini.
• Bersifat terbuka, tidak gengsi, ingin terus belajar serta mau menyertakan identitas anda secara lebih lengkap menjadi nilai yang berharga buat pembaca lainnya, misal: Saya Adhi Arisman, Laki- laki, Sarjana S1 Trisakti Jakarta, 41 tahun, Menikah dengan 4 orang anak, [email protected]