Ass. Bapak yang terhormat..
Saya mau menanyakan hukum dalam Islam mengenai bisnis multilevel marketing (mlm), apakah dibolehkan atau dilarang dalam Islam?
Saya sedang mempelajari bisnis mlm yang bernama Voucher Networking, seperti bisnis jaringan pulsa begitu pak..
Terima kasih atas jawabannya.
Ass, Mas Ahmad Idris yang dirahmati Allah SWT & sedang berusaha membuat terobosan alternatif dalam kehidupan yang monoton ini, pertanyaan ini menjadi salah satu fenomena primadona karena sering kali muncul dalam banyak kesempatan. Saya menduga di lapangan sedang muncul sebuah realita bahwa MLM (Multi level Marketing ) telah menjadi salah satu alternatif aktivitas masyarakat perkotaan maupun daerah diseluruh Indonesia, di tengah gempuran himpitan perekonomian negeri ini yang tak jelas arah & tujuannya kita bisa menyaksikan setiap sabtu atau ahad (hari libur nasional ) secara serentak di seluruh wilayah Indonesia hadir beraneka ragam bentuk presentasi, pertemuan massal, yang bernuansa motivasi & pencerahan.
Untuk menjawab pertanyaan Anda saya sarankan untuk membuka & membaca rubrik ustadz menjawab – bagian arsip ekonomi – Senin 14 Mei 2007 dengan judul: "MLM antara Halal & Haram? (https://www.eramuslim.com/ustadz/eki/7510171530-multi-level-marketing-antara-halal-dan-haram.htm ) guna memberikan wacana tambahan sekaligus mengkritisinya dengan nalar pribadi.
Sebagai contoh coba saya kutip ulasan Ustadz Sarwat di kajiannya di atas, sebagai berikut, " Hukum Dasar MLM,
…………..Sebenarnya tidak ada yang salah dalam urusan transaksi, selama MLM itu bersih dari unsur terlarang seperti riba, gharar, dharar dan jahalah. selengkapnya silahkan anda baca sendiri!
MLM sendiri masuk dalam bab Muamalat, yang pada dasarnya mubah atau boleh. Merujuk kepada kaidah bahwa Al-Aslu fil Asy-yai Al-Ibahah. Hukum segala sesuatu itu pada asalnya adalah boleh. Dalam hal ini maksudnya adalah dalam masalah muamalat. Sampai nanti ada hal-hal yang ternyata dilarang atau diharamkan dalam syariah Islam.
Misalnya bila di dalam sebuah MLM itu ternyata terdapat indikasi riba`, misalnya dalam memutar dana yang terkumpul. Atau ada indikasi terjadinya gharar atau penipuan baik kepada down line ataupun kepada upline. Atau mungkin juga terjadi dharar yaitu hal-hal yang membahayakan, merugikan atau menzhalimi pihak lain, entah dengan mencelakakan dan menyusahkan. Dan tidak tertutup kemungkinan ternyata ada unsur jahalah atau ketidak-transparanan dalam sistem dan aturan. Atau juga perdebatan sebagian kalangan tentang haramnya samsarah ala samsarah.
Sehingga kita tidak bisa terburu-buru memvonis bahwa bisnis MLM itu halal atau haram, sebelum kita teliti dan bedah dulu `isi perut`nya dengan pisau analisa syariah yang `tajam dan terpercaya`…"………………………
Silahkan di buka & di simak secara dalam, insya Allah pengetahuan anda & kita semua menjadi lebih luas, khususnya dalam kaedah syariah.
Pada kesempatan ini izinkan saya memberikan tambahan ilmu seputar MLM, dari satu sisi yang menyebabkan munculnya konsep MLM.
Satu hal yang perlu digaris bawahi adalah MLM atau multi level marketing adalah sebuah sistem bukan produk atau jasa, tolong hal ini bisa dibedakan substansinya, jadi kita tidak perlu menjadi bingung jika suatru waktu beli mie instan melalui sistem MLM, beli sepeda anak kita pakai model MLM, atau memilih rumah sakit atau mempertimbangkan menggunakan jasa pesawat melalui pendekatan MLM, dll. (trend company memasarkan produk atau jasanya melalui sistem MLM semakin hari semakin menguat, why? )
Jadi kalau ingin mendapatkan kejelasan halal atau haramnya biasanya ini terkait pada produk atau jasanya, misalnya haram/ halalkah produk sabun, susu, buah, daging, dan sebagainya, dan sebagainyanya atau haram/ halakah jasa pencucian pakaian, jasa training anjing, jasa melukis tubuh, info terakhir bisnis jasa asuransi telah ada yang memilih sistem MLM sebagai basis pemasarannya, dan sebagainya, dan sebagainya……….
Dengan keterbatasan pengetahuan yang sempat saya ketahui, ceritanya begini: Saya sempat terheran – heran membaca data resmi dari sebuah majalah marketing ternama yang membeberkan data bahwa biaya promosi sebuah produk misalnya produk shampoo atau sabun mandi yang selama ini anda pakai sehari – hari seumur hidup kita itu, ternyata biaya promosinya mencapai angka 50% dari total biaya produksi, luar biasa (belum lagi kalau anda tahu berapa modal dasar harga produknya, mungkin hanya 20% saja!!! ), jadi jika shampoo anda berharga Rp 10.000, – maka 50%nya atau Rp 5000, -sebenarnya kita bayarkan ke biro iklan seperti tayangan di TV kita sehari – hari, iklan yang kita sering dengar di radio, promosi 1 halaman besar di koran ternama, Papan iklan besar (bill board ) di pintu masuk bandara atau di perempatan semanggi, pertunjukan band yang jelas mengeluarkan biaya sponsor (baca iklan ), dll, dllnya, artinya sadarkah kita selama ini rela mengeluarkan uang sebesar 50% biaya dari produk yang kita pakai tanpa pernah merasa dirugikan malah senang & bahagia alias penasaran, misalnya saat melepas tutup botol yang ke seratusan atau malah sudah ribuan buka tutup botol tak kunjung dapat mercy atau kapal pesiar yang dijanjikan produsennya (sebenarnya ini bisa juga ditanyakan dasarnya, misal bolehkah kita membeli produk minuman hanya karena berharap liburan pesiar keluar negeri atau kebulan? )
Konon katanya dengan berkembangnya ilmu pengetahuan & mulai tercerahkannya sebagian manusia yang ingin terus menjadi cerdas, ditemukanlah sebuah sistem pemasaran yang lebih efisien & lebih memberikan manfaat (keuntungan ) karena sama sekali tidak mau (tidak sudi ) memasarkan produk/ jasanya harus membuang anggaran hanya untuk biaya promosi yang besar – besaran malah ada yang lebih gila – gilaan, apalagi jika dihitung secara kritis nilainya bisa mencapai 50% (wow luar biasa ), penemunya berfikir dari pada anggaran 50% tersebut saya berikan sebagai biaya promosi, kenapa tidak saya salurkan saja ke para member yang mau bekerja keras & terus berusaha untuk memasarkannya, jadi terjawablah kenapa para member (anggota yang rajin & terus berkembang ) akhirnya di sebuah periode waktu tertentu, biasanya di atas 1 atau 2 tahun berhasil mendapatkan bonus yang spektakuler, misal: mercy, kapal pesiar, berlibur keluar negeri (umroh ).
Salah satu masalah muncul, negeri ini lebih banyak SDM yang bermental "Instan" alias ingin cepet kaya tanpa usaha, mau segera sukses tanpa bekerja, sehingga biasanya saat mengalami kegagalan selalu yang di kambing hitamkan adalah hal diluar dirinya……….. (lanjutannya akan dibahas pada bab tersendiri )
Demikianlah penjelasan dari kami semua, semoga anda belum puas, karena kalau belum puas pertanda anda berpeluang mencari ilmu baru sampai paham & mengerti.
Buat pembaca lain (netter ) lainnya semoga jaqwaban ini bisa menjadi referensi (rujukan ) untuk seputar pertanyaan (kasus ) yang sama atau sejenis
Salam sukses buat semua
Wass,
Adhi Arisman
Motivator Dunia Kerja Indonesia