Assalamu alaikum Wr. Wb.
Pak Adhi, saya adalah lulusan fisika salah satu PTN di Solo. Selama ini saya ragu-ragu untuk mengirimkan surat lamaran karena biasanya terdapat syarat administratif IPK harus di atas 2, 75 atau 3, 0 sedangkan IPK saya cuma 2, 7. Yang mau saya tanyakan adakah kemungkinan lolosnya surat lamaran saya dengan IPK di bawah standar IPK yang disarankan, kemudian bagaimana saran bapak untuk mengatasi permasalahan tersebut. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu ‘alaikum Wr, Wb,
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Saudaraku Umar yang dirahmati Allah SWT,
Pertama – tama saya sangat berterima kasih anda masih mau memberikan ‘sedikit’ informasi tambahan tentang background kehidupan anda, sehingga saya menjawabnya dari sudut situasi yang sesuai dengan narasumber saya (bukan yang lain) karena saya perlu bisa lebih berempati secara mendalam dengan kondisi netter yang bertanya. Semoga ini bisa menjadi wacana penting yang perlu diperhatikan & diikuti oleh calon netter lain yang akan bertanya secara lebh jauh.
Alhamdulillah anda adalah salah satu hamba Allah yang sangat beruntung bisa merasakan menikmati indahnya belajar di sebuah kampus yang berstatus “Negeri”, saya mewakili berjuta – juta anak bangsa negeri ini yang belum diberi kesempatan emas untuk bisa merasakan belajar/ kuliah di kampus milik Negara.
Insya Allah saya sangat yakin, jika para lulusan SLTA yang berniat ingin melanjutkan kuliah apakah itu di provinsi Jawa Tengah atau di seluruh penjuru tanah air, maka secara spontan mereka akan mengatakan lebih suka atau lebih ingin memilih bisa diterima kuliah di kampus “Negeri”.
Misalnya, jika seseorang berhasil melaksanakan masa kuliahnya selama sekian tahun (4 tahun), maka selama 4 tahun tersebut eksistensi & aktualisasi dirinya menjadi sebuah perbincangan positif di seputar lingkungan hidupnya, malah bisa jadi jika dalam sebuah pertemuan audience nya tidak ada yang berupaya menanyakan ststus kuliahnya, maka yang bersangkutan akan dengan senang hati secara tersirat memberikan pemberitahuannya bahwa saya saat ini resmi berstatus mahasiswa di sebuah perguruan tinggi yang ternama atau paling tidak bergengsi di kota/ provinsi/ negeri ini, Allah akbar.
Sebuah status yang akhirnya tidak disadari apalagi disyukuri oleh pelakunya, mereka seakan lupa dengan suasana haru yang menggembirakan sekaligus membanggakan saat resmi pengumuman ujian masuk PTN disampaikan, sebuah status yang hanya bertahan sesaat alias tidak permanent, karena pada kasus yang saya temukan di sebuah kota hujan di Jawa Barat, saat saya selesai memberikan Seminar “Membongkar Rahasia HRD dalam Menyeleksi Lamaran Kerja” saya menyempatkan diri berdiskusi sekaligus melayani konsultasi kepada para peserta seminar saya, saat itu saya mendapatkan sebuah fenomena menarik jika tidak mau dikatakan aneh, yaitu salah satu mahasiswa baru dari sebuah daerah di Jawa Tengah curhat di tengah – tengah forum dengan mengatakan bahwa awalnya dia sangat bangga bisa diterima resmi di PTN bergengsi di negeri ini, yang konon alumninya ada yang berhasil jadi presiden, lalu mahasiswi tersebut melanjutkan penjelasannya bahwa setelah memasuki semester 2 saya mulai merasakan ketidaknyamannya. Dalam menjalani masa kuliahnya, dia sedang mengalami sebuah kondisi kebingungan karena secara pribadi dia ada keinginan untuk berhenti kuliah sementara keluarganya yang lugu di kampung amat sangat membanggakannya sekaligus mengharapkan kepulangannya meraih prestasi yang gemilang, malah kalau perlu bisa meniru seniornya yang akhirnya bisa menjadi presiden.
Inilah realita kehidupan hampir tidak mudah menemukan manusia sejati yang sanggup memahami naluri kehidupan ini bahwa setelah kejadian (baca: ditakdirkan, walaupun saya mengajari di berbagai kesempatan saya menjadi pembicara, bahwa hidup ini pilihan, & kalau kita salah memilih maka biasanya kita sedang berjalan menuju takdir buruk yang akan kita raih sendiri akibatnya ).
Bicara berhasil kuliah di PTN, ini selalu menjadi salah satu materi inti yang saya sajikan sedemikian lengkap untuk menghadirkan sebuah perubahan “Mind set” bahwa salah satu ciri calon pribadi pemenang (baca: petarung) adalah berhasil merubah kelemahannya menjadi kekuatan dirinya, misal seseorang yang hanya bisa kuliah di program diploma bukan di program sarjana S1 & hanya bisa berhasil menjalani kuliah di sebuah kampus yang berstatus “Diridhoi” serta berada di wilayah antah berantah yang tidak banyak diketahui, akhirnya berhasil menjadi figure calon manusia sukses yang dibanggakan lingkungannya. Saya sebagai Motivator Dunia Kerja Indonesia amat sangat berkepentingan agar mereka yang “Merasa” lebih banyak memiliki kekurangan, missal: saya anak daerah, berfisik belum tinggi, berparas biasa tapi belum menarik, Nilai pas – pasan, IPK belum sempat dihitung, dan masih banyak lagi yang lain, yang intinya mereka belum paham makna “Quantum IKHLAS”, alias hanya bisa berkesimpulan rumput tetangga lebih hijau dari kondisi kehidupannya.
Tentang IPK yang disakralkan, ternyata di lapangan kerja company profesional, sering kali IPK kita hanya dipakai 1 X saja (ditanyain hanya 1 X saja & tidak lebih), selanjutnya HRD akan lebih suka bertanya, menggali data, seputar hal – hal yang kita kuasai di posisi yang sedang ditawarkan. Jadi IPK bukan alasan bagi mereka yang memilki karakter & berjiwa “petarung sejati”.
Mas Umar yang dibekali kecerdasan melalui indikasi IPK yang sanggup mencapai 2, 70, saya rasa ini menjadi modal amat besar untuk berkreasi & berkreatifitas di dunia kerja. Berusahalah untuk bisa mendapatkan pekerjaan, bukan segera mendapatkan ”Gaji”, karena ini adalah bagian dari realita sarjana baru terlebih lagi mereka yang lulus dari PTN, ternyata dunia kampus baru berhasil mengantarkan lulusannya untuk baru sekedar membaca ”kitab PERCAYA DIRI" bahasa gaulnya ”PD nih yeee?”, sementara realita di lapangan banyak job seeker mengalamai kegagalan, ternyata mereka belum sempat membaca, atau sama sekali belum diajarin oleh para dosennya sebuah kitab penting yang berjudul ”kitab TAHU DIRI”.
Jadi bisa bekerja di perusahaan impian adalah bagian dari proses panjang yang optimis bisa diraih oleh siapapun yang ingin membuktikan bahwa dirinya adalah petarung sejati bukan pecundang abadi.
Semoga renungan ini bisa menjadi pelajaran kita bersama, bahwa keluhan hanya akan menjadi penyakit yang menggerogoti sendi – sendi kesuksean kita. Selamat datang didunia kerja nyata, selamat berusaha hadapi situasinya, cari alternatif solusinya, terus maju, sabar. Terus bergerak serta senantiasa bertawakkal dan berharap hanya kepada Allah SWT, agar dapat segera diberikan solusi kehidupan yang berkah. Semoga sukses & tekun menjemput takdir suksesnya.
Wallahu a’lam bishowab,
Wassalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh,
Adhi Arisman,
Motivator Dunia Kerja Indonesia
[email protected]
Fax: 021-86604657
Catatan:
• Sehubungan sudah banyaknya pertanyaan yang masuk ke konsultasi bersama Motivator Dunia Kerja Indonesia, kami menghimbau kepada para netter agar memasukan pertanyaan yang benar – benar belum pernah ditanyakan, untuk jenis konsultasi yang isinya sejenis/ mirip apalagi sama secara substansi isi, kami menyarankan untuk membacanya terlebih dahulu di konsultasi rekan kita yang lain.
• Buat pembaca lainnya yang ingin mengajukan konsultasi baru, mohon kami dibantu dengan memberikan informasi diri anda secara lebih luas & dalam, misal: latar belakang pendidikan (S1/Diploma/SLTA/SLTP), dari institusi pendidikan negeri/ swasta, umur, jenis kelamin, domisili tinggal, dan atau hal – hal lain yang relevan sebagai variabel yang masih relevan dengan problem yang mau disampaikan sehingga kami bisa lebih berempati dengan situasi & kondisi yang antum sedang hadapi saat ini.
• Bersifat terbuka, tidak gengsi, ingin terus belajar serta mau menyertakan identitas anda secara lebih lengkap menjadi nilai yang berharga buat pembaca lainnya, misal: Saya Adhi Arisman, Laki-laki, Sarjana S1 Trisakti Jakarta, 41 tahun, Menikah dengan 4 orang anak, [email protected]