Hampir seluruh organisasi Muslim di AS menyatakan keprihatiannya atas Insiden penembakan Fort Hood yang dilakukan Mayor Nidal Malik Hasan, seorang Muslim yang bertugas sebagai dokter psikiatris di dinas kemiliteran AS. Mereka menyatakan, apa yang dilakukan Mayor Hassan pada tanggal 5 November lalu, melepaskan tembakan membabi buta sehingga menewaskan 13 orang dan melukai 30 orang lainnya, tidak dibenarkan dalam ajaran Islam.
Sampai detik ini, apa motif Hasan melakukan tindakan itu belum terungkap. Di sisi lain, muncul kekhawatiran akan aksi balasan terhadap komunitas Muslim, terutama para prajurit AS yang muslim.
Sersan Fahad Kamal, adalah seorang dokter muslim yang juga bekerja di kemiliteran AS. Ketika insiden penembakan terjadi, ia ikut menyelamatkan para korban yang terkena tembakan dan menolak meninggalkan Fort Hood agar bisa merawat para korban.
"Kebetulan saja Mayor Hasan seorang Muslim. Tapi agama kami tidak membenarkan tindakan kekerasan semacam itu. Menjadi seorang muslim yang baik, itu artinya kita harus baik pada semua orang," kata dokter yang tugasnya memberikan konseling bagi para tentara yang mengalami trauma setelah pulang dari penugasan di Irak dan Afghanistan.
Kamal mengaku tidak khawatir akan terjadi aksi balasan terhadap para prajurit AS yang muslim paska insiden Fort Hood, seperti yang dilontarkan Kepala Staff Angkatan Bersenjata AS, Jenderal George Casey. Kamal merasa tidak pernah mengalami tindakan diskriminatif selama ia bertugas di kemiliteran AS. Ia bahkan menilai sikap toleransi terhadap Islam di kalangan tentara, lebih besar dibandingkan sikap publik pada umumnya.
Menurut Kamal, sejak awal masuk ke dinas kemiliteran AS, ia sudah bersikap terbuka tentang agama Islam yang dianutnya. Ia dengan mudah berbaur dengan tentara-tentara lainnya, saling bertukar hadiah pada saat Natal atau menggelar perayaan Thanksgiving Day dengan makanan khas ayam kalkun dan nasi biryani.
Kamal juga dengan terbuka menjawab pertanyaaan tentang Islam yang dilontarkan rekan-rekannya sesama tentara. Kamal mengatakan, beberapa rekan tentara non-Muslim sempat tercengang ketika ia menjelaskan bahwa Yesus (Nabi Isa) adalah juga nabi umat Islam.
Kamal mengakui sempat menemui kendala saat memutuskan ingin menjadi tentara. Nabila, ibu Kamal, tidak setuju karena khawatir Kamal akan diperlakukan diskriminatif karena ia seorang muslim.
Tahun 2007, Kamal ditugaskan selama 15 bulan ke Afghanistan, ia ditempatkan di wilayah Kandahar. Selama bertugas di Afghanistan, Kamal selalu membawa bacaan Surat Yasiin yang ia simpan di saku seragam tentaranya.
Komandannya sering meminta bantuan Kamal karena keahliannya berbahasa Urdu. Kamal juga sering mendapat pujian karena mampu mengendalikan sikapnya meski berada di tengah situasi yang banyak tekanan. "Saya suka menolong orang. Rasanya senang jika bisa melakukan hal yang berbeda," kata Kamal tentang dirinya.
Dari 1,4 juta tentara AS, tidak diketahui berapa jumlah tentara yang muslim karena dalam perekrutan, militer AS tidak mensyaratkan calon tentara yang mendaftar untuk mencantumkan apa agama mereka. Menurut organisasi American Muslim Armed Forces and Veterans Affair Council, dipekirakan ada lebih dari 20.000 tentara AS yang muslim.
Banyak dinatara mereka yang tewas dalam penugasan di Irak dan Afghanistan. Di pemakaman Arlington National Cemetery, terdapat batu-batu nisan bertanda bulan sabit yang menunjukkan bahwa makam itu adalah makam tentara muslim.
Kamal, mungkin satu dari ribuan muslim AS yang saat ini mengabdi pada negaranya sebagai prajurit militer. Cerita Kamal mungkin juga tidak mewakili apa yang dirasakan dan dialami seluruh prajurit muslim itu, yang mau tidak mau ditugaskan ke medan pertempuran seperti di Irak dan Afghanistan, yang artinya mereka harus memerangi saudara-saudara muslim mereka sendiri. (ln/iol)