Richard Leiman, seorang Yahudi AS, sejak kecil sering mendengarkan siaran BBC World Services terutama siaran tentang Timur Tengah. Dari BBC, ia bukan hanya sering mendengarkan lagu-lagu khas Timur Tengah yang digemarinya tapi juga lantunan ayat-ayat suci al-Quran. Tapi ketika itu, Leiman kecil belum paham tentang al-Quran apalagi mengenal Islam.
“Ketika saya dewasa, saya masih mendengarkan BBC World Service. Di BBC, setiap hari ada acara yang namanya ‘Words of Faith’, isinya ceramah pendek antara lima sampai delapan menit dari para pemuka agama yang mewakili lima agama yang ada di Inggris Raya. Dari seluruh penceramah, yang paling saya sukai ceramah-ceramah dari para pemuka agama Islam,” ujar Leiman.
“Tiap kali perwakilan dari Muslim bicara, saya merasa ingin tahu lebih jauh tentang Islam. Kesan saya tentang Islam, bahwa orang yang memeluk agama Islam adalah orang yang hidupnya bahagia. Orang Islam tidak seperti orang yang digambarkan oleh media massa Amerika. Saya menolak percaya apa yang digambarkan media massa AS tentang umat Islam yang begitu mencintai Allah. Dan karena latar belakang saya Yahudi, satu hal yang menyatukan saya dengan Islam adalah keyakinan bahwa Allah itu satu,” papar Leiman.
Pertemuan Pertama dengan Muslim
Meski tinggal di AS, Leiman mencari pekerjaan sampai di Inggris dan sempat tinggal beberapa waktu di Inggris untuk mencari peluang kerja. Leiman kembali ke AS karena tidak mendapatkan pekerjaan, tapi tetap rajin menulis lamaran kerja ke perusahaan-perusahaan di Inggris yang alamatnya ia dapatkan dari sebuah majalah yang diberikan sebuah agensi tenaga kerja di Inggris.
Usaha Leiman yang ahli dalam bidang program komputer ini membuahkan hasil. Ia diterima bekerja di perusahaan Logo Tech. Di perusahaan inilah ia bertemu dengan seorang Muslim untuk pertama kalinya. Nama Muslim itu Anis Karim yang juga supervisor di tempatnya bekerja.
Pada Karim, Leiman bertanya dimana ia bisa mendapatkan al-Quran dengan terjemahan. Tanpa disangka, beberapa hari kemudian, Karim memberikannya sebuah al-Quran. Karim juga meminta Leiman agar dalam keadaan bersih, paling tidak mandi dulu sebelum membaca al-Quran. “Tapi saya tidak pernah menunjukkan al-Quran itu pada orang lain, khawatir mereka menghina saya jika terlihat membaca al-Quran,” kata Leiman.
Setelah mendapatkan al-Quran dari Karim, keesokan harinya Leiman langsung membaca terjemahan al-Quran setelah ia mandi dan sarapan pagi. “Saya menemukan perintah “bacalah”, perintah Allah pada Malaikat Jibril untuk disampaikan pada Rasulullah Muhammad saw, meskipun Rasulullah tidak bisa membaca dan menulis,” tutur Leiman menceritakan pengalaman pertamanya membaca al-Quran.
Saat itu sekitar tahun 1990-an. Leiman merasakan ketertarikan yang luar biasa pada Islam meski ia baru membaca 10 halanam al-Quran. “Sulit menjelaskan dengan kata-kata. Saya baru membaca 10 halaman, pada titik itu, hati kecil saya berkata, inilah agama buat saya. Makin banyak saya baca, saya makin penasaran dan makin menyukai apa yang saya baca,” ujar Leiman.
Tapi pengetahuan Leiman baru sampai sebatas itu. Leiman belum tahu lebih detil tentang Islam bahkan tentang salat. Leiman cuma tahu orang Islam sujud ketika salat. Namun, tiap kali Karim mengajaknya pergi ke masjid di London, Leiman selalu ikut. Dari situ ia tahu bahwa umat Islam menunaikan salat lima waktu sehari semalam dan Leiman mulai mencoba salat pada malam hari sebelum ia tidur dan pada pagi hari, saat ia bangun.
Sayangnya, persahabat Leiman dan Karim berakhir karena ijin kerjanya di Inggris habis dan Leiman harus kembali ke AS.
Menjadi Seorang Muslim
Di AS, Leiman menganggur untuk beberapa tahun dan akhirnya ia pergi ke Huntsville, Alabama ke tempat ayahnya. Di kota inilah, Leiman menemukan kembali jejak Islam yang pernah ia pelajari ketika di Inggris.
Berawal dari rencananya berkunjung ke Indonesia bersama saudara perempuannya. Saudara perempuan Leiman memintanya membantu mencarikan perhiasan khas Islam yang akan diberikan pada sahabatnya di Indonesia. Leiman tidak tahu apakah di kotanya ada komunitas Muslim. Ia kemudian ingat ada sebuah toko bernama Crescent Import yang dikiranya dimiliki oleh Muslim, tapi ternyata bukan.
“Tapi Allah memberi petunjuk pada saya. Saya berbincang dengan pemilik toko dan ia memberitahu saya agar datang saja ke Huntsville Islamic Center jika ingin mencari perhiasan khas Islam,” imbuhnya.
Leiman mengaku bersyukur pada Tuhan yang telah mengarahkannya ke masjid. “Saya agak takut masuk ke tempat itu untuk bertemu imamnya karena buat saya masjid adalah tempat suci. Tapi tiba-tiba saya ingat pernah bertemua seorang perempuan berjilbab dan bertanya tentang Islam. Perempuan itu juga menyuruh saya ke tempat ini. Saat itulah saya punya keberanian masuk ke masjid,” tutur Leiman.
Ia berhasil menjumpai imam masjid, yang mengundangnya untuk ikut salat berjamaah. Inilah titik perubahan hidup Leiman. Ia mulai rutin datang ke masjid setiap seminggu sekali pada malam hari. Makin sering ia datang, makin kuat dorongan untuk ikut salat di masjid. Akhirnya, hampir tiap waktu salat Leiman menunaikan salatnya di masjid kecuali saat Ashar dan Magrib karena saat itu ia masih berada di kantor.
Bulan November 1996, Leiman baru secara terbuka mengucapkan dua kalimat syahadat dan resmi menjadi seorang Muslim. Sejak itu, ia selalu salat Dzuhur dan Ashar sendirian atau berjamaah dengan sesama Muslim lainnya di sebuha masjid kecil di dekat tempatnya bekerja.
“Saya dengan bangga membawa sejadah saat berjalan di lorong kantor, dan menjawab pertanyaan setiap orang yang bertanya apa yang saya bawa. Setiap orang bertanya, saya jawab bahwa saya adalah seorang Muslim dan yang saya bawa adalah sajadah untuk alas salat,” ujar Leiman bangga.
“Di meja kerja, saya juga menempelkan beberapa hiasan islami, termasuk di komputer saya yang selalu menggunakan gambar latar Ka’bah atau masjid,” sambungnya.
“Sekarang saya seorang Muslim, saya tidak mau kembali ke masa saya menjadi seorang non-Muslim!” tandas Leiman. (ln/readingislam/iol)