Sebagian besar para mualaf mengatakan, bagian tersulit adalah ketika mereka harus menjelaskan pada keluarga atau rekan kerja yang non-Muslim tentang puasa Ramadan, agar mereka menghormati keputusan para mualaf itu berpuasa.
“Keluarga saya tidak mengerti mengapa saya berpuasa. Mereka menyebut berpuasa sebagai tindakan yang bodoh dan itu melukai perasaan saya,” kata Penny, yang tetap berpuasa meski mendapat reaksi negatif dari keluarganya.
“Saya beriman pada Allah dan Allah memerintahkan berpuasa pada bulan Ramadan. Saya harus patuh pada Pencipta saya, tak peduli orang berkata apa. Semoga Allah membimbing mereka,” imbuh Penny.
Dalam situasi seperti itu, ketika para mualaf tidak mendapatkan dukungan dari keluarganya, yang berperan penting adalah komunitas Muslim di sekitar mereka. Jameelah mengaku, sebagai seorang muslim baru ia merasa nyaman karena perhatian dari teman-teman Muslimnya.
“Sejak saya menjadi seorang muslim, saya banyak mendapatkan undangan dari mereka,” kata Jameelah.
Hal serupa dialami Penny, yang sering diundang buka puasa bersama dengan komunitas-komunitas Muslim di lingkungannya. “Berbuka puasa bersama dengan mereka, membantu saya untuk mengatasi gap dengan keluarga saya. Saya menemukan sebuah keluarga besar, keluarga yang baik dan saling mendukung,” tukasnya.
Saat ini dipekirakan ada tujuh juta Muslim di Amerika dan setiap tahunnya ada sekitar 20.000 orang di AS yang masuk Islam. Subhanallah … (iol/Red)