Membesarkan anak-anak di negeri yang budayanya jauh dari nilai-nilai Islam memang cukup sulit. Seorang muslimah berkebangsaan jepang mengeluhkan sulitnya anak-anak mereka yang beranjak remaja untuk diajak ke masjid, padahal sewaktu kecil mereka di didik dan dikenalkan dengan Islam. Ditengah-tengah kecemasan masyarakat Jepang dengan rendahnya angka kelahiran, keluarga-keluarga muslim yang umumnya mempunyai banyak anak harus lebih berperan dalam mencetak generasi-generasi muslim yang tangguh. Namun itupun belum dikatakan memberikan harapan bagi dakwah Islam seandainya mereka tidak menjadi muslim yang taat.
Ini yang mendorong mesjid-mesjid di Tokyo untuk mengadakan program pembinaan sejak dini. Berkaitan dengan itu, Mesjid Otsuka, hari Sabtu lalu (28 februari 2009) mengadakan lomba hafalan Al Qur’an untuk anak-anak. Lomba ini diikuti kelas Al Quran dari Mesjid Hira dan juga diikuti secara telekonferens oleh Masjid Kuba di luar area Tokyo. Tidak kurang dari 30 anak dari kedua mesjid hadir. Mereka anak-anak keturunan Jepang, Indonesia, Pakistan, Bangladesh, dan lainnya.
Lomba dimulai dengan permainan "bismillah". Permainan ini bertujuan untuk menekankan kepada anak-anak akan pentingnya membaca bismillah sebelum melakukan segala kegiatan. Permainan ini dilakaukan oleh grup dengan dipimpin oleh pembawa acara. Lalu pembawa acara akan memberikan perintah-perintah sederhana agar diikuti, misalnya angkat tangan kiri, angkat tangan kanan, duduk, berdiri, dan sebagainya. Secara acak, pembawa acara akan menyebutkan perintah-perintah tersebut, ada yang diawali dengan diawali kalimat bismillah ada juga yang tidak. Sedangkan peserta harus mengikuti perintah yang diawali dengan bismillah. Misalnya "bismillah angkat tangan kanan", diikuti peserta, "(tanpa bismillah) sekarang angkat tangan kiri", jika ada peserta yang mengikuti instruksi yang kedua, dia didiskualifikasi dan keluar dari grup. Permainan ini cukup menyenangkan, anak-anak tertawa-tawa dengan riang, sedangkan orang tua mereka juga tersenyum-senyum menyaksikan kelucuan anak-anak mereka.
Lomba yang cukup menyorot perhatian adalah lomba hafalan Qur’an. Di lomba ini anak-anak dari ketiga mesjid secara bergantian
mendemonstrasikan hafalan Qur’an yang mereka kuasai. Setiap seorang anak maju, audiens akan diberitahu berapa banyak yang sudah dihafal oleh anak ini. Ada yang beberapa surat, bahkan ada yang sampai empat juz. Setiap selesai seorang anak melafazkan ayat-ayat Al Quran, audiens akan berucap "masya Allah" karena kagumnya. Ada seorang anak yang bahkan mendemonstrasikan hafalan surat Yasin dan Ar Rahman.
Haroon Qureshi, aktivis mesjid Otsuka mengatakan bahwa kelas Al Quran di mesjid itu bisa diikuti sejak anak berumur 4 tahun. Mesjid ini juga membuka kelas hafiz yang bisa diikuti setiap malam. Ustadz yang mengajar pun seorag hafiz Al Qur’an. Selain itu mesjid ini setiap dua bulan mendatangkan ustadz-ustadz lain dari berbagai negara untuk mengajar di Jepang setiap dua bulan.
Pada umumnya mereka berinteraksi dengan anak-anak Jepang lainnya di sekolah umum, sehingga kemampuan bahasa Jepang mereka layaknya warga asli Jepang. Karena itu, kegiatan ini selalu menggunakan bahasa Jepang.
Salah satu lomba yang juga tidak kalah menarik adalah lomba presentasi. Lima orang anak maju untuk memberikan presentasi mengenai materi-materi dasar ke Islam an. Masing-masing menggunakan slide yang ditulis dalam bahasa Jepang. Secara fasih, mereka mengenalkan logika-logika yang menantang orang untuk memikirkan tentang Islam. Salah seorang anak misalnya, dengan gaya retorikanya bertanya kepada audiens, "Mengapa Tuhan itu satu? Mengapa tidak dua. Bayangkan kalau tuhan ada dua, pasti jadi kacau ya. Coba pikirkan kalau dalam satu perusahaan ada dua presiden. Presiden mana yang akan kita ikuti?". Tak henti-hentinya audiens mengucap "masya Allah" dan "Subhanallah" melihat anak-anak mereka yang cerdas. Tidak kalah meriah, lantunan nasyid yang mereka nyanyikan bersama tentang kalimat La ilaaha ilallah dan bismillah. Di satu sisi mereka anak-anak biasa yang selalu riang, bermain, tertawa-tawa dan tidak jarang membuat gaduh mesjid, tapi di sisi lain, mereka adalah kader yang akan mengemban tugas dakwah beberapa tahun ke depan di masyarakat Jepang.
Di penutupan acara, seorang ustadz di mesjid Hira berkata kepada audiens, "Lihatlah mereka, anak-anak kita, mereka menghafal Al Quran, mereka juga saling berkomunikasi dengan bahasa Jepang. Dalam bahasa ini pula mereka akan menyampaikan pesan-pesan dakwah Islam". Ustadz ini juga menekankan pentingnya peran orangtua dalam mendidik anak-anak mereka.
Juga agar orangtua mereka juga tidak mengabaikan Al Quran. Memang kehidupan di pusat kota Tokyo adalah kehidupan yang sangat sibuk, sehingga tak jarang orang tua hanya mempercayakan pendidikan kepada lembaga-lembaga sekolah, tempat penitipan anak dan kelas-kelas Al Quran.
====
Ardiansyah, (Universitas Tokyo, Sekretaris Bidang Public Relation MSAJ/Muslim Student Association in Japan)