Ustadz Fariq menjelaskan, Ryo bercerita bahwa pada awalnya ia tidak suka mendengarkan nasihat-nasihat yang diucapkan kakaknya. Tapi, dengan maksud menghormati sang kakak, Ryo mendengarkan.
Ya, seperti masuk kuping kanan keluar kuping kiri, nasihat yang disampaikan kakak Ryo ‘lewat’ begitu saja. Kondisi ini dia dapati selama enam bulan lamanya dan Ryo belum tertarik masuk Islam.
Titik terang mulai terlihat
Suatu hari, hati Ryo merasa kagum kepada kakaknya yang mampu meninggalkan berbagai kebiasaan buruk. Ryo pun memberanikan diri untuk bertanya apa resepnya? Si kakak pun menjawab, “Salat resepnya. Sesungguhnya salat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar.”
Mendengar jawaban itu, Ryo berkomentar dalam hati, “Sesungguhnya agama (Islam) yang dapat mengubah sifat dan kebiasaan buruk kakak pasti merupakan agama yang agung.”
Kakak Ryo berkata lagi kepada adiknya bahwa jika seseorang salat dengan ikhlas, tuma’ninah, khusyu, dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW maka Allah SWT akan menolongnya dan memberinya kemampuan untuk meninggalkan segala kebiasaan buruk.
Nasehat kakak Ryo tentang manfaat salat sangat membekas di hati Ryo, tapi Ryo belum mau masuk Islam. Ada pertentangan di batinnya antara mengikuti panggilan fitrah untuk menjadi hamba Allah SWT atau mengikuti keinginan hawa nafsu. Ryo masih belum bisa meninggalkan berbagai kebiasaan buruknya selama ini.
Sampai suatu hari Ryo dipukul pemuda dari geng lain, karena kejadian itu Ryo sempat jatuh pingsan. Keesokan harinya, kakaknya yang sangat sayang kepada Ryo mengajaknya masuk kamar di rumah orangtuanya.
Kakak Ryo memperlihatkan dirinya salat. Melihat itu, Ryo kagum kepada kakaknya yang terlihat khusyu membaca doa berbahasa Arab. Kakak Ryo masih terus tidak berputus asa mengajak adiknya untuk memeluk agama Islam.