Saat kepemimpinan Sultan Alauddin Riayat Syah Al Kahar, Kesultanan Aceh berambisi untuk memperluas kekuasaan dan meningkatkan perekonomiannya sekaligus menguasai Selat Malaka yang saat itu menjadi jalur perdagangan rempah-rempah internasional.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Kesultanan Aceh harus menaklukan Kesultanan Johor dan Portugis sebelum menguasai Selat Malaka. Kesultanan Aceh lantas mengirimkan seorang utusan ke Turki untuk meminta bantuan militer berupa armada laut dan meriam untuk menghadapi Portugis.
Akhirnya, permohonan tersebut dikabulkan oleh Sultan Suleiman I, pemimpin Kesultanan Utsman.
Sejak saat itu, hubungan antara Aceh dan Turki berlanjut intensif. Berbagai bantuan dikerahkan oleh Kesultanan Utsmani untuk Aceh dalam menghadapi Portugis. Hingga kini, setiap tanggal 10 Agustus diperingati sebagai hari bersejarah hubungan Kesultanan Aceh dengan Turki Usmani.
Melansir dari Antara, Wakil ketua Majelis Adat Aceh (MAA), A Rahman Kaoy mengatakan hubungan Aceh dengan Turki di masa lalu sangat dekat. Turki tidak hanya membantu Aceh, namun juga mengirim pangeran Turki, yaitu Amir Ghazi untuk menikah dengan adik Sultan Iskandar Muda.
“Turki membantu Aceh di segala bidang, seni pahat, keilmuan, benteng-benteng militer dan persenjataan,” kata A Rahman.
Hal itulah yang membuat Edanur tertarik untuk mempelajari lebih jauh tentang sejarah Aceh dengan Turki. Edanur juga bercerita, selama ini ia mendapat banyak pengetahuan tentang Indonesia dari 140 siswa yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Turki, Bursa, Ankara, Istanbul dan beberapa kota lainnya yang ia temui.
Tak hanya sejarah, Edanur juga mengikuti perkembangan peristiwa-peristiwa yang terjadi di Indonesia. Satu di antaranya, aksi 212 yang digelar pada 2 Desember 2017 lalu.
“Meski saya tidak bergabung dalam aksi 212, namun saya mendukung teman-teman muslim di Indonesia,” kata Edanur.
Beberapa waktu lalu Edanur juga menyempatkan diri melihat tarian khas Aceh bernama Likok Pul oleh sejumlah mahasiswa dari Indonesia dengan membawa bendera Indonesia dan Turki di Pusat Kebudayaan Kongres Atatürk.
Tari Likok Pulo merupakan tarian tradisional dari Aceh yang berarti ‘Tari Pulau’. Tarian tersebut diciptakan oleh seorang ulama dari Arab pada tahun 1849. Tarian ini dilakukan setelah memanen padi dan dilangsungkan pada malam hari.
Dalam beberapa unggahan fotonya di Instagram, Edanur terlihat akrab dengan anak-anak muda asal Indonesia beberapa di antaranya ialah Muzambil Hasballah, hafidz quran alumni ITB.
Kini, Edanur berharap suatu hari nanti ia bisa berkunjung dan menuntut ilmu di Indonesia terutama di Aceh.
“Aku berharap bisa melanjutkan kuliah di Aceh setelah ini, belajar sejarah dan menjadi seorang guru,” lanjut Edanur.(kk/kumparan)