Eramuslim.com – “I fear the day when the disbelievers are proud of their falsehood, and the Muslims are shy of their faith.”— Umar Ibn Al Khattāb R.A
“Aku khawatir datangnya hari dimana kaum kafir bangga dengan kebatilan, sedangkan kaum Muslimin malu dengan keimanan mereka.” – Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu
——-
Warga Muslim Perancis yang bekerja di bandara Charles de Gaulle belakangan ini banyak yang menghindari musholla di bandara itu. Mereka tidak ingin diselidiki oleh polisi karena dicurigai sebagai teroris.
Kondisi ini terjadi sejak terbit buku berjudul Les Mosquees De Roissy yang ditulis oleh Phillippe de Villiers, tokoh sayap kiri dari partai Movement for France juga mencalonkan diri sebagai presiden Perancis dalam pemilu mendatang. Dalam bukunya itu, Villiers menulis bahwa pegawai di bandara Charles de Gaulle sudah disusupi oleh orang-orang Islam yang radikal. Villiers memang dikenal sebagai tokoh yang anti Islam, ia juga yang menggulirkan isu agar Perancis berhati-hati terhadap ‘Islamisasi’ Perancis sebagai tema kampanyenya nanti.
“Saat ini, agak sedikit aneh melihat seorang pegawai yang Muslim, enggan masuk ke musholla sejak terbitnya buku itu,” kata seorang pegawai seperti dikutip dari Islamonline.
“Saya sekarang lebih senang sholat di rumah daripada dicap sebagai teroris. Anda sekarang adalah teroris sampai terbukti tidak bersalah,” kata Ayman, seorang pegawai di bandara sambil tersenyum getir melihat ruang musholla yang kosong.
Buku dan pernyataan-pernyataan anti Islam yang dilontarkan oleh Villiers memicu reaksi keras dari warga Muslim di Perancis.
“Ini sangat mengkhawatirkan dan membahayakan, melakukan stigmatisasi terhadap semua pegawai bandara yang Muslim sebagai teroris tanpa alasan apapun, tapi hanya karena mereka seorang Muslim,” kata Ammar Al-Asfar dari Dewan Agama Islam Perancis.
“Warga Muslim benar-benar dalam posisi yang serba salah. Ketika mereka memilih untuk bekerja di sejumlah tempat-tempat penting, mereka dituding membuat rencana jahat. Tapi ketika mereka menganggur, mereka dikritik sebagai pemalas, sembrono dan acuh tak acuh,” sambung Al-Asfar.
Meski demikian, Asfar menghimbau warga Muslim di Perancis untuk menanggapi tudingan-tudingan itu dengan bijak dan tidak mudah terpancing. Dewan Agama Islam Perancis juga sudah meminta para intelektual dan politisi di Perancis untuk mengutuk pernyataan-pernyataan Villiers yang bernuansa rasis. Dewan itu juga mendapat dukungan untuk menggugat Villiers lewat jalur hukum.
Sekjen Dewan Imam Perancis, Daw Meskine menilai pernyataan-pernyataan anti Islam yang dilontarkan oleh Villiers hanya sebuah manuver politik. “Ketika tidak program-program politik yang ril, Islamophobia menjadi isu yang dipilih untuk memenangkan banyak suara dalam pemilu,” ujar Meskine.
Jumlah warga Muslim di Perancis, saat ini mencapai lebih dari 6 juta orang atau sekitar 10 persen dari total populasi negeri itu. Kebanyakan mereka berasal dari Aljazair. Dari jumlah 6 juta tersebut, 1,8 juta di antaranya adalah pemilih potensial dalam pemilu.
Para intelektual di Perancis menilai keberadaan organisasi Muslim di negeri itu sudah membuat langkah besar dan secara positif telah ikut berperan dalam kampanye anti rasis.
Di Perancis, banyak warga Muslim yang terpaksa mengganti nama mereka yang berasal dari bahasa Arab dengan nama Eropa. Bahkan banyak di antara mereka yang harus menyembunyikan asal-usul mereka agar tidak diperlakukan diskriminatif dan dicurigai polisi. (iol/L/Dz)