Syahdan, saat itu, Rio, si bungsu yang sangat mereka sayangi jatuh sakit. Panas suhu badan yang tak kunjung reda, membuat mereka segera melarikan Rio ke salah satu rumah sakit Kristen terkenal di wilayah utara Bandung.
Di rumah sakit, usai dilakukan diagnosa, dokter yang menangani saat itu mengatakan bahwa Rio mengalami kelelahan. Akan tetapi Agnes masih saja gelisah dan takut dengan kondisi anak kesayangannya yang tak kunjung membaik.
Saat dipindahkan ke ruangan ICU, Rio yang masih terkulai lemah, meminta Martono, sang ayah untuk memanggil ibundanya yang tengah berada di luar ruangan.
Martono pun keluar ruangan untuk memberitahu Agnes ihwal permintaan putra bungsunya itu. Namun, Agnes tak mau masuk ke dalam.
Ia hanya mengatakan pada Martono, ”Saya sudah tahu.” Itu saja. Martono heran.
Ia pun kembali masuk ke ruangan dengan rasa penasaran yang masih menggelayut dalam benak.
Di dalam, Rio berucap, “Tapi udahlah, Papah aja, tidak apa-apa. Pah hidup ini hanya 1 centi. Di sana nggak ada batasnya.”
Sontak, rasa takjub menyergap Martono. Ucapan bocah mungil buah hatinya yang tengah terbaring lemah itu sungguh mengejutkan. Nasehat kebaikan keluar dari mulutnya seperti orang dewasa yang mengerti agama.
Hingga sore menjelang, Rio kembali berujar, “Pah, Rio mau pulang!”
“Ya, kalau sudah sembuh nanti, kamu boleh pulang sama Papa dan Mama,” jawab Martono.
“Ngga, saya mau pulang sekarang. Papah, Mamah, Rio tunggu di pintu surga!” begitu, ucap Rio, setengah memaksa.