Seorang ‘Muslim’ Amerika telah ditahan di lembaga pemasyarakatan yang tidak manusiawi di Bangkok selama sepuluh hari setelah ia ditolak penerbangan ke tanah airnya di Southern California, pejabat AS membantah memberikan penjelasan atas penahanan seorang Muslim tersebut.
“Mereka memperlakukan saya seperti binatang,” kata Rehan Motiwala, seorang mahasiswa kedokteran 29 tahun dari Pomona, California Selatan, Los Angeles Times pada hari Sabtu, 29 Juni.
Mengacu pada hari penahanannya di bandara Bangkok, Motiwala mengatakan ia harus tidur selama 10 malam di kasur tipis , di ruang tahanan berjendela yang disediakan untuk orang orang yang akan dideportasi.
Mahasiswa Amerika, yang orang tuanya berasal dari Pakistan, mengambil cuti dari sekolah kedokteran tahun lalu dan melakukan perjalanan ke Pakistan untuk mengunjungi kerabat.
Kemudian, ia pergi ke Indonesia untuk berdakwah dengan kelompok Jamaah Tabligh, secara luas dianggap jamaah yang damai dan menghindari aktifitas politik.
“Kami meminta orang untuk datang sholat jamaah di masjid, berbicara tentang kebesaran Allah, duduk di pertemuan dan mendengarkan doa-doa.” Motiwala , aktifis jamaah tablig itu mengatakan.
Setelah menghabiskan enam minggu dengan para da’i di Indonesia, Motiwala memutuskan untuk kembali ke Amerika Serikat pada awal Juni, berharap untuk berada di rumah pada waktunya untuk peringati hari ayah dan untuk melanjutkan studinya di Texas Tech.
Permasalahan dimulai pada tanggal 13 Juni ketika ia mencoba untuk melakukan perjalanan dari Jakarta, Indonesia, ke Los Angeles.
Di bandara Bangkok , staf maskapai penerbangan di Bangkok menolak untuk mengeluarkan dia boarding pass untuk penerbangan connectingnya, petugas itu tidak memberikan penjelasan.
Setelah tertidur di bangku-bangku dan berkeliaran di terminal bandara hingga empat malam tanpa penjelasan , Motiwala diberitahu bahwa seorang pejabat Departemen Kehakiman telah tiba dari Amerika Serikat untuk menginterogasinya.
Ia menolak untuk menjawab pertanyaan tanpa didampingi pengacara, lalu pejabat AS tersebut meninggalkan dia dalam tahanan pihak berwenang Thailand.
Menurut pengacara Motiwala, para pejabat AS tersebut berusaha untuk menggertak dia, salah satu dari mereka mengatakan kepadanya bahwa kembali ke AS adalah sebuah keistimewaan, dan bukan hak. Dan para pejabat AS itu dengan sinis menyarankan silahkan saja pergi ke Afghanistan sebagai gantinya.
Setelah meninggalkan, atase hukum AS itu mengatakan kepada pihak berwenang Thailand: “Kami tidak peduli apa yang terjadi dengannya dan apapun yang Anda inginkan padanya..”
“Tanggung jawab pemerintah AS –lah untuk memfasilitasi kembalinya orang ini,” kata Fatima Dadabhoy, seorang pengacara dari Dewan Hubungan Amerika-Islam di Los Angeles, yang mewakili Motiwala.
“Apakah ia berada dalam list atau tidak di daftar larangan terbang, mereka harus bisa pulang.”
Perjalanan mimpi buruk Motiwala akhirnya berakhir Jumat pagi ketika ia diberikan izin untuk terbang dari Bangkok.
Sesampai di Los Angeles, Petugas Pabean dan Perlindungan Perbatasan AS kembali menahannya untuk diinterogasi selama lebih dari tiga jam, menyita laptop, hard disk eksternal, flash drive, kartu SIM dan data data lainnya.
Pada bulan Mei lalu , lima belas Muslim Amerika, termasuk empat veteran militer, menggugat pemerintah federal atas ditempatkan pada daftar “larangan terbang” tanpa alasan yang jelas
Sebelumnya pada 2011, sebuah keluarga Muslim Amerika ditendang dari penerbangan JetBlue karena anak mereka yang hanya berumur 18 bulan sudah ditandai sebagai larangan terbang karena diduga Teroris.
Pada tahun 2009, sembilan anggota keluarga Muslim telah ditolak terbang dari AirTran Airways penerbangan domestik ke Orlando, Florida, hanya karena mereka bercakap-cakap tentang dimana kursi mereka di pesawat. (OI.net/Dz)