Perjalanan menuju Islam adalah perjalanan yang cukup panjang bagi Fred, seorang Muslim Amerika. Ia pernah mempelajari berbagai keyakinan, mulai dari Yudaisme, Kristen sampai akhirnya ia menjadi seorang atheis, karena agama-agama yang ia pelajari tidak memuaskan hatinya.
Agama-agama itu tidak menjawab keinginannya sebagai agama yang ia anggap cukup masuk akal, agama yang menjelaskan seluruh aspek kehidupan, agama yang mengajarkan kepekaan. Agama-agama yang ia pelajari, Yudaisme dan Kristen saling tuding bahwa agama lain di luar agama itu, salah.
Suatu hari, ketika Fred berkunjung ke perpustakaan umum di Columbus, Ohio secara tak sengaja ia melihat sebuah buku bertuliskan ‘The Holy Qur’an’. “Saya tidak tahu menahu tentang Qur’an, saya bahkan cuma tahu sedikit tentang Islam-saya tahu pasti, Islam adalah agama yang mengajarkan kekerasan dan terorisme,” aku Fred pada situs WhyIslam.
Tapi Fred tetap membaca-baca ‘buku’ itu dan ia merasa bahasa dalam ‘buku’ tersebut ketinggalan zaman dan sulit dipahami. “Butuh belajar untuk memahaminya. Oleh sebab itu saya membeli al-Qu’an di sebuah toko buku dan mulai mempelajari ‘buku’ yang aneh itu,” ujar Fred.
Membaca al-Quran, membuat Fred terkjut sekaligus makin tertarik untuk untuk mempelajarinya. Terkejut, karena di dalam ‘buku’ tersebut terdapat 114 surat yang menurut Fred tidak ada yang baru. Surat-surat itu, ujar Fred, merupakan pernyataan kembali dan penyederhanaan dari isi Kitab Perjanjian Lama dan Kita Perjanjian Baru.
“Buku ini, al-Quran, adalah penyaringan bagian-bagian yang penting dari kedua kitab perjanjian itu,” kata Fred.
Dan yang membuat Fred makin tertarik dengan al-Qur’an, antara lain ayat-ayat yang menceritakan tentang penciptaan dunia oleh Allah swt dan kasih sayangNya pada umat manusia.
Al-Qur’an membuat Fred ingin tahu lebih banyak tentang agama Islam. Ia tercengang saat mengetahui bahwa di AS ada sekitar tujuh sampai sepuluh juta Muslim. Dan ia makin tercengang bahwa Muslim di AS, laki-laki dan perempuan adalah orang-orang bisa seperti dirinya. Bukan orang-orang teroris, suka memukul perempuan dan tidak toleran terhadap cara pandang orang lain, seperti yang ia dengar selama ini.
Pekerjaan Fred membuatnya sering bepergian. Dalam setiap perjalanannya, Fred terus belajar tentang Islam. Ia berkunjung ke masjid-masjid di Columbus, Ohio, berdialog dengan tokoh-tokoh Islam di Sacramento, California, mengunjungi festival-festival Islam di Portland, Oregon atau makan bersama dengan Muslim di Tucson, Arizona.
“Saya menemukan bahwa komunitas Muslim adalah komunitas yang hangat, perhatian dan mau berbagi apapun yang mereka punya dengan saya, tanpa melontarkan pertanyaan-pertanyaan,” tukas Fred.
Dua tahun kemudian, Fred merasa Islam-lah agama yang tepat untuknya. Ia pun mulai mencari informasi tentang syarat-syarat menjadi seorang Muslim. Dan syaratnya bagi Fred ternyata cukup mudah.
“Saya cuma diminta untuk mengucapkan bahwa ‘Tiada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah,” cerita Fred mengenang kembali awal ia menjadi seorang Muslim.
Fred belajar salat dengan beberapa Muslim. Dari sana ia tahu, salat lima waktu sehari merupakan kesempatan bagi setiap Muslim untuk meninggalkan sejenak urusan dunia dan meluangkan waktu untuk berdialog langsung dengan Allah swt.
Fred juga belajar bahwa terorisme ada di mana saja, baik agama atau kelompok politik. Di Irlandia Utara, ada kelompok Kristen Protestan dan Katolik yang mengatasnamakan agama untuk melakukan tindak kekerasan, di AS ada kelompok-kelompok kulit putih yang melakukan tindakan sama atas nama supremasi kulit putih dan ada kelompok Kristen ultrakonservatif, di Afrika Selatan ada kelompok kulit putih yang menerapkan apartheid, dan masih banyak lagi kelompok lainnya.
Terkait perempuan, Fred mengakui bahwa al-Qur’an dengan jelas mengatakan bahwa di mata Allah swt tidak ada perbedaan gender. Jika pun masih ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan di beberapa negara Muslim, itu tidak lebih hanya pengaruh budaya dan bukan ajaran Islam.
Tentang Yesus, Fred mengatakan bahwa banyak non-Muslim yang kagum dengan al-Qur’an karena al-Qur’an berbicara tentang Yesus dan Maryam dengan sangat hormat. Tapi Islam hanya mengakui Yesus sebagai salah seorang Nabi yang diberi mukjizat oleh Allah swt, Islam tidak memandang Yesus sebagai Tuhan.
“Intinya, Islam adalah perluasan dari Yudaisme dan Kristen, Islam menghormati penganut kedua keyakinan itu. Qur’an mempertegas apa yang disinggung dalam kitab perjanjian lama dan baru serta Injil, tapi dilengkapi dengan bukti-bukti yang kuat. Qur’an berisi hal-hal yang konsisten,” papar Fred. (red/whyislam)