Sudah hampir 10 tahun Fatimah Edoh menjadi seorang muslimah, tapi ia tidak pernah melupakan perjalanannya menemukan cahaya Islam. Sebuah perjalanan yang berat dan penuh tantangan, bukan hanya karena ia seorang aktivis gereja, tapi ia juga isteri seorang pastor.
Tapi Allah Swt telah menganugerahkan hidayah Islam padanya. Bukan hanya dirinya yang masuk Islam, Fatimah juga membuat salah seorang saudara perempuannya tertarik dengan agama Islam, dan akhirnya juga mengucapkan syahadat.
Fatimah masih ingat, tanggal 12 April 2001, untuk pertama kalinya ia berwudu. Setelah itu mengucapkan dua kalimah syahadat yang menandakan dirinya resmi menerima Islam sebagai agamanya.
Sebelum memeluk Islam, Fatimah adalah aktivis gereja Deeper Life Church di kota Abuja, ibukota Nigeria, sebuah negara di bagian barat Afrika. Fatimah menikah dengan seorang pastor gerejanya dan dianugerahi empat anak.
“Kehidupan kami baik-baik saja. Saya tidak pernah punya persoalan dengan suami atau mendapat perlakuan yang buruk. Kami keluarga yang harmonis,” ungkap Fatima tentang kehidupan keluarganya.
Ia bercerita, suatu malam di bulan April, ia bermimpi mendengar suara azan, panggilan bagi umat Islam untuk salat. Keesokan harinya, ia menceritakan tentang mimpinya itu pada sahabatnya, seorang perempuan tua muslim. Sahabatnya mengatakan, bahwa mimpinya itu merupakan panggilan bagi Fatima untuk menjadi seorang muslim. Tapi Fatima menyangkal perkataan temannya itu.
Lalu, untuk kedua kalinya, Fatima bermimpi lagi mendengar suara azan. Mimpinya itu membuatnya merenung, hingga ia membulatkan tekad untuk meninggalkan agamanya dan memeluk Islam. Pada bulan April itu juga Fatima mengucapkan syahadat tanpa sepengetahuan suami dan kerabatnya.
Proses Fatima menjadi seorang muslim, mulai dari mimpi mendengar suara azan sampai ia memutuskan bersyahadat memang sangat singkat. Tak heran jika keluarganya kaget dan menunjukkan sikap tidak senang ketika mendengar ia sudah masuk Islam.
“Itu merupakan kabar buruk buat keluarga, kerabat, teman-teman, jamaah gereja dan suami saya. Bahkan anak perempuan saya yang bekerja sebagai perawat, berpikir bahwa saya sudah gila, ketika diberitahu tentang keislaman saya. Ia mengancam akan mengemasi barang-barangnya dan pergi dari rumah. Ia meninggalkan saya,” tutur Fatimah mengenang saat pertama kali ia mengabarkan keislamannya.
Bukan cuma itu, Fatima sempat menjadi korban “ilmu hitam” yang dilakukan orang-orang yang tidak senang ia masuk Islam.
“Saya terlibat pertengkaran dengan beberapa anggota jamaah gereja. Mereka mengatakan bahwa saya sudah mengambil jalan berbahaya karena masuk Islam. Mereka berupaya mengubah keputusan saya. Ketika bujukan tidak berhasil, mereka menggunakan sihir dan kekuatan gaib,” ungkap Fatima.
“Tiba-tiba saja saya jatuh sakit. Perut saya membesar seperti orang hamil. Tapi, ketika dibawa ke rumah sakit, semua dokter tidak bisa mendiagnosa penyakit saya. Seseorang bilang, ini bukan persoalan medis,” sambung Fatima.
Fatima lalu dibawa ke seorang pemuka muslim, meminta bantuan untuk melepaskan sihir yang dikirim ke tubuhnya. Ulama itu mendoakan Fatima dan mengatakan bahwa ia akan muntah-muntah sepanjang malam. “Memang benar, saya muntah-muntah. Tapi pagi harinya, saya merasa sehat dan kuat kembali. Sungguh, ini sebauh pengalaman yang luar biasa,” tukas Fatima.
Jamaah gereja tempat dulu Fatima menjadi anggotanya, terkejut melihat Fatima sudah sehat dan perutnya sudah normal kembali. Tapi “teror” terhadap Fatima belum berhenti.
“Selama beberapa waktu kemudian, pengalaman mengerikan terjadi lagi. Saya mulai sering mengalami mimpi buruk, melihat sosok orang-orang yang mengeluarkan darah dari mulutnya. Di masa-masa sulit itu, saudara-saudara saya seiman (muslim), lelaki dan perempuan membantu saya dengan melakukan doa bersama, dan akhirnya saya bisa melewati ‘teror’ itu semua,” ujar Fatima.
Persoalan demi persoalan Fatima hadapi. Baginya, yang paling berat adalah ketika ayah dan mertuanya tidak mau mengakuinya lagi. “Keluarga saya bilang, saya sudah membuat malu mereka karena memutuskan masuk Islam. Mereka membujuk saya agar mau kembali memeluk agama Kristen, dengan berbagai cara. Mereka juga mencoba menggoyahkan keislamannya saya, ketika terjadi serangan teroris 11 September 2001 di AS,” kata Fatima.
“Saya agak marah ketika itu. Saya katakan pada mereka, tidak ada bukti bahwa yang mendalangi serangan itu adalah orang Islam dengan alasan agamanya. Kalau kalian mengenal Muslim dengan baik, kalian akan setuju dengan apa yang saya katakan. Muslim adalah orang-orang yang mencintai perdamaian,” tandasnya.
Fatima mengungkapkan, di masa-masa sulit setelah memeluk Islam, ia banyak menerima uluran tangan dari sesama muslim, baik materil mau nonmateril. Tapi perjuangan Fatima untuk tetap mempertahankan keislamannya. Ia bertambah bahagia ketika mendengar menantu lelakinya juga masuk Islam. Meski orang-orang bertambah sinis padanya.
“Mereka mengatakan bahwa keislaman saya sudah mempengaruhi banyak orang. Mereka juga mengancam agar saya berhati-hati. Tapi saya menjawab bahwa saya sudah membuat banyak orang masuk Kristen, sebelum menjadi seorang muslim. Sekarang saya bukan seorang Kristiani lagi, jadi mengapa kalian sangat mengkhawatirkan hal itu?” Fatima menirukan ucapannya ketika itu.
Selama beberapa waktu, Fatima selalu mengunci pintu rumahnya saat malam hari karena takut menjadi sasaran serangan secara fisik dari orang-orang yang tidak suka dengan keislamannya. Lama kelamaan, Fatima menyadari tidak ada yang perlu ditakutkan. “Surga terbuka bagi mereka yang meninggal di jalan Allah,” tukasnya. (ln/SP)