Bercermin pada kesuksesan penylenggaraan workshop berbahasa Jepang di awal Februari 2010; Masjid Fukuoka kembali menggelar acara serupa pada pertengahan Mei yang baru lalu. Target peserta relatif lebih luas dan beragam dibanding dengan peserta workshop terdahulu.
Peserta yang hadir berkisar antara 60-70 orang dan salah satu diantaranya adalah seorang mahasiswa berkebangsaan Inggris. Mereka terdiri dari para profesional dari salah satu universitas ternama di Kyushu (Kyudai), wartawan, mahasiswa, dan ibu rumah tangga.
Alasan mereka mengikuti acara workshop pun sungguh beragam. Ada yang datang karena sekedar ingin tahu dan mengenal islam, diajak teman, diundang kawan muslim maupun mereka yang datang karena tertarik dengan Islam.
Untuk alasan yang terakhir, acara workshop tersebut terasa bagai sebuah kesempatan dan jalan untuk menjawab segala pertanyaan terpendam tentang Islam yang telah lama mereka simpan.
Acara dimulai jam 15.40 waktu setempat. Pemandu acara kelihatan jauh lebih professional dan lihai karena ini adalah kesempatan keduanya. Disamping itu, kebetulan juga dia baru saja kembali dari belajar di Malaysia; dalam rangka program studi Keislaman untuk mualaf.
Acara dimulai dengan pembacaan Al-Qur’an oleh mualaf Jepang. Dilanjutkan dengan 2 presentasi oleh muslim Jepang. Presentasi pertama mengambil tema dasar-dasar Islam dan imej tentang Islam yang berkembang di masyarakat Jepang. Presentasi kedua menyajikan sejarah singkat berdirinya Masjid Fukuoka ditambah sedikit ulasan dan contoh tentang praktek keseharian dalam Islam seperti yang telah dismpaikan poin-poinnya dalam presentasi pertama.
Azan ashr berkumandang tepat setelah presentasi kedua. Untuk itu, pemandu pria membawa peserta pria ke ruang sholat di lantai satu; sedangkan peserta putri segera diarahkan menuju ruang sholat di lantai dua.
Peragaan Busana Muslimah di Lantai Dua
Ada jeda sekitar 15-20 menit antara azan dan iqamat. Kami menggunakan waktu tersebut untuk memperkenalkan berbagai macam busana muslmah dari berbagai negara. Pemandu acara dengan trampilnya memperkenalkan dan menerangkan tentang jenis-jenis busana muslimah yang ada.
Dari situ para peserta makin paham bahwa ternyata memakai busana muslimah tidaklah sepanas dan sesulit yang mereka bayangkan selama ini. Kebetulan hijab dan busana muslimah yang dipamerkan pun terbuat dari beragam material yang sesuai untuk beberapa musim yang berbeda.
Tak lupa kami juga memberi kesempatan kepada para peserta yang berminat untuk mencoba busana muslimah yang kami pajang. Alhamdulillah, respon peserta terlihat sangat bagus. Hal itu dapat dilihat dari adanya peserta yang mencoba lebih dari satu baju muslimah; dan selalu minta diabadikan dalam kamera yang dibawanya.
Ada juga gadis cilik yang datang bersama ibunya dan mencoba memakai hijab. Namun, berhubung kami tidak menyediakan busana muslimah untuk anak-anak, jadilah gadis cilik itu memakai baju kurung bagian atas saja yang terlihat jadi seperti abaya panjang untuk ukuran tubuh mungilnya.
***
Hal itu menjadi sebuah catatan bagi kami, agar untuk acara serupa kedepannya, kami juga menyiapkan busana muslimah anak-anak. Suasana di sesi itu benar-benar mirip peragaan busana muslimah dengan peraga busana peserta workshop itu sendiri. Acara peragaan busana muslimah ditutup saat iqamat berkumandang.
Sholat
Segera setelah iqamat dilantunkan, kami melaksanakan sholat ashr berjamaah dengan disaksikan oleh para peserta workshop yang duduk berbaris rapi di belakang kami. Seperti halnya workshop di tahun lalu, momen sholat berjamaah selalu menimbulkan kesan tersendiri baik di hati saya maupun sebagian besar peserta. Setidanya itulah yang saya lihat dari pancaran ekspresi wajah mereka.
Seorang peserta nampak tidak sabar untuk menanyakan tentang aktifitas sholat berjamaah yang baru saja kami laksanakan lengkap dengan gerakan sholatnya. Kemudian salah seorang peserta dengan hati-hati menimpali bahwa ada gerakan sholat yang sepertinya tidak persis sama dengan gerakan sholat yang pernah dilihatnya di suatu kesempatan.
Dengan manisnya pemandu acara menjelaskan bahwa meskipun mungkin ada sedikit variasi dalam praktek gerakan sholat karena perbedaan penafsiran, latar belakang dan tingkat pemahaman, tapi sebenarnya sumbernya adalah satu. Dan idealnya kita melaksanakan gerakan yang sama. Dia menambahkan bahwa bacaan wajib sholat yang dibacapun sama untuk siapa saja dan dimana saja, yaitu dalam bahasa Arab.
Pemandu melanjutkan lagi bahwa faktor kesamaan tersebut juga melahirkan banyak nuansa kebersamaan diantara sesama pemeluk Islam. Salah satu contohnya adalah panggilan persaudaraan yang kami miliki. Kami biasa menyebut “Sister” untuk semua muslimah yang kami temui dan “Brother” untuk semua muslim tanpa membedakan asal usul negara maupun budaya kami.
Dengan Islam, kami semua adalah saudara dan satu keluarga besar, imbuhnya dengan senyum. Peserta tampak terpana sejenak dengan keindahan konsep yang disampaikan.
Satu hal lagi yang diluar dugaan peserta adalah adanya kemudahan dalam menjalankan sholat bagi orang yang sedang dalam perjalanan. Mereka sebelumnya mengira bahwa karena muslim harus menjalankan sholat 5x sehari dalam keadaan apapun, kehidupannya pasti sangat sulit.
Hal tersebut mengacu pada gerakan sholat yang baru saja mereka saksikan. Mereka membayangkan bahwa kita tidak akan bisa melakukannya ketika kita dalam perjalanan panjang, seperti dalam pesawat terbang.
Akan tetapi, semua bayangan tersebut sirna saat mendengarkan semua penjelasan pemandu tentang keringanan dan kemudahan sholat. Pancaran kelegaan dan pengertian tergambar jelas dalam ekspresi wajah beberapa peserta Terlihat sekali antusiasme dari peserta untuk melanjutkan tanya jawab. Sayang waktu kami terbatas dan kami harus kembali ke ruang workshop di lantai dasar untuk melanjutkan rangkaian program berikutnya..
Fukuoka, 29 May 2010
Hanik Utami Morise