Sebelum masuk Islam, hidup Tanya bisa dikatakan sangat kacau, tanpa landasan dan akar yang kuat. Perempuan asal Kanada itu, hanya tinggal dengan ibunya yang beragama Kristen, tapi tidak memiliki latar belakang agama yang kuat dan itu berpengaruh pada kehidupan Tanya.
Ia hidup di jalanan selama beberapa bulan sebelum akhirnya tinggal di rumah singgah. Tiga kali, Tanya pindah rumah singgah, dan di tempat terakhir Tanya tinggal cukup lama, hampir enam tahun.
“Selama waktu itu saya benar-benar sendirian. Saya tidak punya ibu, tidak punya ayah dan tidak ada teman, tidak ada yang bisa menjadi tempat saya mengadu, dan saya pikir saat itulah yang benar-benar membuka pintu bagi saya, melakukan pencarian diri saya,” ungkap Tanya.
“Ibu saya tidak pernah menanamkan akar yang kuat pada diri saya. Jadi saya sendiri yang terlibat. Anda bisa bilang bahwa saya kurang mendapatkan ajaran tentang kekristenan, untuk itu saya mulai mengunjungi Gereja Pantekosta. Setiap hari Minggu saya berharap bisa pergi ke gereja, karena saya tidak mendapatkan pendidikan spiritual yang cukup di rumah,” sambung Tanya.
Setiap menghadiri sekolah Minggu di gereja, Tanya selalu melontarkan banyak pertanyaan, salah satunya tentang siapa Yesus. Ketika guru sekolah Minggunya menjelaskan tentang Yesus, Tanya teringat teori klasik “telur” yang terdiri dari cangkang, putih telur dan kuning telur. Jika salah satunya diambil, maka telur itu tidak utuh lagi. Begitulah gambaran konsep Trinitas dalam kepala Tanya, dimana Yesus dijelaskan sebagai Bapak, Anak, sekaligus roh kudus.
“Saya mengakui, tapi saya merasa ada sesuatu yang hilang dalam ajaran tersebut,” ujar Tanya.
Menemukan Jalan Islam
Saat di sekolah menengah, Tanya sempat aktif dalam berbagai kegiatan gereja. Tapi kemudian ia keluar lagi dari aktivitas gereja dan lebih senang berkumpul dan bersenang-senang dengan teman-teman sebayanya. Meski demikian, pertanyaan-pertanyaan tentang hakikat kehidupan kerap mengganggu pikirannya.
“Ada seorang siswa di kelas saya yang Muslim. Saya mencoba menjelaskan kepadanya lebih banyak tentang Kristen dan ia juga menjelaskan kepada saya tentang Islam. Saya ingat, sempat berbincang dengannya dan dia menyangkal hal-hal tertentu tentang kekristenan, dan itu benar-benar memukul perasaan saya, bagaimana bisa ia menyangkal beberapa hal dalam kekristenan,” tutur Tanya.
Tanya tidak mau begitu saja terpengaruh dengan pendapat teman muslimnya itu. Ia ingin melawan penyangkalan itu dengan pendapatnya sendiri. Ia mulai pergi ke perpustakaan dan mencari tahu tentang apa itu agama, Islam, Kristen, semua agama. Dan pintu itu mulai terbuka buat Tanya, pintu menuju keislaman.
“Yang membuat saya tertarik kepada Islam adalah keindahan di dalamnya. Ketika saya mulai membaca buku-buku tentan Islam, saya dihadapkan pada diri saya sendiri, mulai dari didikan masa kecil dan gaya hidup saya pada waktu itu. Saya pada dasarnya hanya menjalani hidup, tanpa arah tertentu,” ujar Tanya.
“Kondisi itu membuat jiwa saya trauma. Saya tidak bisa makan, tidak bisa tidur, tidak bisa berpikir, tidak bisa hidup layak lagi, saya tidak tahu mana yang benar dan mana yang tak masuk akal. Saya bisa tidak tidur sehari semalam, hanya untuk mencoba mendapatkan pegangan yang bisa bicara tentang Tuhan, agar saya mengetahui siapa Dia. Sampai titik ini, saya pikir Tuhan itu hanya nama, Ia tidak hidup, Ia tidak ada di hati saya,” papar Tanya.
Ia masih ingat, pada suatu malam, ia berlari ke luar akhir sambil menangis dan berkata, “Tolong jawab saya, memberi saya petunjuk, beri saya pijakan, beri saya pegangan, saya sedang tersesat.”
Tanya merasa putus dan tidak ingin hidup lagi. Tapi ia sadar tidak bisa merenggut nyawanya sendiri. Pada saat yang sama, ia bingung Tuhan yang mana yang akan ia mintai pertolongan. Apakah Tuhan dalam agama Kristen atau Tuhan dalam agama Islam?
“Tolong beri aku jawaban, saya perlu tahu, saya tidak bisa terus seperti ini,” doa Tanya lagi.
Tuhan mendengar permohonan Tanya, karena dalam waktu dua hari, ia mendapatkan jawaban itu. “Saya sedang berada belajar matematika untuk kelasa 11, dan saya sedang membaca sebuah buku. Saya yakin sudah mempelajari syahadat sendiri dari buku itu. Saya telah belajar tentang Muhammad dan hal-hal lain tentang Islam … Ini dia, aku telah menemukannya,” tukas Tanya.
Perasaannya tiba-tiba penuh suka cita, air matanya membanjir dan ia berlari keluar kelas. Seorang gurunya bertanya, “Tanya, kau mau kemana?”. Tanya tidak menjawab, ia terus berlari menuju kamar mandi. Saat itu Tanya belum tahu soa wudu, tapi saat di kamar mandi, ia menyiram wajahnya agar bersih.
“Saya pikir waktu itu saya sedang mencoba berwudu. Tapi sata cuma bisa bilang ‘aku sudah menemukannya'” ungkap Tanya.
Ia lalu melihat seorang muslimah berjilbab dan bertanya, “Apakah kami seorang Muslim?”. Siswi berjilbab itu menjawab “Ya.” Tanya lalu meminta waktu untuk bicara. Setelah itu, siswi muslimah itu mengundang Tanya ke rumahnya.
Ketika bertemu dengan keluarga siswa muslimah itu, Tanya diberi pakaian, buku-buku dan makanan. Tanya sangat terkesan dengan keramahan keluarga itu. Ia lalu diajak ke masjid dan di masjid itulah Tanya akhirnya bersyahadat, meski kesulitan mengucapkannya, Tanya merasa bahagia setelah dinyatakan resmi menjadi seorang muslim.
“Hidup saya berubah total setelah masuk Islam. Sekarang saya tahu, mengapa saya ada di dunia dan kemana saya akan menuju. Saya akan kembali pada Sang Pencipta saya kelak,” tandas Tanya. (kw/oi)