Zakat Profesi Suami Isteri Bekerja

Tak Berkategori

Assalamu’alaikum wr. wb.

Ustadz yang dirahmati Allah, langsung saja ana sampaikan beberapa pertanyaan berkaitan tentang zakat profesi:

1. Bila suami dan isteri sama-sama bekerja, apakah suami saja yang berkewajiban membayar zakat profesi atau dua-duanya?

2. Prosentase zakat yang dikeluarkan apakah dari seluruh penghasilan yang kita dapat atau dari gaji pokok saja?

3. Prosentase dihitung dari penghasilan kita utuh atau setelah dikurangi kebutuhan misal bayar cicilan/utang dan kebutuhan yang lain.?

Mohon penjelasan ustadz, Jazakumullah khoiron katsiro.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

1. Setiap orang yang bekerja mendapatkan peghasilan, maka menurut para ulama yang mendukung adanya zakat profesi, wajib untuk mengeluarkan zakat profesinya.

Sehingga meski suami isteri adalah satu kesatuan, namun karena masing-masing bekerja, maka masing-masing terkena kewajiban mengeluarkan zakat profesi.

Prinsipnya, siapa yang mendapatkan pemasukan, maka dia wajib mengeluarkan sebagian harta dari apa yang didapatnya.

2. Prosentasi zakat profesi adalah 2,5% dari gaji atau pemasukan. Bentuknya bisa berbentuk gaji, upah, honor, insentif, mukafaah, persen dan sebagainya. Baik sifatnya tetap dan rutin atau bersifat temporal atau sesekali.

Memang ada perbedaan pandangan para ulama, namun bukan pada masalah gaji pokok dan bonusnya, melainkan pada masalah penghasilan kotor atau penghasilan bersih. Apakah berdasarkan pemasukan kotor ataukah setelah dipotong dengan kebutuhan pokok?

Dalam hal ini ada dua kutub pendapat. Sebagian mendukung tentang pengeluaran dari pemasukan kotor dan sebagian lagi mendukung pengeluaran dari pemasukan yang sudah bersih dipotong dengan segala hajat dasar kebutuhan hidup.

Dalam kitab Fiqih Zakat, Dr. Yusuf Al-Qaradhawi menyebutkan bahwa untuk mereka yang berpenghasilan tinggi dan terpenuhi kebutuhannya serta memang memiliki uang berlebih, lebih bijaksana bila membayar zakat dari penghasilan kotor sebelum dikurangi dengan kebutuhan pokok.

Misalnya seseorang bergaji 200 juta setahun, sedangkan kebutuhan pokok anda perbulannya sekitar 2 juta atau setahun 24 juta. Maka ketika menghitung pengeluaran zakat, hendaknya dari penghasilan kotor itu dikalikan 2,5%.

Namun masih menurut Al-Qaradhawi, bila anda termasuk orang yang bergaji pas-pasan bahkan kurang memenuhi standar kehidupan, kalaupun anda diwajibkan zakat, maka penghitungannya diambil dari penghasilan bersih setelah dikurangi hutang dan kebutuhan pokok lainnya. Bila sisa penghasilan anda itu jumlahnya mencapai nisab dalam setahun (Rp 1.300.000,-), barulah anda wajib mengeluarkan zakat sebesr 2,5% dari penghasilan bersih itu.

Nampaknya jalan tengah yang diambil Al-Qaradhawi ini lumayan bijaksana, karena tidak memberatkan semua pihak. Dan masing-masing akan merasakan keadilan dalam syariat Islam. Yang penghasilan pas-pasan, membayar zakatnya tidak terlalu besr. Dan yang penghasilannya besar, wajar bila membayar zakat lebih besar, toh semuanya akan kembali.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.