Embarek membuat klaim mengejutkan itu meskipun pada awalnya dia menolak anggapan bahwa virus “melarikan diri” dari laboratorium di Wuhan. Namun kemudian, Embarek mengakui bahwa teori kebocoran laboratorium bisa saja terjadi. Dia menunjukkan bahwa seorang peneliti China bisa saja terinfeksi oleh kelelawar saat mengambil sampel sehubungan dengan penelitian di laboratorium Wuhan.
Beberapa orang berpendapat bahwa sumber virus itu adalah Institut Virologi Wuhan, sebuah laboratorium China yang merupakan pusat penelitian virus corona terbesar di dunia.
Banyak pihak yang meyakini bahwa virus itu ditemukan di laboratorium, yang mengumpulkan virus corona dari hewan liar, atau direkayasa melalui penelitian “gain of function”. Penelitian semacam itu melibatkan penambahan sifat seperti peningkatan penularan ke virus yang sudah ada untuk mempelajari efeknya dan mengembangkan pengobatan sebelum penyakit tersebut muncul di alam liar.
Tetapi penelitian ini sangat kontroversial, dengan banyak ilmuwan berpendapat bahwa risiko menciptakan virus semacam itu jauh lebih besar daripada potensi manfaatnya.
Menurut para pendukung teori ini, virus kemudian bocor dari laboratorium, mungkin dengan menginfeksi staf yang kemudian tanpa disadari menyebarkannya ke populasi umum.
Teori ini didukung oleh laporan intelijen yang diteruskan ke badan-badan di Washington yang menyebut bahwa ada tiga anggota staf di laboratorium tersebut yang mencari perawatan di rumah sakit pada November 2019, sebulan sebelum kasus resmi Covid-19 pertama terdeteksi.
Laporan yang dipublikasikan oleh Wall Street Journal itu menyebutkan bahwa gejala mereka konsisten dengan Covid-19 dan penyakit musiman yang umum. Banyak yang meyakini bahwa Covid-19 mungkin telah beredar selama berbulan-bulan sebelum China pertama kali melaporkannya ke dunia, baik sebagai akibat dari penyakit ringan yang tidak terdeteksi, atau akibat ditutup-tutupi.
Para ilmuwan di Italia mengklaim telah mendeteksi bukti Covid-19 dalam sampel darah yang diambil sejauh September 2019. Sementara para peneliti di Spanyol mengatakan penyakit itu bisa saja ada di sana pada Januari 2020. (rmol)