Bukan hanya itu, setiap referensi yang dibuat di media sosial tentang virus SARS baru atau “wabah” disensor. Staf medis yang berani mencoba berbicara dan memperingatkan dunia soal munculnya virus baru pun ditahan dan dipaksa untuk menandatangani pengakuan palsu yang menimbulkan kepanikan.
Jingsheng yang diasingkan ke Amerika Serikat beberapa tahun sebelumnya itu mengatakan dia mengetahui apa yang terjadi di lapangan saat itu melalui informasi orang dalam Partai Komunis China yang berbagi ketakutan mereka tentang situasi dan menggambarkan bahwa pemerintah pusat menutup-nutupi.
Jingsheng menyayangkan bahwa peringatannya pada saat itu tidak ditanggapi dengan serius. Dia tidak menyebutkan siapa. tokoh top yang dia ajak bicara soal virus baru di China pada saat itu, namun dia bersikeras bahwa tokoh itu merupakan salah satu “telinga” Trump pada saat itu.
“Dia adalah seorang politisi yang cukup tinggi, cukup tinggi untuk dapat mencapai Presiden Amerika Serikat,” jelasnya.
Jika apa yang Jingsheng utarakan itu benar adanya, maka China telah menutup-nutupi kasus pertama selama setidaknya dua bulan. Pasalnya, China melapor kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa kasus pertama Covid-19 muncul pada 31 Desember 2019 di Wuhan. Pada saat itu, penyakit itu disebut “pneumonia misterius”.
Meskipun demikian, Beijing membantah virus itu dapat ditularkan dari orang ke orang, hingga akhir Januari.
WHO pada saat itu menyebut wabah misterius itu sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Perhatian Internasional pada 30 Januari 2020, ketika infeksi mulai melanda negara-negara lain termasuk Amerika Serikat pada awal bulan yang sama.
Asal-mula virus corona baru itu pun masih menjadi misteri besar hingga saat ini. Bulan Agustus lalu, Dr Peter Embarek, yang memimpin penyelidikan WHO tentang asal mula pandemi virus corona di China, mengatakan bahwa pasien Covid-19 pertama di dunia mungkin telah terinfeksi oleh kelelawar saat bekerja di laboratorium Wuhan di China.