Ketua persatuan warga Muslim Tatar di Crimea, Mustafa Jamilev, meminta NATO untuk segera turun tangan mencegah terjadinya pembantaian terhadap warga minoritas Muslim di Crimea, dan menyerukan boikot nasional terhadap rencana referendum Rusia atau Ukraina yang dijadwalkan hari Minggu (16/03) besok.
Dalam sebuah wawancara telepon dengan AFP dari Brussels pada hari Kamis (13/03), Mustafa Jamilev, mengatakan “kami menyerukan kepada warga Tatar Crimea untuk memboikot referendum, jika DK PBB tidak setuju pengiriman pasukan perdamaian United Nations karena veto Rusia di Dewan Keamanan PBB. Oraganisasi North Atlantic Treaty (NATO) mungkin dapat turun campur tangan seperti yang terjadi di Kosovo sebelum terjadinya pembantaian di Krimea.”
Ia mengatakan bahwa dirinya berencana untuk bertemu dengan Sekretaris Jenderal NATO, Anders Fogh Rasmussen, untuk membicarakan hal terkait.
Mustafa Jamilev mengatakan, “kami belum melihat adanya tindakan serius dari Barat mengenai masalah Crimea,” ia juga menyebut bahwa larangan visa tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap krisis di semenanjung Crimea.
Dalam pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Rabu (12/03) kemarin, Mustafa Jamilev mengatakan “warga Tartar tidak akan mengobarkan perang melawan Rusia, akan tetapi kami meminta keutuhan wilayah negara kami.”
Jumlah warga Muslim Tatar Crimea mencapai 12 sampai 15% dari total penduduk yang berjumlah sekitar 2 juta orang. (Rassd/Ram)