Viral Postingan Gerhana Dikaitkan dengan Tanda Masuk Bulan Syawal, Ini Penjelasannya

Prof Thomas Djamaluddin menjelaskan bahwa Gerhana Matahari memang menunjukkan ijtimak (konjungsi) telah terjadi. Ijtimak adalah Bulan baru (newmoon) astronomi. Namun, ini bukan pertanda awal bulan Hijriah.

“Kalau ijtimak dianggap sebagai awal bulan, mestinya mereka yang berpendapat seperti itu mulai puasa pada 22 Maret 2023. Saat itu, ijtimak terjadi pada 22 Maret 2023 pukul 00.23 WIB. Jadi saat shubuh 22 Maret mestinya mereka anggap sudah Ramadhan. Nyatanya semua berpuasa mulai 23 Maret,” terang Thomas.

Dia secara gamblang menyebut kalau informasi Gerhana jadi penanda berakhirnya Ramadan adalah informasi yang menyesatkan. Menurut eks Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) itu, Gerhana Matahari sebagai kondisi ijtimak memang menunjukkan akhir siklus bulan mengitari bumi.

“Tetapi itu tidak bisa dijadikan dasar penentuan bulan baru Hijriah. Secara hukum (fikih), dasar penetapan bulan baru hijriyah harus berdasarkan pengamatan atau posisi bulan saat maghrib,” tegas Thomas.

Peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang juga menjelaskan, gerhana Matahari bukan penanda masuknya awal bulan Syawal. “(Fenomena) ini hanya penanda masuknya fase bulan baru atau konjungsi,” ujar Andi.

Penentuan 1 Syawal, jelas Andi Pangerang, harus menunggu hasil pengamatan atau rukyat atau observasi hilal pada Kamis (20/4/2023) petang.

Selanjutnya, tinggal menunggu keputusannya dalam sidang isbat.

Dia memperkirakan, akan terjadi perbedaan waktu 1 Syawal. Andi mengatakan, saat rukyat hilal dilakukan, ketinggian hilal di Indonesia bervariasi antara 1-2 derajat dengan elongasi bervariasi antara 2-3 derajat.

“Sehingga belum memenuhi kriteria MABIMS terbaru, sehingga hilal sulit akan terlihat. Mungkin akan ada perbedaan, namun kita lihat dan kita tunggu sidang isbatnya,” imbaunya. (fajar)

Beri Komentar