Pesan kedua Ustadz Abdul Somad, bahwa Pilpres 2019, 2024 adalah hal biasa di negara demokrasi.
Untuk itu, para pendukung harus memahami hal ini.
“Pergantian presiden di negara demokrasi itu biasa. Artinya apa, yang ingin mengatakan presiden harus bertahan dua periode dengan masyarakat yang mengatakan harus ganti, itu sama-sama demokrasi. Kenapa harus kelai?,” katanya.
Mereka yang mengatakan ganti presiden maupun mengatakan pertahankan dua periode, tidak salah.
Sebab hal itu sesuai dengan sistem demokrasi yang kita anut.
“Kita tinggal bukan di wilayah kerajaan. Kalau kerajaan ngomong gitu gak bisa. Kita demokrasi, suara terbanyak suara Tuhan. Jadi santai saja. jangan serius sekali seolah-olah kita mau perang, tidak… Ini anak-anak bangsa yang sedang memakai demokrasi,” katanya.
Kemudian yang ketiga, 2019 bukan akhir segalanya.
Jadi target kita ke depan bagaimana umat ini cerdas, yang nggak sekolah bisa sekolah, yang lapar bisa makan, yang nggak punya rumah bisa rumah layak, bisa dia minum madu karena ada uang.
“Itu yang paling penting. Jadi kira-kira saya punya calon pemimpin. Sampai mati saya bela dia, kira-kira bisa nggak dia mensejahterakan umat ini? Bisa tidak umat ini jadi orang smart, cerdas, dalam beragama, berpolitik, itu yang jauh lebih penting,” katanya.
“Jadi jangan sampai calon-calonnya sendiri berangkulan, kita malah kelai,” tegasnya.
Ustadz Abdul Somad mengingatkan kita harus menatap dengan tatapan yang jauh ke depan.
Bukan hanya 2019 tapi Indonesia menjadi negara besar yang dihormati di dunia.
“Sebagaimana cita-cita founding father kita, Bung Karno yang dulu ingin menyatukan Sriwijaya, Majapahit, menjadi negeri terbesar yang dapat menjadi penengah antara blok barat dan blok timur,” katanya.
Berikut video lengkapnya:
[tribun]