eramuslim.com – Amerika Serikat resmi memblokir platform media sosial asal China, TikTok, pada hari ini, Minggu (19/1).
Keputusan pemblokiran ini diambil setelah Mahkamah Agung AS pada Jumat (17/1) menolak banding yang diajukan oleh TikTok. Mahkamah Agung memutuskan untuk melarang penggunaan TikTok di wilayah AS mulai Sabtu, dengan alasan masalah keamanan nasional yang menjadi perhatian Kongres.
“Kongres telah menetapkan bahwa divestasi diperlukan untuk mengatasi masalah keamanan nasional yang didukung dengan baik terkait praktik pengumpulan data TikTok dan hubungan dengan musuh asing,” demikian pernyataan Mahkamah Agung, seperti dikutip dari CNN.
Meski Mahkamah Agung sudah mengeluarkan putusan, Presiden terpilih AS, Donald Trump, menegaskan bahwa keputusan akhir mengenai larangan TikTok ada di tangannya.
“Pada akhirnya, keputusan itu tergantung pada saya, jadi Anda akan melihat apa yang akan saya lakukan,” ujar Trump.
Pada Sabtu (18/1), Trump menyatakan kemungkinan besar akan memberikan penangguhan selama 90 hari bagi TikTok setelah dirinya dilantik sebagai presiden pada 20 Januari.
“Perpanjangan 90 hari adalah sesuatu yang kemungkinan besar akan dilakukan, karena itu tepat,” ujarnya kepada NBC.
“Jika saya memutuskan untuk melakukannya, saya mungkin akan mengumumkannya pada hari Senin,” tambah Trump, sebagaimana dilaporkan oleh Reuters.
Trump juga mengungkapkan bahwa dirinya telah berdiskusi dengan Presiden China, Xi Jinping, mengenai permasalahan ini.
Pejabat AS mendesak larangan TikTok karena dianggap mengancam keamanan nasional. AS mencurigai pemerintah China dapat menggunakan platform tersebut untuk memata-matai warga Amerika atau memengaruhi opini publik dengan menyebarkan konten tertentu secara diam-diam.
Kekhawatiran ini muncul karena undang-undang keamanan di China mewajibkan perusahaan seperti TikTok untuk bekerja sama dalam pengumpulan informasi intelijen.
Christopher Wray, Direktur Biro Investigasi Federal (FBI), sebelumnya juga menyampaikan kepada Komite Intelijen Parlemen bahwa pemerintah China memiliki potensi untuk mengancam perangkat milik warga Amerika melalui aplikasi tersebut.
(Sumber: Cnnindonesia)