Eramuslim.com – Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS yang memasuki fase terburuk pada akhir Juli ini, makin mengkhawatirkan banyak kalangan. Hingga sesi kedua perdagangan hari Selasa kemarin (28/07), Rupiah berada di level Rp 13.460 per Dolar AS. Level tersebut merupakan yang terburuk selama 17 tahun atau tepatnya sejak krisis 1998 lalu.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro yang semula mengungkapkan keuntungan bagi pemerintah dari pelemahan Rupiah, kini mulai berwaspada. Ia mengungkapkan posisi Dolar AS saat ini menjadi perhatian bagi pemerintah. Bambang pun berharap Bank Indonesia (BI) bisa menjaga pada posisi yang relatif aman.
“Kami selalu waspada. Salah satu daya tahan ekonomi kita kan Rupiah. Kami harapkan BI juga menjaga kurs rupiah ke level yang aman,” ungkap Bambang.
Nilai tukar rupiah memang sudah bergerak cukup jauh dari asumsi yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2015. Dolar AS awalnya dipatok Rp 12.500. Bambang pun mengharapkan Rupiah tidak terlampu undervalue dan overvalue.
Lebih lanjut menurut Bambang, terjadinya pelemahan Rupiah karena sinyal dari Bank Sentral AS The Fed yang akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat. Sehingga rupiah dan mata uang negara lain melemah terhadap dolar AS.”Itu yang dijadikan spekulasi oleh para investor mata uang. Tapi kalau kita lihat Rupiah terhadap Euro dan Dolar Australia menguat. Ini karena Dolar AS-nya dijadikan safe haven,” lanjut Bambang.
Seperti diketahui, pada Maret 2015 lalu, ketika Rupiah mulai bergerak di atas level Rp 13.100, Bambang sempat berkomentar setiap pelemahan nilai tukar justru akan memberikan surplus terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
“Pelemahan Rp 100 per dolar Amerika Serikat (AS) dalam kurs kita, justru akan menciptakan tambahan surplus ke anggaran. Jadi pelemahan tidak membahayakan anggaran,” ungkap Bambang saat itu. Menurutnya, setiap nilai tukar rupiah tertekan Rp 100 per dolar AS, kontribusi tambahan surplus ke Anggaran Pendapatan Negara (APBN) mencapai Rp 2,3 triliun.(rz/FN)