Isu insiden di lokasi Jamarat-Minna sempat berhembus dikalangan petugas haji Indonesia, isu membuat mereka khawatir apakah peristiwa yang terjadi pada Selasa (9/12) pukul 14.00 WAS (18.00 WIB) membawa korban jamaah Indonesia. Waktu padat pelontaran jamarat itu memang membuat, jamaah haji harus berdesak-desakan dan itu dilamai oleh jamaah haji asal India, akan tetapi tidak ada korban di Jamarat.
"Jamarat aman-aman saja, tapi ada jamaah dari India sempat desak-desakan di lantai 1 dan bukan jemaah Indonesia, karena jamaah kita di lantai 2," kata petugas keamanan Satgas Operasi ArMinna, Sardjono, di Minna, Rabu.
Senada dengan itu, petugas lapangan Satgas Operasi ArMinna, Fahmi Ali, mengatakan pihaknya sudah memantau langsung di lapangan tentang adanya jamaah haji India yang berdesak-desakan dan sempat ada yang jatuh, tapi tidak ada korban sama sekali.
"Karena itu, kalau ada isu di Tanah Air bahwa ada korban insiden minna itu nggak benar, karena jamaah India yang berdesak-desakan saja tidak ada korban, apalagi jamaah kita yang di lantai 2 Jamarat, tapi petugas keamanan Arab Saudi sempat mengalihkan rute jemaah Indonesia untuk antisipasi kemacetan," katanya.
Perluasan jamarat hingga lantai empat ini telah mempermudah jamaah haji untuk melakukan proses pelontaran, meski saat ini yang baru dipakai tiga lantai. Berdasarkan pantauan Eramuslim, yang melakukan pelontaran jumrah ula, wustho, dan aqobah pada Rabu pagi di lokasi jamarat lantai 2 tidak terlalu padat, sehingga dengan para jamaah haji mudah dapat menyelesaikan lontarannya.
Sejak Senin (8/12) petang hingga Rabu dini hari, sekitar tiga juta anggota jamaah haji dari berbagai negara di dunia melaksanakan salah satu wajib haji yakni melewatkan lebih dari separuh malam dengan berdiam diri dan berdoa atau mabit di Minna, Arab Saudi. Sebagian jamaah melakukan mabit di dalam ribuan tenda permanen yang dibangun di kawasan Minna, untuk Indonesia masuk dikelompok tenda muassasah Asia Tenggara, namun banyak juga jamaah lainnya yang melewatkan malam beratap langit minna yang dalam sepekan terakhir cerah.
Mereka duduk, tidur atau sekedar merebahkan badan di tepian jalan, di bawah jembatan, di antara perkemahan permanen jamaah lain, di dekat bak sampah, atau menyelip di antara cekungan bebatuan di gunung atau bukit batu yang banyak terdapat di Minna. Mereka, dipandang dari jauh, seperti noda-noda putih pada gunung batu yang berwarna coklat kehitaman pada malam hari.
Di antaranya ada yang mendirikan tenda kecil, ada yang menghampar tikar atau selimut, dan ada pula yang hanya beralaskan kardus atau plastik. Tas dan buntalan bekal makanan tampak teronggok di sela-sela mereka. Sementara itu, jalanan di Mekah yang menuju ke arah minna padat oleh jamaah, baik yang naik bus dan mobil maupun yang berjalan kaki sendiri, berdua, sekeluarga atau dalam kelompok beranggotakan lebih dari 10 orang.
Semua jalur jalan dari Jamarat, menuju ke minna dan sebaliknya juga padat, penuh dengan jamaah yang akan melempar jumrah ke Jamarat dan kembali dari Jamarat menuju ke minna untuk melakukan mabit. Jalur menuju terowongan Muaissim di Minna, yang merupakan jalur jalan menuju kompleks perkemahan jemaah haji Indonesia di minna pun sangat padat. Sedangkan kendaraan umum yang bisa masuk Minna hanya yang memiliki stiker khusus tarduddi.(novel)