Sabar memang menjadi kata kunci jamaah haji asal Indonesia yang saat ini menempati pemondokan yang letaknya jauh dari Masjidil Haram. Memang, kata sabar itu mudah diucapkan, tapi untuk pelaksanaannya membutuhkan tekad yang benar-benar dari dalam hati. Tahun ini meski letak pemondokan jamaah haji Indonesia jauh, sebanyak 541 bus sudah dioperasikan untuk melayani jamaah haji dari pemondokan ke Masjidil Haram. Namun, jamaah masih mengeluhkan sistem pelayanan transportasi yang melayani sekitar 200 ribu jamaah haji Indonesia di Mekkah.
Karena kondisinya yang semrawut, tak jarang jamaah haji tidak mendapat ruang untuk bersama-sama menikmati fasilitas yang telah disiapkan itu. Bahkan, bagi jamaah haji yang tidak sabar mereka rela untuk merogoh kocek untuk membayar mobil charter atau taksi senilai 10 riyal pulang-pergi ke Masjidil Haram.
Adapula jamaah yang tidak sabar menunggu bus datang, akhirnya berjalan menyusuri jalan yang tak disadari bahwa sebetulnya mereka sudah menjauh dari lokasi tempat pemberhentian bus. Akhirnya jamaah kehilangan arah untuk kembali ke pemondokan yang letaknya jauh. Lokasi pemondokan yang berjauhan, ini menjadi pemicu keterlambatan bus sampai di pemondokan yang jarak terjauhnya 10 KM.
Seorang jamaah haji asal DI Yogyakarta Ponidjo (53 tahun), berharap pelayanan transportasi di sektor 9, tempat dirinya dan jamaah dari beberapa daerah di Indonesia lebih lancar dan tidak ada hambatan, sehingga dapat beribadah dengan lancar.
Ia menuturkan, teman satu kloternya karena kesulitan transportasi terpaksa menyewa taksi saat akan kembali ke pemondokan dari masjidil haram, kembali lagi jamaah asal Indonesia dibawa berputar-putar, dan diminta ongkos jumlah tidak sesuai dengan tarif rata-rata.
"Karena kesulitan transportasi, akhirnya teman saya itu menyewa taksi, setelah tawar menawar, supir minta 30 riyal, tapi dibawanya berputar-putar. Lalu teman saya, tidak terima mengatakan kepada supir kamu bohong, tapi malah supirnya meminta tambahan 20 riyal lagi. Padahal ongkos normal cuma 5 riyal," jelasnya.
Kepala sektor 9 H. Zamrud mengatakan, sebenarnya untuk mengakses transportasi bus sangat mudah apalagi di sektornya itu dekat dengan pemberhentian bus, hanya saja terkadang jamaah yang tidak sabar, dan memahami kartu nomor kendaraan yang telah dibagikan oleh panitia.
Pihaknya telah mengkoordinasikan dengan Kadaker Mekkah untuk mengantisipasi pelayanan transportasi jamaah, sehingga jamaah tak harus naik taksi yang akhirnya kesasar karena tidak hafal jalan yang dituju.
Di sepanjang terowongan Babul Malik Abdul Aziz Masjidil Haram, ribuan jamaah bergegas menuju pos penjemputan. Begitu bus tampak memasuki terowongan yang berada di bawah Masjidilharam, jamaah langsung berebut naik bus. Bahkan, banyak jamaah tampak tidak sabar sehingga terus berjalan untuk menghentikan mobil dari depan. Akhirnya, jamaah yang berdiri di tempat pemberhentian harus ikut maju agar kebagian bus.
Bukan hanya jamaah Indonesia tampak berebut bus melainkan juga jamaah haji lain seperti India, Pakistan, dan Turki. Akibat banyaknya jamaah, penumpukan tidak bisa terhindarkan di terowongan tersebut. Sebab, bus yang masuk di terowongan tidak bisa datang sekaligus sesuai dengan kebutuhan jamaah . Sebab, kemacetan panjang terjadi di sekitar Masjidilharam.
Rustam, jamaah haji asal Maluku Utara, tak berhenti memprotes sistem pelayanan transportasi yang dialaminya. Saat itu, sekitar 10 menit berlalu, memang belum ada bus yang masuk terowongan. "Jadi kita tidak bisa ke Masjidil Haram setiap saat," katanya.
Sementara jamaah asal Medan, Muflih Munte, memprotes sikap jamaah yang berlarian untuk berebut naik bus. "Seharusnya kita berdiri disini saja. Kalau berebutan, kasian orang tua," kata pria yang memilih tidak ikut berebut naik bus.
Lain halnya dengan Ahmad, jamaah haji asal Embarkasi Surabaya. Meskipun dia merasakan pahitnya harus berebut naik bus, dia memahami kondisi tersebut karena banyaknya jamaah dan sebagai akibat pemondokan yang letaknya jauh dari Masjidil Haram.(novel)