Eramuslim – Sebenarnya, riba bukan cuma persoalan masyarakat Islam. Berbagai kalangan di luar Islam pun memandang serius persoalan riba.
Kajian terhadap masalah riba dapat dirunut mundur hingga lebih dari 2.000 tahun silam. Masalah riba telah menjadi bahasan kalangan Yahudi, Yunani, demikian juga Romawi. Kalangan Kristen dari masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba.
Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah haram. Hal ini secara tegas diungkapkan dalam Alquran Surat Al Baqarah ayat 275 :
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ
“..padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..”.
Sementara itu, agama Yahudi melarang praktek pengambilan bunga. Pelarangan ini banyak terdapat dalam kitab suci agama Yahudi, baik dalam Perjanjian Lama maupun undang-undang Talmud. Kitab Exodus (Keluaran) pasal 22 ayat 25 menyatakan: Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang ummatku, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih utang terhadap dia, janganlah engkau bebankan bunga terhadapnya. Kitab Deuteronomy (Ulangan) pasal 23 ayat 19 menyatakan: Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan, atau apa pun yang dapat dibungakan.
Namun, Kitab Perjanjian Baru tidak menyebutkan permasalahan ini secara jelas. Hanya saja, sebagian kalangan Kristiani menganggap bahwa ayat yang terdapat dalam Lukas 6:34-5 sebagai ayat yang mengecam praktek pengambilan bunga. Ayat tersebut menyatakan : Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu?