Ealom berada di LDC sejak November 2017, tepatnya usai jaksa mencabut pembebasan bersyaratnya dalam kasus narkoba. Ealom sudah menginformasikan keinginannya mengenakan jilbab di LDC. Kemudian, seorang ulama LDC memberi Ealom dua jilbab untuk dikenakan sehari-hari.
Setelah Ealom mulai menutup rambutnya, ia mengaku, tiga petugas koreksi mulai melecehkannya. Menurut Muslim Advocates, pelecehan meningkat setelah Ealom memberi tahu manajemen penjara tentang tindakan petugas terhadapnya.
Pada Januari lalu, dua petugas dilaporkan menolak mengizinkan Ealom meninggalkan selnya untuk mengambil obat hariannya. Bahkan, seorang petugas mengancam menempatkannya di sel isolasi.
Dalam insiden berikutnya, kelompok itu mengatakan seorang perwira menyita jilbab Ealom dengan dalih itu barang selundupan. Dia juga dengan agresif menyela Ealom selama menjalankan shalat. Ealom mengatakan pernah dikunci di selnya karena alasan dirinya seorang Muslim.
Muslim Advocates mengatakan Ealom berulang kali memberi tahu manajemen LDC tentang tindakan petugas. Pada Februari, Ealom mencoba mengajukan gugatan perdata federal tentang masalah itu, tanpa pengacara.
Namun, hakim menolak gugatan itu dengan alasan kurangnya bukti dan informasi. Kelompok advokat itu menuduh karyawan CoreCivic melanggar hukum federal dengan mengabaikan hak Ealom beribadah. Kelompok itu juga menyalahkan Dinas Marshall AS karena gagal memastikan CoreCivic memenuhi standar penahanan federal.
“Meskipun menyadari perilaku para petugas dan diskriminatif petugas, manajemen LDC belum mengambil langkah yang berarti untuk mengatasi situasi,” tulis Muslim Advocates dalam suratnya.
CoreCivic menanggapi surat itu dengan menyatakan mereka tidak mentolerir diskriminasi dalam bentuk apa pun. Mereka menjelaskan pendidikan kepekaan etnis dan budaya, adalah bagian dari setiap pelatihan karyawan.