eramuslim.com – Upaya Amerika Serikat untuk memecah belah hubungan China dan Uni Eropa lewat propaganda bahwa Beijing akan memberi dukungan militer untuk Rusia diyakini telah menemui jalan buntu.
Hal itu, menurut para analis China, dapat dilihat dari respon para pemimpin UE juga klaim pemimpin Jerman yang mengungkapkan jaminan bahwa Beijing tidak akan memberi bantuan senjata ke Rusia.
“Washington menggembar-gemborkan dukungan militer China untuk Rusia berdasarkan kesimpulan yang salah, dalam upaya untuk mendorong perpecahan antara Beijing dan Brussel, tetapi itu pasti akan gagal,” kata para analis.
Kanselir Jerman Olaf Scholz pada Minggu mengatakan ia meyakini China tidak akan memasok Rusia dengan senjata. Ini menunjukkan bahwa Berlin telah menerima jaminan bilateral dari Beijing mengenai masalah ini.
Berbicara pada konferensi pers dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Scholz mengatakan kepada wartawan bahwa UE sejauh ini tidak menerima bukti dari AS bahwa Beijing sedang mempertimbangkan untuk memberikan dukungan mematikan ke Moskow.
Desas-desus tentang dukungan militer China untuk Rusia telah beredar sejak akhir Februari ketika penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jack Sullivan mengatakan kepada CNN bahwa jika China membantu Rusia akan menjadi kesalahan yang buruk.
Sullivan dan Burns mengakui bahwa tidak ada bukti pengiriman peralatan mematikan dari China ke Rusia.
“Kehebohan AS lebih dari sekadar menyimpulkan rasa bersalah tetapi juga pemerasan, yang telah secara serius melanggar hukum normal dan prinsip-prinsip hubungan internasional,” kata Gao Jian, direktur Pusat Studi Think Tank Eropa di Universitas Studi Internasional Shanghai, seperti dikutip dari Global Times, Selasa (7/3).
Melalui hype seperti itu, katanya, Washington berusaha merusak reputasi Beijing dan meniadakan posisi konsisten Beijing dalam mempromosikan pembicaraan damai di tengah krisis Ukraina.
Kegagalan propaganda disinformasi AS, menurut Gao, juga dapat dilihat dari rencana kunjungan para pemimpin Uni Eropa ke China di masa depan.
Setelah Presiden Belarusia Alexander Lukashenko melakukan kunjungan kenegaraan ke China dari 28 Februari hingga 2 Maret, Presiden Prancis Emmanuel Macron diperkirakan akan mengunjungi China pada awal April mendatang.