Atas undangan KNRP (Komite Nasional untuk Rakyat Palestina) Ummi Nadia berkesempatan datang ke Indonesia selama dua hari ditemani puteranya Muhammad. Selama kunjungannya di Indonesia, Ummi Nadia melakukan audiensi dengan siswa-siswi sekolah Jakarta Islamic School dan organisasi Persaudaraan Muslimah (Salimah) di Bandung. Eramuslim, berkesempatan untuk bertemu dan menemani perjalanan beliau ke Bandung hari Sabtu kemarin. Dan dari Ummi Nadia kami menggali dimensi lain perjuangan rakyat Palestina melawan penjajahan dan penindasan Zionis Israel terutama dari sisi pandang seorang perempuan dan seorang istri pejuang, sekaligus seorang pengungsi yang sampai saat ini merindukan untuk bisa kembali pulang ke kampung halaman mereka di Palestina.
Ummi Nadia termasuk perempuan yang istimewa karena suaminya, Mousa Abu Marzuk adalah salah seorang petinggi Hamas. Mousa Abu Marzuk saat ini menjabat sebagai salah satu kepala biro politik Hamas dan salah satu tokoh Hamas yang menjadi incaran Israel. Saat ini, Ummi Nadia, suami dan enam anak-anaknya (lima laki-laki dan satu perempuan) menetap di Damaskus, ibukota Suriah.
Sosok perempuan Palestina yang lembut ini menceritakan pada kami, saat ini ada sekitar 1,5 juta warga Palestina yang menjadi imigran di Suriah. Sebagian besar dari mereka adalah pengungsian sejak tahun 1948 (saat berdirinya negara ilegal Israel) dan saat pecah perang enam hari antara Arab-Israel tahun 1967. Warga Palestina di Suriah, seperti juga warga Palestina lainnya yang tersebar di Libanon, Yordania dan di seluruh pelosok dunia kesulitan untuk kembali lagi ke tanah air mereka, Palestina karena larangan dari rezim Israel. Apalagi untuk keluarga Ummi Nadia, yang tercatat sebagai keluarga pejuang Palestina dari Hamas, Israel tidak pernah mengizinkan mereka masuk kembali ke Palestina dengan alasan apapun.
Ummi Nadia mengungkapkan, kehidupan para pengungsi Palestina di Suriah relatif lebih baik karena pemerintahan Suriah memberikan pelayanan yang baik pada mereka. Berbeda dengan kehidupan pengungsi Palestina di Libanon yang kehidupannya lebih sulit dan pihak pemerintah Libanon menginginkan para pengungsi Palestina itu dipulangkan ke tempat asal mereka.
Ummi Nadia dan keluarganya, sejak keluar dari Gaza tidak pernah bisa kembali lagi ke tempat kelahirannya itu. Waktu itu, Ummi Nadia hijrah ke Amerika Serikat menemani suaminya yang melanjutkan studi untuk mengambil gelar doktor bidang teknik industri. Saat berada di negeri Paman Sam, Israel meminta pemerintahan AS agar mengekstradisi suaminya, Abu Marzuk hanya karena Abu Marzuk tercatat sebagai salah satu pimpinan Hamas. Hamas adalah musuh besar bagi Israel dan AS, karena Hamas menolak mengakui negara Israel sehingga kelompok ini dimasukkan ke dalam daftar organisasi teroris oleh Israel, AS dan negara-negara sekutunya. Atas desakan Israel pula, Abu Marzuk diadili dan dijebloskan ke penjara di New York, AS. Namun Israel akhirnya membatalkan permintaan ekstradisinya, karena khawatir ekstradisi Abu Marzuk akan menghidupkan kembali semangat perlawanan Intifadah di Palestina.
"Israel khawatir jika suami saya dibawa ke Israel, dipenjarakan disana dan berkumpul dengan tokoh Hamas lainnya seperti Syaikh Ahmad Yasin, akan membakar kembali semangat intifadah. Sebagai ganti ekstradisi, Israel melarang kami kembali Palestina," kata Ummi Nadia.
Setelah Israel membatalkan permintaan ekstradisinya, Abu Marzuk dibebaskan dari penjara di AS dan dideportasi. Ummi Nadia dan keluarganya lalu menetap di Yordania lalu pindah ke Suriah. Ummi Nadia mengungkapkan kesedihannya karena selama bertahun-tahun tidak bisa melihat kampung halamannya lagi di Gaza, Palestina, tempat ia dilahirkan dan dibesarkan. Apalagi dalam serangan brutal Israel ke Gaza kemarin, enam anggota keluarga Ummi Nadia gugur syahid dan tiga orang lainnya luka parah.
Al-Quran Sumber Kekuatan
Sebagai istri dari seorang tokoh penting Hamas, Ummi Nadia mengakui bahwa kehidupannya diwarnai ancaman-ancaman terutama yang diarahkan ke suaminya, Abu Marzuk. Namun sosok perempuan berusia 45 tahun itu mengaku tidak pernah merasa takut. Menurutnya, Hamas memiliki pasukan khusus yang menjaga keluarga-keluaga pejuang dan pimpinan-pimpinan mereka. Di atas itu semua, ia mempercayakan perlindungan bagi keluarganya pada Allah swt. "Al-Quran adalah sumber kekuatan kami. Bukan karena al-Quran itu sakti, tapi karena al-Quran memberikan bimbingan pada kami untuk menghadapi kesulitan-kesulitan yang kami hadapi," ujar Ummi Nadia.
Ketangguhan dan keimanan, kata Ummi Nadia, menjadi modal perjuangan rakyat Palestina sehingga mereka senantiasa mendapatkan pertolongan dari Allah swt. Ketangguhan dan keimanan itu sudah ditanamkan sejak masa anak-anak. Ummi Nadia mengungkapkan kisah mengharukan yang disampaikan seorang dokter yang merawat seorang anak yang menjadi korban agresi Israel di Gaza.
"Karena terkena ledakan bom, kedua kaki anak tersebut harus diamputasi. Si anak menangis ketika tahu kedua kakinya akan diamputasi. Dokter yang merawat iba melihat tangis si anak dan bertanya apa yang dia inginkan. Si anak menjawab, ia hanya ingin mendapatkan kakinya kembali agar bisa ikut melawan Israel. Anak itu menginginkan kakinya kembali untuk berjuang melawan Israel, bukan agar bisa bermain lagi seperti anak-anak pada umumnya, " tutur Ummi Nadia.
Keajaiban-keajaiban juga sering dialami warga Palestina dalam menghadapi kebiadaban rezim Zionis Israel. "Tentara Israel banyak yang lari dari medang perang bahkan menjadi gila. Mereka yang lari dan ketakutan itu mengaku seperti melihat banyak sekali pasukan yang mengepung mereka di perbatasan," ujar Ummi.
Ia juga mengungkapkan pengalaman seorang bapak bernama Ibnu Farhan, yang anaknya bernama Muhammad melakukan aksi bom syahid dan berhasil menewaskan sejumlah tentara Israel. Ibnu Farhan menceritakan, pemberitaan di Israel tentang aksi bom syahid yang dilakukan anaknya menyebutkan bahwa tentara-tentara Israel seperti melihat banyak orang yang akan melakukan aksi bom syahid, padahal ketika itu yang ada di lokasi kejadian cuma Muhammad seorang.
Mendengar kisah-kisah keajaiban yang dialami rakyat Palestina dalam melawan kebiadaban Israel, membuat hati kita bergetar dan memuji asma Allah swt. Karena Allah-lah yang Maha Kuasa dan Maha Penolong. Allah swt tidak akan membiarkan umatnya menderita dan dizalimi tanpa mengulurkan pertolongan dengan cara-cara yang kadang sulit diterima akal sehat manusia. Tapi itulah bukti kebesaran Allah yang disaksikan dan dialami sebagian rakyat Palestina. Sehingga meski mereka berulang kali dibantai dan digempur senjata canggih Israel, tidak membuat rakyat Palestina menyerah dan menjual harga dirinya pada penjajah.
Keluarga Pejuang
Sebagai keluarga pejuang, kehidupan yang dijalani Ummi Nadia dan keluarganya tidak berbeda dengan keluarga-keluarga lainnya. Anak-anaknya yang sebagian besar laki-laki memang lebih dekat pada sang ayah, Abu Marzuk. Ummi Nadia tidak menerapkan pola pendidikan yang istimewa. Menurutnya, pola pendidikan yang diterapkan pada anak-anaknya sama seperti yang dilakukan para ibu pada umumnya. Ada kalanya, sebagai orang tuas ia harus bertoleransi, ada kalanya harus bersikap tegas pada anak-anaknya.
Begitu juga dengan Abu Marzuk. Menurut Ummi Nadia, suaminya seperti juga sosok ayah pada umumnya. Meski pejuang, suaminya tidak menampakkan kesan gahar pada anak-anaknya, bahkan senang sekali bercanda dengan anak-anak mereka.
Keluarga Ummi Nadia dan Abu Marzuk adalah keluarga yang berpendidikan karena mereka memang memprioritaskan pendidikan yang layak bagi anak-anak mereka. Anak pertama pasangan ini, sekarang sedang mengambil spesialis kedokteran THT di Inggris. Muhammad, putera kelima yang menemani Ummi Marzuk saat berada di Indonesia, kini sudah di tingkat akhir jurusan teknik di Universitas Damaskus.
Ditanya bagaimana perasaannya menjadi anak seorang tokoh Hamas, Muhammad hanya tersenyum dan mengatakan bahwa ia ingin melanjutkan perjuangan ayahnya membela dan membebaskan tanah airnya, Palesina dari cengkeraman penjajahan Israel meski mungkin dengan cara yang berbeda.
Ummi Nadia dan keluarganya memahami betul resiko menjadi keluarga pejuang Hamas. Tapi mereka, seperti juga rakyat Palestina lainnya yang berada di belakang Hamas, tidak akan mundur selangkah pun oleh tekanan-tekanan Israel dan sekutu-sekutunya.Ummi Nadia menegaskan bahwa mayoritas rakyat Palestina memilih Hamas bukan tanpa sebab. Sebagian besar rakyat Palestina, kata Ummi Nadia, sudah tidak percaya lagi dengan PLO-organisasi pembebasan Palestina pimpinan Yaser Arafat-yang selama hampir 25 tahun perjuangannya tidak berhasil mewujudkan negara Palestina yang merdeka dan damai. Hal serupa ditunjukkan oleh penerus PLO dari Faksi Fatah yang sekarang di pimpin Mahmoud Abbas, presiden Palestina yang cenderung tunduk pada kepentingan Israel dan Barat.
"Abbas adalah pemimpin yang lemah. Dia sebenarnya tahu mana yang benar dan mana yang salah. Tapi dia pemimpin yang lemah," kritik Ummi Nadia pada Abbas.
Ditanya apa yang membuat rakyat Palestina mendukung Hamas, Ummi Nadia mengatakan karena Hamas mampu memenuhi apa yang menjadi kebutuhan rakyat Palestina. Hamas menerapkan prinsip kejujuran, amanah dan rela berkorban dalam garis perjuangannya, serta selalu berada di tengah-tengah rakyat Palestina.
Malam mulai turun ketika kami pulang kembali ke Jakarta. Dari kendaraan yang kami tumpangi, terlihat cahaya bulan dengan bulatan sempurna. Kami bisa merasakan kelelahan Ummi Nadia dengan aktivitas sepanjang hari tadi. Apa yang dilakukan Ummi Nadia adalah bagian perjuangan diplomasi untuk kemerdekaan tanah airnya, Palestina. Ummi Nadia menyatakan sangat terkesan dengan Indonesia dan berterima kasih atas dukungan dan bantuan yang tulus dari masyarakat Indonesia pada rakyat Palestina.
"Thank You for Everthing. Saya terharu dengan kepedulian kalian. Insya Allah kita bertemu lagi. Kami di Damaskus juga membuka pintu untuk kalian," itulah ucapan yang disampaikan Ummi Nadia ketika kami bersalaman dan saling berpelukan sebelum berpisah, karena malam itu juga Ummi Nadia dan puteranya Muhammad harus kembali pulang ke Suriah. (ln)