Hari ini, 1 Agustus 2011, bertepatan dengan 1 Romadhan 1432H. itu artinya hari ini adalah hari pertama puasa bagi seluruh muslim di dunia. Puasa tentulah hal yang biasa bagi seorang muslim, karena memang puasa di bulan romadhan merupakan bagian dari rukun Islam yang wajib dilaksanakan.
Tapi tidak demikian bagi orang Jepang yang tidak mengenal kosa kata puasa. Terlebih romadhan tahun ini jatuh di musim panas, dimana bukan hanya waktunya yang lebih lama, tetapi cuaca juga menjadi tantangan yang luar biasa. Waktu fajar jatuh pada pukul 03.00 dan maghrib pukul 19.00, sementara suhu di musim panas biasanya mencapai 41oC di Tokyo.
Sore tadi saya menunggu istri saya yang sedang mempertahankan disertasinya dihadapan para penguji dan mahasiswa. Alhamdulillah awan mendung hadir menemani hari pertama puasa di bumi sakura ini, sehingga tidak ada panas yang terlalu.
Dalam suasana puasa di hari pertama, Alhamdulillah istri saya bisa menyampaikan presentasinya dengan tenang dan menjawab berbagai pertanyaan dengan lancar. Puasa, yang secara sepintas lalu terlihat melemahkan tubuh karena tubuh mengalami kekurangan asupan makanan, melahirkan logika manusiawi yang beranggapan bahwa puasa berbahaya.
Inilah pikiran yang berkembang di kepala kebanyakan orang termasuk orang-orang Jepang. Sehingga ketika mereka tahu istri saya sedang berpuasa, mereka bilang “ooh..luar biasa.. berat sekali pastinya..”.
Dalam nalar orang Jepang, puasa memang suatu yang memberatkan, bahkan dianggap sebagai bentuk “penyiksaan”. Saat anak saya bilang ke gurunya kalau ia sedang puasa, gurunya langsung telpon istri saya dan meminta agar anak saya tidak berpuasa di sekolah. Bukan karena ingin menghalangi orang beribadah, tapi ingin melindungi anak saya dari apa yang dianggapnya sebagai “penyiksaan”.
Gurunya bilang “selama di sekolah anak tanggung jawab kami, kami tidak ingin ada anak yang merasa tersiksa di sekolah ini”. Inilah persepsi manusiawi yang belum mengalami pencerahan. Setelah istri saya menjelaskan apa itu puasa, Alhamdulillah sang guru paham dan malah memotivasi anak saya supaya kuat berpuasa.
Kelemahan logika manusia yang belum mengalami pencerahan memang seringkali terlalu cepat mengambil kesimpulan dari sebatas penglihatan. Teman saya dari Polandia juga mengatakan hal yang sama dengan guru anak saya tadi. Teman saya bilang “gila kamu, puasa di musim panas, itu menyakiti diri!” Saya bilang bahwa di Inggris musim panas jauh lebih panjang dari di Jepang jadi tidak perlu risau. Dia langsung menjawab “di Inggris musim panas tidak pernah mencapai 41oC seperti di Tokyo, luar biasa sekali kalau kamu bisa puasa ditengah ancaman dehidrasi, kalau saya pasti tidak kuat.” Saya hanya senyum, dan mengatakan kepada dia “kita sama-sama manusia, pasti kita punya range kekuatan yang sama, kalau saya bisa seharusnya kamu juga bisa.”
Kepada teman saya ini saya mengatakan bahwa kekuatan manusia bukan semata karena makanan. Lalu saya ingatkan dia tentang kisah David dan Goliath, yang dalam Islam kita mengenal kisah tentang Daud. Saya katakan kepadanya bahwa Daud begitu kuat meski sering berpuasa. Dalam Islam, kita mengenal kisah Jalut & Thalut. Dimana pasukan Thalut yang minum terlalu banyak justru tidak mampu bertempur, dan sebaliknya, sedikit orang dari pasukan itu yang mampu mengendalikan nafsu minumnya justru memiliki kekuatan dan kemampuan mengalahkan lawan.
Setelah diskusi panjang tak berkesudahan, teman saya dari Polandia ini cuma bilang “orang Islam luar biasa”. Ini pembicaraan kami menutup akhir semester ini, karena besok sudah libur musim panas sampai pertengahan September. Mudah-mudahan benar yang dikatakan teman saya itu, orang Islam memang luar biasa dalam kemampuannya mengendalikan diri, bukan hanya dari makan dan minum, tapi juga dari kerakusan dunia yang lebih besar lagi. Semoga.
Tokyo, 1 Agustus 2011( Mukhamad Najib)