Gambar di depan Ruang Utama Al-Falah, berbatasan dengan kantin
Tepat saat peristiwa tsunami Aceh di tanah air, akhir 2004 sampai maret 2005, suamiku mengikuti training di sebuah institute penelitian terkenal di Jerman. Ia bercerita tentang Al-Falah, sebuah ruangan masjid yang digawangi muslimin Indonesia, sepetak ruang kecil yang sudah sangat kesempitan karena jamaah masjid sangat banyak.
Di Berlin, muslim Indonesia memang banyak, dan sebenarnya sudah memiliki Masjid Al Falah IWKZ e.V yang dirintis sejak lebih 20 tahun lalu, tetapi masih bertempat di lantai dasar sebuah gedung apartemen dengan status kontrak sehingga memiliki konsekuensi perpindahan lokasi seiring dengan masa kontrak yang berakhir.
Gambar suasana serius dauroh di Masjid Al-Falah, Berlin, desember 2010
Beberapa tahun lalu warga muslim Indonesia di Berlin yang makin kreatif semakin berkobar semangatnya dalam mewujudkan masjid permanen. Hadits motivasi yang menularkan komunitas muslim lainnya pun selalu berkobar, sebagaimana jaminan Nabi Muhammad sallallahu ‘alaih wa sallam, “Barang siapa yang mendirikan masjid, Allah akan mendirikan sebuah rumah baginya di surga” (H.R. Muslim).
Berfoto @Ruang TPA Masjid Al-Falah
Saat itu, info “project akhirat” tersebut kami terima dari situs eramuslim ini, hidayatullah, juga koordinator MMIT (Masyarakat Muslim Indonesia di Thailand, Bangkok) yang kemudian turut berkontribusi dengan semangat, walaupun posisi masing-masing anggota sudah saling berjauhan, ada yang sudah back for good di Indonesia, di UAE, di Bangkok, juga di Kuala Lumpur seperti kami.
Suasana riang dan senyum bahagia di Al-Falah, Berlin
Kemudian panitia pembangunan masjid Al-Falah Berlin juga mempublikasikan website mereka di http://alfalah.iwkz.de/. Terbersit hati sebelum pindah ke Poland, “Kalau memang nanti kita jadi pindah ke Poland, berarti kita ntar bisa dekat dengan Berlin, bisa berkunjung ke Al-Falah ini (lagi) yah bi….”, bisikku pada suami, Insya Allah, katanya.
Ternyata do’a itu langsung dikabulkanNYA, yang mana saat akhir September 2010 lalu, kami harus menunda ke Baitulloh karena ternyata Saya hamil lagi, kondisi yang kurang fit, dan jadwal cuti yang sudah disiapkan menjadi bertumpuk. Maka pada awal tahun baru hijriyah, 1432, kami menemukan waktu yang pas untuk berlibur, selain ke kota berdekatan Krakow, juga niat yang kuat adalah menuju Berlin.
Kutanyakan pada Mbak Jelita melalui text ke inbox jaringan mayanya, “Mbak… tolong kenalin aku ke saudari muslimah yang ada di Berlin yah…”, beliau ini pernah lama pula tinggal di Berlin, sehingga Saya harap beliau masih menyimpan alamat teman-temannya yang ada disana. Dan benar saja, atas izin Allah SWT, 5 menit selanjutnya Saya telah berkenalan dengan beberapa saudari muslimah Berlin via email, Walhamdulillah.
Kepada Ummu Sabira, Saya ungkapkan bahwa kami sekeluarga akan berlibur ke Berlin sekaligus “berburu makanan Indonesia”, jadwal cuti suamiku adalah seminggu. Sehari sebelum kesana, kami juga menyempatkan diri berkunjung ke Czestochowa, Poland (2 jam dari Krakow), makan pecel tempe, soto ayam dan mi goreng khas kita, bersama dengan satu-satunya saudari muslimah Indonesia yang paling dekat tempat tinggalnya denganku.
Gambar Suasana Taman Czestochowa (2 jam dari Krakow), Poland, awal desember 2010
Ummu Sabira dari Berlin ternyata begitu sigap, saat mengetahui diriku tengah hamil, di Krakow menjalani hidup “setengah vegetarian” (alias tidak memakan daging), maka beliau segera menjawab, “pesan aja makanan yang kamu mau, neng… Come in… insya Allah semuanya tersedia”, subhanalloh… Begitu indahnya Ukhuwah Islamiyah, saat berjumpa di depan mata dalam sedetik saja bagaikan telah bersahabat hitungan tahun.
Begitulah… Setibanya di Berlin dan menapaki hari indah bersama keluarga, untaian pujian padaNYA selalu terlantun. Kami terharu saat anak-anak riang mengitari ruangan masjid Al-Falah, sholat berjamaah, menikmati menu makanan Indonesia, apalagi saat melihat “Orderan Makanan” yang kupesan sudah tersedia di depan mata. Subhanalloh… Terima kasih, saudara-saudariku di Berlin yang sungguh penuh kasih.
Jarak yang kami tempuh dari Krakow ke Berlin sekitar sebelas jam dengan menggunakan kereta api, terlambat sedikit akibat badai salju atau kereta stop sesaat ketika ada tumpukan salju yang menghadang. Namun tak terasa lelah atau capek karena hari-hari liburan tersebut begitu berkesan bagi kami sekeluarga, begitu terasa kentalnya ukhuwah, dan didukung oleh kenyamanan pelayanan hotel & transportasi yang sangat lancar di sana.
Suasana siang saat salju mencair, @Checkpoint Charlie Berlin
Liburan adalah hal yang sangat penting bagi kami sekeluarga, sejak turun temurun. Melalui liburan yang fokus dan terencana, kami mengharapkan bertambah mesra hubungan keluarga, makin dekat dan selalu bersyukur pada-Nya, akrab dengan alam-Nya, serta memetik hikmah sebanyak-banyaknya.
Dahulu saat kami masih kecil, orang tuaku bergantian mengajak anak-anaknya ke bioskop setiap dua minggu sekali, misalkan minggu ini Saya dan kakak menonton bersama ortu, lalu dua minggu berikutnya dua kakak lainnya bersama ortu yang ke bioskop, sedangkan yang lainnya berlibur di rumah paman atau bibi kami.
Kadang kami mengisi liburan dengan berkebun, memetik cabe dan jambu di desa kakek, atau menanam sayur di sepetak tanah dan rumah yang masih dalam cicilan ortu dua puluh tahun lalu.
Tatkala telah menikah, tadabur masjid adalah hal yang paling kusenangi, Saya dan suami merasa tentram berkunjung ke masjid-masjid dimanapun kami berpijak. Masjid Salman ITB dan masjid kampus UPI Bandung adalah kenangan tak terlupakan. Masjid Jauharul Iman Plaju, dan masjid di sisi ampera, Palembang juga sangat bersejarah bagi kami.
Masjid di Puncak, Bogor serta kubah emas-Depok pernah kami kunjungi. Masjid Putra Jaya, Masjid terapung pulau penang di Malaysia juga punya keistimewaan tersendiri. Masjid di sukhumvit Bangkok, tempat ananda kami dimakamkan, masjid yang sangat sederhana, namun istimewa di hati ini. Masjid As Safiir, KBRI Bangkok pun adalah kenangan indah buat kami. Masjid Warszawa, Masjid Johannesburgh-Republik South-Africa, yang jamaahnya enggan difoto, juga punya monument hati di dalam jiwa ini.
Hal yang pasti, jika suamiku harus training atau mengerjakan urusan kantor, maka kami tidak bisa punya istilah “sekalian liburan”. Urusan pekerjaan haruslah murni dijalankan tanpa gangguan keluarga demi menghindari korupsi waktu dan dana yang telah dikeluarkan perusahaan, insya Allah ini kami jadikan prinsip, jangan sampai mengikuti tabiat para pejabat di negeri antah berantah yang “jalan-jalan dan berlibur” ke luar negeri dengan alasan “tugas negara”. Naudzubillahi minzaliik, semoga kita terjauh dari hal demikian.
Karena di Krakow masih dalam perjuangan “meminta ruangan masjid” pada dewan kota, maka liburan ke Berlin dengan berkunjung ke Al-Falah adalah sesuatu yang luar biasa membahagiakan bagi kami sekeluarga. Di setiap jalan yang kami lalui, selalu banyak berjumpa muslimah dengan memakai jubah khas Jazirah Arab atau kerudung Turki. Terkadang kami bersapa salam sekedarnya kalau berjumpa di lift atau tangga U-Bahn.
Salah satu sudut Indomark, Berlin
Masjid Al-Falah memiliki ruangan-ruangan bersekat, minimalis, namun sangat tertata rapi. Di depan pintu, ada rak sepatu yang besar, bersisian dengan dapur. Ada WC untuk muslim, terpisah dengan WC buat muslimah. Ada ruang mini untuk menyusun jaket-jaket tebal yang kita pakai saat musim dingin, tepat di sisi kantin Al-Falah.
Di tengah ruang kantin, ada meja dan kursi-kursi, biasanya bisa makan sambil diskusi disini. Di sudut-sudutnya penuh barang hasil produksi Indonesia yang bisa kita beli, mulai dari jilbab, minyak angin, bumbu dapur, mie instant, hingga souvenir-souvenir dan minuman ringan serta kebutuhan lainnya.
Kemudian ada pintu geser sebagai sekat, memasuki ruang masjid, “khusus ibu-ibu” yang juga biasa dipakai untuk mengaji bagi anak-anak TPA. Di ruangan ini, penuh buku-buku bacaan anak-anak, kitab-kitab, tafsir, sepertinya sekaligus perpustakaan, buku-buku boleh dipinjam.
Ruang utama cukup luas, dua kali ukuran ruang tamu di rumah sederhana. Terdapat buku-buku pula di atas rak, sudut-sudut ruang utama. Saat kami datang, para mahasiswa sedang mengadakan dauroh di ruangan utama tersebut.
Kami merasakan sambutan hangat dan obrolan indah dalam ukhuwah islamiyah di sana, berjumpa dengan Pak Pandi, Pak Fatih, Abu Sabira, Kak Ami, Pak Alfaferi, dan bapak-ibu lainnya bersama keluarga, serta teman-teman Mahasiswa/i muslim Indonesia. Ada pun sewaktu jumatan di Al-Falah, Saya sempat berkenalan dengan muslimah Turki yang sedang sholat disana.
Pak Pandi yang merupakan “kapten” disana ternyata berasal dari daerah Ogan Ilir SumSel, sama denganku, beliau sudah sekitar 30 tahun tinggal di Berlin, Jerman. Dalam kunjungan kedua, menjelang maghrib sebelum kami pulang kembali ke Krakow, kami berkesempatan mencicipi masakan Pak Pandi yang lezat, Walhamdulillah.
Kami juga sempat berkunjung ke Indomark, toko Indonesia di Berlin, hanya satu kali perjalanan dengan bus beberapa menit dari Al-Falah, dan disuguhi teh manis yang hangat oleh Mbak Indah disana.
Puji syukur padaNya tiada henti, atas segala nikmat yang tak pernah sanggup kami hitung, sungguh beruntung diri ini dapat mempererat silaturrahim, menambah ramai persaudaraan seraya menikmati liburan di musim dingin ini.
Sepulangnya ke Krakow, kami dapat menghangatkan masakan rendang dan bakso yang telah dibuatkan oleh saudariku di Berlin, subhanalloh, rasanya lezat, sebagaimana masakan ibuku di Indonesia. Juga kami nikmati cemilan khas Indonesia seperti Bika Ambon, Onde-onde, gorengan, dan krupuk. Stok yang lumayan mencukupi untuk ibu hamil dan menyusui sepertiku.
Gambar Azzam, di depan Brandenburger Gate, Berlin
Semoga tulisan ini dapat mengobati kerinduan muslim-muslimah ex-Berlin, yang dulu pernah merantau di sana, juga dapat menambah rasa optimis dan semangat bagi saudara-saudariku yang tinggal jauh dari masjid, seperti kami di Krakow.
Dalam kesempatan itu, Saya menuliskan sekilas catatan testimony di buku tamu dan menyampaikan salam ukhuwah dari teman-teman kita di Indonesia, bapak-ibu Majelis Taklim Bangkok dan Sisters IMC Kuala Lumpur, tempat kami sekeluarga pernah tinggal pula sebelum ke Krakow. Pak Pandi dan teman-teman Al-Falah menjawab “salam ukhuwah pula dari Berlin”.
Silaturrahim, mempererat ukhuwah ini adalah salah satu obat jiwa yang menyegarkan. Syukron jazzakumulloh khoiru jazza.
(bidadari_Azzam, Krakow, jan.2011)