Oleh Fathuddin Ja’far
Nama Syekh Usamah Rifa’i sudah sering kami dengar dari teman-teman yang belajar di Damaskus. Beliau salah seorang ulama terkemuka Suriyah saat ini. Beliau adalah putra dari ulama besar Suriyah yang bernama Syekh Abdul Karim Rifa’i, yarhamuhullah.
Menurut teman yang mendampingi kami sejak hari pertama menginjakkan kaki di tanah Syam, almarhum Sykeh Abdul Karim Rifa’i adalah ulama yang sangat besar pengaruhnya di negeri Syam.
Beliaulah yang melakukan pembaharuan metode dakwah, dari dakwah tradisional yang hanya menyentuh kalangan bawah, menjadi dakwah moderen yang mampu menjangkau kalangan menengah atas.
Sehingga jamaah dan murid yang belajar dari Beliau adalah dari berbagai kalangan masyarakat. Setelah Syekh Abdul Karim wafat, estafet perjuangan dakwah diteruskan oleh putranya yang beranama Sykeh Usamah Rifa’i.
Sebelum berbibcang-bincang dengan syekh Usamah Rifa’i, kami sempat mengikuti pengajian rutin yang Beliau adakan setiap hari kerja, yakni dari Ahad sampai Kamis. Hari libur di Suriyah adalah hari Jumat dan Sabtu.
Sebuah pengajian yang unik dan menarik serta perlu kita tiru. Betapa tidak? Waktunya adalah dari jam 6 pagi sampai jam 7 pagi dan lima hari dalam sepekan. Itulah waktu yang sangat fresh dan mahal untuk menimba ilmu.
Materinyapun diranncang dengan baik serta dibahas sampai selesai. Setelah materi-materi yang dibahas itu tuntas maka kajian berpindah ke materi-materi yang lain. Setiap pertemuan biasanya disampaikan dua materi. Waktu kami hadir hari Ahad 6 Juni 2010, materinya adalah tafsir dan ilmu Faraidh (waris).
Pengajian syekh Rifa’i tidak ubahnya seperti kuliah saja, kata teman mahasiswa Indonesia yang sudah mengikutinya sekitar empat tahun belakangan. Pengajian ba’da subuh, begitu biasanya dinamakan, dihadiri sekitar 150-200 peserta dari berbagai kalangan.
Ada mahasiswa dan para ustaz atau Da’i yang ingin mendalami ilmu-ilmu syariah langsung dari sang ulama besar syekh Usamah. Ada pula dari kalangan eksekutif, pengusaha, ilmuan dan tampak pula dari kalangan masyarakat biasa dan bahkan pekerja kasar lainnya.
Adapun metode pengajiannya sangat moderen dan mungkin lebih maju dibanding dengan kuliah sekalipun. Didukung peralatan canggih seperti LCD dan beberapa layar tv yang terpampang di sekitar ruang yang cukup mewah dan luas itu.
Peserta pengajian yang tidak dapat tempat duduk/kursi pada posisi yang dapat menatap langsung wajah sang guru, mereka dapat menikmatiya melalui layar tv yang terpampang dihadapan mereka. Setiap peserta tampak membawa kitab referensi materi yang disampaikan. Salah seorang dari hadirin membaca satu atau setengah paragraf.
Lalu syekh Usamah langsung menjelaskannya tampa melihat kitab yang dibaca sang murid. Demikian juga saat membahas ilmu Faraidh, salah seorang murid menampilkan rumusannya, seperti ½, ¼, dan seterusnya di layar. Lalu syekh Usamah dengan spontan menjelaskannya secara detil.
Hidangan kopi hitam kental ala Suriyah dan teh masnisnya cukup memberikan suasana hangat dan menghilangkan rasa ngantuk peserta pengajian.
Yang lebih menarik lagi, para peserta pengajian bebas memberikan komentar atau sanggahan terhadap apa yang disampaikan sang syekh. Setiap pergantian sesi, selalu dimulai dengan membaca salawat kepada nabi Muhammad Saw dan ditutup dengan doa. Usai pengajian juga ditutup lagi dengan shalawat dan doa yang lebih panjang dari sebelumnya.
Sungguh pengajian yang luar biasa dan pemandangan yang menyejukkan hati dan mencerahkan fikiran. Sehingga kami sangat merindukan suatu saat sunnah hasanah orang tua syekh Usamah Riafa’i, almarhum Abdul Karim Rifa’i tersebut dapat kita hidupkan dan kembangkan di Indonesia, insya Allah.
Syekh Usamah Rifa’i adalah ulama kharismatik. Bicaranya tenang, runut dan dengan suara yang tidak tinggi dan tidak pula terlalu rendah. Namun penuh hikmah dan kekuatan. Penampilan Beliaupun sangat sederhana. Gaya bicara dan gerakan fisiknya tampak natural dan tidak sedikitpun terlihat dipaksakan.
Soal keikhlasan, sungguh tidak dapat kami nilai. Namun, melihat gaya dan penampilan Beliau yang sangat sederhana itu, tidak ada yang meragukan keikhlasannya dalam mengemban amanah dakwah Islam. Inilah kesan yang kami tangkap dari Beliau, baik saat mengikuti pengajian ba’da susbuh itu maupun saat berbincang-bincang di ruang tamunya di amping ruang utama Masjid yang sangat besar dan rapih.
Setelah pengajian selesai, Syekh Usamah naik ke ruang utama masjid dengan lift khusus. Maklum, Beliau terlihat sudah sepuh. Kamipin naik ke atas melalui tangga yang biasa digunakan jamaah pengajian Beliau. Sesampai di atas, Syekh Usamah masuk ke dalam ruang sekretarisnya.
Tidak berapa lama, Beliau keluar dan menyalami kami yang sudah menunggu di depan pintu dan mengajak masuk ke dalam ruang kerja yang sekaligus ruang tamu Beliau yang berdampingan dengan ruang sekretarinya. Sebuah ruang yang cukup luas, dikelilingi oleh beberapa sofa dan sebuah meja direksi yang cukup bagus.
Setelah kami masuk ruangan itu, Beliau mempersilahkan kami duduk di atas sofa dan Beliaupun duduk di samping kami. Lalu Beliau menyapa kami dan menayakan berbagai hal, khsusnya tentang perkembangan dakwah di Indonesia. Kami benar-benar diperlakukan sebagai tamu, sebagai saudara dan juga sebagai anaknya.
Syekh Usamah cukup memiliki infoemasi tentang dakwah di Indonesia. Beliau sangat memperhatikan dakwah di Indonesia kendati belum pernah datang ke negeri yang berpenduduk 240 juta jiwa yang mayoritasnya Muslim itu. Di antara sumber informasi Beliau adalah mantan Dubes RI di Damaskus, yakni Bapak H. Muzammil Basyuni yang beberapa waktu lalu meninggalkan Damaskus karena selesai masa tugasnya.
Setelah kami menjewab beberapa pertanyaan, kamipun meminta nasehat dan pandangan Beliau terkait dakwah dan implemntasinya di lapangan. Lalu Beliau memohon kepada Allah agar memualiakan para Da’i ilalllah di mana saja mereka berada. Kemudian menjelaskan beberapa prinsip dakwah yang harus dipegang teguh oleh para Da’i ilallah.
i antara prinsip yang harus dipegang oleh para Da’i dan aktivis dakwah ialah :
1. Kita harus bangga dan merasa bahagia karena tergabung dalam dakwah ilallah. Allah menjelaskan: “Katakanlah, dengan karunia dan rahmat Allahlah kamu bergembira. Karunia dan rahmat Allah itu jauh lebih baik dari harta yang mereka kumpulkan”. (QS. Yunus : 58). Abu Musa Al-Asyari menjelaskan : Karunia Allah itu adalah Al-Qur’an.
Sedangkan rahmat-Nya ialah bahwa Allah jadikan kita sebagai orang-orang yang kosnsisten dengan Al-Qur’an dan menegakkan nilai-nilai Al-Qur’an. Demikian juga karunia Allah pada kita ialah Allah pilih kita menjadi Da’i iallah sesuai Al-Qur’an.
2. Sebagai Da’i dan aktivis dakwah, di mana saja berada, harus memiliki sumber ma’isyah (kehidupan). Jangan sekali-kali hidup dari dakwah. Jangan sekali-kali mengharapkan bayaran dan jangan sekali-kali meminta-minta pada masnusia.
Nanti Anda bisa menjadi hina dan tidak berharga di mata mereka atau mereka dengan mudah menakar Anda. Rasul Saw. menjelaskan : Zuhudlah kamu terhadap dunia, Allah pasti menyayangimu. Dan zuhudlah kamu terhadap harta yang ada di tangan manusia nanti mereka akan sayang kepadamu.
Untuk mendapaatkan kasih sayang Allah kita harus zuhud pada dunia, maka untuk mendapat kasih sayang yang tulus dari manusia, kita harus menghindari meminta-minta dari mereka.
3. Sebagaimana kita ketahuai semua, bahwa ilmu adalah dasar utama (setelah iman). Ilmu tentang Al-Qur’am, hadits dan sebagainya. Ini adalah masalah prinsip. Orang yang berdakwah tanpa ilmu, ia akan merusak Islam dan dakwah lebih banyak dari apa yang ia perbaiki.
Umar Ibnul Khattab ra mengatakan : Anda harus faqih dulu sebelum memimpin. Jika seseorang sudah menjadi pemimpin atau tokoh masyarakat, akan sulit baginya menuntut ilmu secara maksimal, karena waktunya akan habis dengan jamaah atau masyarakatnya. Coba banyangkan jika seseorang yang menjadi tokoh dan panutan masyarakat sedangkan ia tidak memiliki ilmu yang mendalam tentang Islam, pasti tidak akan banyak yang bisa dia lakukan, dan bahkan mungkin lebih banyak merusak ketimbang melakukan perbaikan.
4. Terakhir yang ingin saya sampaikan ialah – semoag Allah berikan pertolongan-Nya pada kita – jangan terlibat dan buang waktu dalam hal perselisihan atau perpecahan. Lapangan dakwah Indonesia harus bersih dan bersih dari persoalan perselisihan baik antar para Da’i maupun antar jamaah atau kelompok dakwah.
Kita harus saling menolong dan bekerjasama. Berapapun harganya harus kita bayar. Di hadapan khalayak atau masyarakat kita harus terlihat bersatu, kendati kita memeliki berbagai perbedaan. Lakukanlah nasehat dengan rahasia….. Harus dengan rahasia (Beliau tekankan betul sampai dua kali). Tidak boleh di hadapan khalayak atau media. Untuk itu kita harus saling mencintai karena Allah.
Setelah menjelaskan empat prinsip dakwah di atas, Syekh Usamah mengungkapakan kegembiraannya atas perkembangan dakwah di Indonesia. Alhamdulillah, di Indonesia masih ada ulama yang mau berkorban dan bekerja untuk dakwah. Sementara di sebagian negeri Islam lain tidak ada ulama yang benar-benar berilmu dalam berdakwah. Mereka berdakwah karena tuntutan kondisi. Ini adalah masalah serius, ungkapnya.
Beliau berharap gerakan dakwah di Indonesia dapat mengembangkan dunia pendidikan Islam yang berbasis Al-Qur’an dan Sunnah dengan kualitas yang baik dan maksimal sehingga suatu saat dapat memenuhi kebutuhan calon-calon Da’i ilallah dan tidak perlu lagi mereka pergi ke berbagai Negara lain untuk menuntut ilmu syar’i. Saya yakin itu, kalian bisa lakukan, insya Allah, ungkap Beliau.
Tidak terasa hampir satu jam kami berbincang-bincang dengan Syekh Usamah Rifa’i. Kami sadar Beliau banyak pekerjaan dakwah yang harus diselesaikan. Apalagi saat kami berbibcang-bincang, tiba-tiba dua orang tamu dari Turki masuk ke ruang Beliau.
Mereka dengan tekun mendengarkan perbincangan kami dan tentunya dengan sabar pula menunggu giliran untuk berbincang-bincang dengan Syekh Usamah. lalu, kami putuskan untuk pami dan Beliau mengantar kami sampai ke pintu. Saat berpelukan dan bersalaman, Beliau mendoakan kami semoga Allah memberikan keberkahan-Nya pada kami dan ganjaran yang besar atas kunjungan kami.
Lalu kami mengamininnya smbil mengucapkan: Amina ya Robb… wa jazakumullahu khairan ya Syaikhana… Semoga Allah berikan kesempatan kita bertemu kemabali, baik di Damaskus maupun di Jakarta, insya Allah…