Suasana sebelum shalat di mulai (Doc. Ritzal405)
Tanggal 10 september adalah hari yang bersejarah bagi seluruh warga muslim dunia karena ini adalah hari Raya iedul fitri 1431 H. Semua umat muslim di dunia merayakan hari raya Idul Fitri setelah sebulan penuh digembleng secara fisik dan mental serta ruhiyah dengan puasa di bulan Ramadhan yang penuh berkah,rahmat dan ampunan.
Tak terkecuali bagi Aku dan keluarga dan warga muslim Indonesia di Newcastle ini, sebuah kota kecil di pinggir Sungai Tyne Inggris. Dalam tulisan ini aku ingin sedikit berbagi pengalaman mengikuti shalat Ied pertamaku di kota berpenduduk 278 ribu orang (berdasarkan sensus tahun 2008) dan 3,6% diantaranya adalah Muslim.
Diawali dengan hujan rintik–rintik di pagi hari, Aku,suami dan anak-anak bersiap-siap untuk berangkat ke tempat penyelenggaraan sholat ied kali ini. Ada dua pilihan tempat sebenarnya yang bisa kami kunjungi yaitu di masjid tauhid yang bisa di tempuh 10-15 menit dengan berjalan kaki dan waktu sholat jam 7.45 pagi dan eldon square leisure sport centre yang terletak di pusat kota Newcastle dengan waktu shalat mulai jam 08.20.
Lokasi ini bisa di tempuh dengan satu kali naik bus yang memakan waktu sekitar 10 menit, atau kalau mau lebih cepat maka kita bisa menggunakan jasa taxi , hanya 5 menit menuju ke lokasi. Mengingat persiapan dan dinginnya suhu,kami memutuskan untuk ikut shalat ied di Eldon Square di city center.Biasanya kami menuju ke City Center dengan berjalan kaki, dikarenakan cuaca dan suasana yang menyenangkan, juga jarak yang tidak begitu jauh,sekitar 6 km atau memakan waktu 25 menit. Tapi kali ini kami memutuskan untuk menggunakan taksi dikarenakan gerimis dan suhu sekitar 13C serta tiupan angin yang sejuk. Terlebih jam sudah menunjukkan pukul 8.10 menit sedangkan waktu dimulainya sholat ied adalah 08.20.
Tepat pukul 8.15 taksi datang, Kami bergegas menaikinya dan segera meluncur ke lokasi. Perjalanan dengan taksi hanya memakan waktu 5 menit. Jam sudah menunjukkan pukul 8.20 saat kami sampai di lokasi. Dengan setengah berlari kami memasuki mall dan lansung menuju lift. Sampai di depan lift kami bertemu dengan beberapa muslim dari Negara lain. Seorang muslimah dari Irak yang sedang menunggu lift menyapa kami dengan ucapan ‘Ied mubarak’.dan kamipun tersenyum dan menjawab dengan ucapan yang sama. Pintu lift terbuka dan kami pun menekan tombol angka 4. Dalam hitungan detik sampailah kami di lantai 4 dan langsung berjalan melalui lorong untuk sampai di Hall.
Sesuai dengan namanya, maka bisa ditebak, bakwa tempat penyelenggaraan sholat ied kali ini adalah sebuah hall, yang biasanya digunakan untuk bermain basket, futsal,bulutangkis dan lainnya. Sebuah ruangan cukup besar yang bisa menampuang jamaah sholai ied sekitar 1000 orang.Dan satu hal yang menjadi kejutan bagi saya adalah, sport centre ini terdapat di lantai 4 sebuah mall besar di kota yang menjadi benteng pertahanan dalam perang perbatasan melawan scotlandia pada abad pertengahan.
Ruangan hall tersebut memanjang sehingga pemisahan jamaah laki-laki dan perempuan dilakukan dengan membagi dua ruangan tersebut secara bersebelahan. Hijab yang digunakan adalah kain/hijab berwarna hijau setinggi dua meter sehingga tidak memungkinkan untuk saling melihat. Mimbar untuk khatib dan imam berada pada bagian jamaah laki-laki. Jadi saya tidak tahu sama sekali berapa banyak jumlah jamaah laki-laki dan siapa yang menjadi khatib sholat ied ini.
Begitu memasuki tempat untuk jamaah perempuan, mataku langsung menyapu sekeliling lapangan. Kutemui sekitar 200 peserta sholat ied, ibu-ibu, anak-anak, remaja dari berbagai macam suku bangsa, bahasa dan pakaian. Muslimah afro dengan baju dan roknya dan topi yang menutup kepalanya, muslimah arab dengan pakaian ala gamis dan jilbab yang berwarna gelap, beberapa diantaranya menggunakan cadar, gamis berbunga-bunga dan jilbab yang juga berwarna warni, kemudian tampak juga muslimah yang berwajah asia dan menggunakan baju kurung, yang bisa kutebak langsung, mereka adalah muslimah dari negeri se rumpun yaitu Malaysia dan Brunei Darussalam.
Sementara anak-anak berlari ke sana kemari dengan berbagai macam model rambut dan pakaian yang berbeda dengan anak-anak yang sering ku jumpai di Indonesia. Kalau di Indonesia kita pergi sholat ied baik itu di masjid maupun di lapangan, biasanya kita akan menjumpai hal yang senada, yaitu orang tua berpakaian dengan warna senada yaitu putih, kaum prianya dengan bawahan sarung atau celana warna hitam dan ibu-ibu dengan baju dan selendang putih sementara anak-anak dengan pakaian muslim aneka model dan warna dan merk, maka di sini ada remaja yang datang dengan celana leijing yang ketat, baju warna warni yang juga agak ketat menutupi sampai pinggul dan sepatu dengan hak yang tinggi.
Mereka memasuki hall dan berada di tengah shaff tanpa membuka sepatunya. Aku tadinya berpikir akan melihat baju gamis gamis lucu yang dipakai oleh anak-anak yang berasal timur tengah tapi ternyata tidak. Kangen rasanya suasana berlebaran di Indonesia, dimana waktu sholat ied hampir semuanya dari tua, muda sampai anak-anak berpakaian sopan dan menggunakan baju muslim yang bernuansa putih sehingga suasana lebarannya lebih terasa.
Suasana dalam ruangan cukup heboh. Para orang tua sibuk saling menyapa dan bersalam-salaman, sementara anak-anak kecil berlari kesana kemari dengan riangnya. Mungkin karena momen shalat ied ini dijadikan juga sebagai ajang silaturrahim bagi kaum muslimin dari berbagai Negara, maka para jamaah berkumpul berdasarkan asal Negara. Panitia dari Islamic Society Newcastle University sibuk melayani dan mengatur posisi jamaah. Karena tidak tersedia tempat penitipan sepatu, maka sepatu jamaah perempuan di tempatkan di sekitar tempat duduk jamaah.
Informasi yang kuperoleh, ternyata jamaah laki-laki mengumpulkan sepatunya di sekitar pintu masuk sehingga tidak mengganggu shaff shalat. Di seputaran ruangan terdapat meja-meja yang penuh dengan makanan dan minuman berupa buah-buahan, samosa, serta paket permen dan balon.
Suara takbir terdengar dari sound system yang ditempatkan di langit-langit ruangan. Berbeda dengan takbir di Indonesia, takbir di sini dibaca secara bersama-sama dengan satu orang menggunakan pengeras suara. Iramanya terasa asing di telingaku karena tidak semerdu dan semeriah di Indonesia.
Sayup-sayup kudengar, melalui pengeras suara bahwa sholat ied akan dimulai. Aku tersentak karena shalat langsung dimulai tanpa ada aba-aba atau petunjuk tata cara shalat ied seperti yang biasa ku temui di Indonesia. Satu hal yang berkesan adalah suara Imamnya ketika membaca Al-Fatihah dan surat pendek terdengar begitu merdu dengan bacaan yang tartil. Shalat berlangsung dengan cepat dan dilanjutkan dengan khutbah oleh Ustadz Mahmud dari Muslim Walfare House Newcastle.
Memasuki sesi khutbah ini, suasana agak ramai karena anak-anak sudah kembali beraktifitas dengan ciri ke kanak-kanakannya. Sound system yang terpasang terasa kurang mendukung karena hanya dipersiapkan untuk mendukung kegiatan olah raga saja. Karena itu, beberapa jamaah perempuan terpaksa maju ke depan mendekati speaker untuk dapat mendengarkan isi khutbah dengan lebih jelas lagi. Meskipun kurang dapat menangkap isi khutbah dengan baik, Aku tetap berusaha diam dan tenang selama khotbah.
Belakangan, pada saat pulang Aku mendapat penjelasan dari Bapak Yosritzal, bahwa di bagian jamaah laki-laki semua ruangan penuh. Jumlah jamaah laki-laki lebih dari 500 orang. Lelaki yang juga Ketua KIBAR (Keluarga islam Indonesia se Britania Raya) itu menjelaskan bahwa selama khutbah, jamaah laki-laki tetap tertib dan suara khutbah dapat didengar dengan baik.
Menurut Yosritzal, khatib bercerita tentang adanya dua golongan manusia pasca Ramadhan. Golongan pertama adalah golongan orang yang sukses, yaitu orang yang bisa memaksimalkan ibadah ramadhan dengan sebaik-baik amalan, Sedangakan golongan kedua adalah golongan orang yang merugi, yaitu orang yang tidak banyak beribadah di bulan ramadhan. Namun demikian, khatib menegaskan bahwa pemenang sesungguhnya adalah orang yang mencapai derajat takwa. Hal yang menarik adalah, ungkapan terakhir dari khatib, bahwa menjadi orang sholeh itu penting, tapi yang lebih penting lagi adalah menjadi mushlihun yaitu orang yang mensholehkan orang lain.
Dalam penggalan doanya di akhir khutbah yang di aminkan oleh jamaah, khatib mendoakan agar Allah memberikan pertolongan-Nya dan memenangkan para mujahidin di Palestina, Afganistan, Pakistan dan dimanapun di seluruh penjuru dunia.
Selesai khutbah, para jamaah saling berjabatan tangan dan saling berangkulan. Ucapan ied mubarrak dan saling mendoakanpun terucap dari mulut para jamaah.
Acara dilanjutkan dengan jamuan sederhana berupa buah dan makanan ringan. Masing-masing jamaah mendapat bagiannya masing-masing dan kemudian duduk melingkar menikmati hidangan. Demikian juga Aku dan beberapa teman-teman dari Indonesia. Kami berkumpul membentuk satu lingkaran dan makan bersama. Ikut bergabung bersama kami beberapa teman dari Malaysia dan Brunei Darussalam.
Kami makan diselingi obrolan ringan dan saling berkenalan bagi yang belum kenal. Di waktu makan ini ada seorang muslimah dari timur tengah yang berkeliling dari kelompok satu ke kelompok yang lain datang menawarkan coklat. Betul lah adanya bahwa orang Arab itu seneng bersedekah, mereka juga sering menyumbang untuk berbuka puasa di masjid.
Selesai sholat, Kami warga Indonesia yang bertemu di sana menyempatkan diri untuk mengabadikan momen ied dengan beberapa foto. Setelah itu kami kembali ke rumah masing-masing dan berjanji bertemu siang harinya di rumah salah seorang warga Indonesia untuk mengadakan acara halal bil-halal muslim Indonesia di Newcastle.
Foto bersama di pintu masuk Hall tempat dilaksanakannya shalat Ied (Doc. Ritzal405)
Profil Penulis
Nama : dr. Fitria Heny
Aktifitas : Pemerhati masalah social ke-Islaman yang pernah berdinas di beberapa rumah sakit di Sumatera Barat. Sekarang berdomisili di Newcastle upon Tyne dalam rangka mendampingi suami tugas belajar ke United Kingdom dan menjadi pembimbing pengajian anak-anak Indonesia di Newcastle.