Ustadz Ahmad Sarwat, Lc dalam rangkaian perjalanan dakwah di Jepang, berkesempatan mengunjungi salah satu wilayah yang ada di Hiroshima, berikut tulisannya:
Sejak masih duduk di bangku SD, kita semua pasti sudah mengenal nama Hiroshima. Inilah kota yang pernah dijatuhkan bom atom oleh pemeritnah Amerika Serikat di zaman perang dunia kedua.
Korban meninggal tidak kurang dari 140 ribu jiwa. Dalam versi musium di Hiroshima, malah disebutkan angka kematiannya sampai 200 ribu jiwa. Seua itu belum termasuk yang luka atau menderita akibat terkena radiasi radio aktif.
Jam menunjukkan tepat pukul pukul 08.15, tanggal 6 Agustus 1945. Letkol Paul Warfield Tibbets Jr (30) duduk di kursi pilot pesawat pengebom B-29. Terbang melintasi sebuah kota insutri yang cukup sibuk berhias dengan cerobong asap.
Lalu dalam sekejap…
Bom bom atom atau yang juga disebut dengan ‘the little boy’ muntah dari perut pesawat yang dikemudikannya, tepat di atas kota Hiroshima. Sebuah kota berjarak 43 mil arah barat daya Tokyo. Dan cendawan raksasa kematian pun terbentuk.
Sontak penduduk kota itu tidak bisa menyelamatkan diri. Mimpi buruk yang selama ini hanya menjadi isu, ternyata menjadi kenyataan. Lawan mereka, Amerika, telah berhasil membuat bom yang mematikan secara massal. Benar-benar di luar dugaan, dalam waktu sekejap, 140 ribu nyawa meninggal begitu saja, sia-sia.
Sekalipun keputusan mengebom atom Hiroshima dan Nagasaki (9 Agustus 1945) ada di tangan Gedung Putih, Tibbets sang pilot juga ikut menentukan. Posisi dirinya saat itu ternyata bukan hanya pilot.
Namun dirinya ternyata ikut juga dalam proses meredesain dan mencoba pengebom B-29 Enola Gay. Nama Enola Gay ternyata dari nama ibu sang pilot.
Enola Gay inilah yang membawa bom seberat 9.000 pon itu. Tibbets ternyata juga ikut melatih tim yang akan membawa dan menjatuhkan benda pencabut nyawa manusia secara massal itu.
Namun ketika ditanya bagaimana bisa dia melakukan pembunuhan massal seperti itu, Tibbet hanya menjawab pelan, "Saya menghentikan pembunuhan yang lebih besar, "kilahnya.
Dahsyatnya Bom Atom
Kalau diteliti secara lengkap, ternyata pemerintas Amerika Serikat pasca penghancuran dan pembunuhan massal dua kota di Jepang itu tida pernah tercatat secara resmi minta maaf kepada pemerintah atau pun rakyat Jepang
Tibbets menggambarkan begitu mengerikan dan dahsyatnya bom atom.
"Hiroshima begitu jelas dengan cahaya Matahari, sebelum berubah menjadi api dan asap. Semuanya berubah diselimuti asap dan api, " ujar Tibbets.
Tibbets hanya sedikit melihat kerusakan Hiroshima. Namun, dia berada di Nagasaki beberapa pekan setelah bom dijatuhkan. Dia sempat membeli makanan. Juga melihat beberapa penduduk Nagasaki yang menderita.
Sekilas Tibbets
Tibbets lahir 23 Februari 1915 di Quincy, Illinois, Amerika Serikat. Awalnya dia bercita-cita menjadi dokter medik. Pendidikan di fakultas kedokteran tidak selesai. Hanya beberapa tahun di fakultas kedokteran, dan tahun 1937, Tibbets mangkir dan mendaftarkan diri masuk kadet pilot Angkatan Udara.
Tibbets lantas ikut berbgai misi peperangan. Saat perang di Eropa, Tibbets melakukan misi pengeboman atas pasukan Nazi Jerman, baik di Eropa atau pun di Aljazair.
Setelah itu Tibbets kembali ke kampung halamannya, Amerika Serikat pada bulan Maret 1943. Saat itu dia mencoba B-29. Pada September 1944, dia diberi tahu soal Proyek Manhattan, proyek bom atom AS.
Selanjutnya, Tibbets terlibat dalam tim yang akan menjatuhkan bom tadi di Jepang. Pada 5 Agustus 1945, Presiden AS Harry Truman setuju. Enola Gay terbang dari Pulau Tinian di Pasifik. Kecuali dirinya, awak pesawat lain tak tahu akan menjatuhkan bom atom.
Tibbets pun menjalankan tugasnya. Dan dua kota di Jepang itu pun rata dengan tanah.Dan ratusan ribu nyawa melayang, plus luka-luka dan kerusakan parah infra struktur kota. Dan yang lebih menyakitkan adalah radiasi dari bahan radio aktif, sebgai efek dari bm atom.
Yang menarik, bahkan sampai akhir hayatnya, Tibbets tak pernah menyesal atas perbuatannya. Jangan-jangan mungkin dia merasa perbuatannya itu mulia.Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.
Bom Hiroshima Bagi Bangsa Indonesia
Dengan jatuhnya kedua bom atom di Hiroshima dan juga Nagasaki, maka menyerahlah Jepang kepada sekutu (baca: Amerika Serikat). Saat itu tentara Jepang memang sedang menjajah negeri kita.
Diperkirakan apabila kekejaman tentara Jepang sedikit lebih lama lagi, kemungkinan bangsa Melayu yang tinggal tulang dibalut kulit saat itu akan mengalami kematian massal dan kelaparan.
Jadi untunglah kalu ternyata penjajahan Jepang hanya berlangsung 3, 5 tahun.
Sebelas hari setelah bom atom melumat Hiroshima dan delapan hari setelah bom atom menghancurkan Nagasaki, rakyat Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Setelah sebelumnya para pemuda menculik Bung Karno ke Rengas Dengklok, untuk memintanya memproklamirkan negara Indonesia.
Secara tidak langsung, jatuhnya bom atom di Jepang memberikan kesempatan bagi lahirnya negara Indonesia. Meski tidak bisa dikatakan sebagai penyebab utama. Setidaknya, bom atom itu menjadi hikmah tersendiri buat bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia pada akhirnya bisa lepas dari belenggu kekejaman tentara jepang yang telah merampas hampir seluruh harta benda yang dimiliki penduduk.
Bom Hiroshima Saksi Kebrutalan Amerika
Kalau sampai hari ini kita melihat bagaimana brutalnya pemerintah Amerika terhadap semua negara di dunia, maka sejak enam puluhan tahun yang lalu memang sudah terjadi.
Bom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki adalah bukti tak terbantahkan atas kebrutalan ‘sang polisi dunia’ itu. Gambar para korban yang hari ini masih bisa kita saksikan, tak juga membuat hati para penerus pemerintahan negeri Adidaya itu menyesal atau minta maaf.
Bahkan jumlah kepala nuklir milik mereka tetap masih banyak, jauh melebihi semua kepala nuklir yang dimiliki oleh negara lain, kecuali Israel. Negara lain tetap haram hukumnya punya senjata nuklir, sementara hanya Amerika dan sekutunya saja yang boleh punya senjata itu.
Bagaimana dengan Negara Muslim?
Pakistan dan Iran adalah dua negara yang bisa disebut sebagai negara yang ikut mengayakan uranium. Namun belum apa-apa, keduanya sudah diancam dan ditakut-takuti. Masih ditambah dengan fenomena Syiah di Iran dan rezim penguasa Pakistan yang sangat tidak independen.
Jadi walaupun secara teknologi, tenaga nuklir ini bisa digunakan untuk perdamaian, misalnya untuk pembangkit tenaga listrik, namun pemerintah Amerika tidak pernah mau memberi izin kepada negara Islam yang lainnya untuk menggunakan teknologi ini.
Padahal negara-negara Islam bukan tidak punya ahli. Bahkan di Jepang, kami bertemu dengan banyak mahasiswa Indonesia yang mendalami ilmu nuklir ini. Dan di Indonesia, doktor ahli nuklir juga tidak sedikit.
Akan tetapi semua menjadi sia-sia, ketika kebijakan pemerintah Indonesia sendiri malah melarang dibuatnya reaktor nuklir untuk kepentingan damai. Apalagi untuk senjata.
Yang jadi pertanyaan, kenapa pemerintah Indonesia bersikap ‘kampungan’ seperti itu?
Jawabnya karena kebanyakan mereka bermental ‘inlander’. Meski tidak semua, namun mayoritas harus diakui memang bermental penjilat dan menghamba kepada negara adidaya. Dalam format otak mereka, tanpa kemurahan hati para penjahat dunia itu, kita tidak bisa hidup merdeka.
Maka selamanya negara kita ini tetap di bawah injakan kaki para negara kolonialis itu. Dan yang terinjak ternyata bukan hanya badan kita, tapi jiwa dan harga diri kita sebagai sebuah bangsa, memang sudah diinjak-injak. Sayangnya, banyak diatara kita yang malah bangga ketika harga dirinya diinjak-injak. Apakah penguasa dengan mental terinjak ini masih layak dipilih, hanya Allah SWT yang menentukan (bersambung)