Ruang berukuran 10 X 11 meter persegi itu udaranya sejuk. Ratusan tamu yang datang memenuhi seluruh kursi yang tersedia. Bahkan panitia harus bolak-balik mengambil kursi cadangan karena banyak tamu yang menyusul datang.
Akhir pekan kemarin, tepat pukul 09.25 Wib acara tasyakur 5 Tahun Institute for Study the Study of Islamic Thougth and Civilization (INSISTS) dimulai. Acara syukuran ini digelar sebagai wujud meneguhkan usaha meretas “Dari Tradisi Ilmu Menuju Perdaban Islam.”
Sambutan dan antusias masyarakat atas hadirnya INSIST tidak saja didukung Majelis Ulama Indonesia (MUI), tapi juga beberapa perguruan tinggi swasta dan negeri, kalangan profesional, mahasiswa, majelis taklim, dan lainya.
Kehadiran lembaga ini seolah menjadi oase keilmuan Islam yang selama ini telah didekontruksi, dirusdak dan didesain dengan pola pikir Barat (westernized) oleh beberapa kalangan sarjana Muslim sendiri. Di antara mereka ada yang lulusan perguruan tinggi Timur Tengah, tapi kebanyakan adalah para jebolan perguruan tinggi Barat (AS, Eropa dan Australia).
INSIST yang lahir dari diskusi-diskusi pemikir-pemikir muda Islam Indonesia di Malaysia, sejak 2003 sampai saat ini telah memberikan pencerahan keilmuan di pelbagai tempat. Di antara mereka ada yang mengajar di Program Pascasarjana Kajian Timur Tengah Universitas Indonesia, Pascasarjana, dan Universitas Muhammadiyah Solo, Pascasarjana Ibnu Khaldun Bogor. “Beberapa perguruan tinggi di Bandung juga sudah siap kerjama dan membuka program yang serupa, ” ujar peneliti INSIST Adian Husaini, MA.
Menurutnya, kajian keIslaman di perguruan tinggi tidak bisa dimonopoli oleh kampus-kampus berlabel Islam seperti Universitas Islam Negeri (UIN) atau IAIN/STAIN. Alasannya, toch kampus-kampus itu menyajikan Islam khas Barat. ”Inilah perlunya terbosan baru. Tak hanya mereka saja yang mampu mengkaji secara ilmiah dan akademis. Perguruan tingg yang tak berlabel Islam juga menyelenggarakan hal yang serupa, bahkan lebih prestesius, mandiri dan independen dari kepentingan asing.
Selama kurun lima tahun, terang Adian, kandidat doktor bidang Peradaban Islam Internastional Islamic University (IIU), Malaysia, INSIST telah berkali-kali diundang oleh perguruan tinggi di Nusantara, ormas-ormas Islam, majelis taklim, dan kalangan aktivis dakwah untuk memberikan training pemikiran dan peradaban Islam sebagaimana yang pernah dibangun para sahabat, tabi’in, Imam Syafi’i, ImamAhmad ibn Hambal, Ibnu Taimiyah, Ibn Sina, al-Khawarizmi, al-Jabar, al-Razi, al-Ghazali, Ibn Khaldun, al-Suyuthi, dan lain-lainnya.
Tidak hanya itu. Lembaga ini juga diundang mahasiswa-mahasiswa yang sedang studi di Mesir, Arad Saudi, dan Malaysia. Bahkan Mei tahun ini mereka akan diundang sebuah Non-Goverment Organization (NGO) di Inggris untuk sebuah pelatihan dan seminar pemikiran Islam. ”Ya, kami serius. Nanti bisa kerjasama dengan ICMI di sana, ” ujar Teteh Syahidah, aktivis sosial yang sudah puluhan tahun bermukim di Inggris.
Selain menggelar seminar dan workshop, para peneliti INSIST juga aktiv menulis di majalah-majalah, koran, dan menerbitkan jurnal ISLAMIA.
Dalam pandangan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Kholil Ridwan, kehadiran INSIST telah memberikan pencerahan bagi umat. Kyai Kholil, demikian pengasuh pesantren Husnayain disapa, mengaku prihatin atas munculnya pola pikir sejumlah sarjana-sarjana yang menolak syari’ah Islam ditegakkan.”Padahal mereka jebolan fakultas Syari’ah UIN (IAIN/STAIN), ” tuturnya.
Karena itu, ia betul-betul berharap kehadiran INSIST akan melahirkan ulama-ulama yang ikhlas dan berjuang untuk umat. Bukannya untuk kekuasaan semata. Bukan pula lahir ilmuan, karena mereka tidak punya komitmen terhadap kebenaran dan dakwah Islam.
Acara syukuran ini sedianya juga dihadiri Menteri Agama (Menag) M. Maftuh Basyuni dan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Adyiaksa Dault. Tapi, lantaran keduanya ada kegiatan kenegaraan bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan acara safari dakwah, maka mereka berhalangan hadir. ”Selamat INSIST untuk menuju kejayaan Islam.” (dina)