Diakui Anton memang tidak semua negara memiliki kemudahan akses, ia merasakan di beberapa negara seperti di Eropa ia kesulitan karena sistem birokrasi.
Namun, ia selalu berusaha berterus terang dengan pihak birokrasi tentang kondisinya, ia pun tetap mengurus surat-surat penting seperti visa dan paspor.
Untuk masalah transportasi, mereka menumpang dari satu truk ke truk lain atau menyetop mobil-mobil pengangkut sayur.
“Saya tidak mungkin menyetop motor, karena bawaan saya banyak, tas saya besar. Saya selalu coba tumpangi mobil atau truk, bahkan saya pernah menumpang truk sayur. Karena saya sulit berbicara bahasa Indonesia, saya hanya menunjukkan peta pada sopir dan bilang terus..terus..belok..terus..stop begitu, pakai bahasa isyarat,” ceritanya sambil tertawa.
Sekarang ini, Anton tertarik pada sejarah Islam terutama kisah-kisah Walisongo. Hal itulah yang mendasari mereka menginjakkan kaki ke Indonesia.
Tidak ada target khusus perjalanan yang ia lakukan. Ia hanya ingin menambah pengalaman di sisa hidupnya.
“Jika anda ingin tahu tentang dunia, kunjungilah bukan lewat televisi. Televisi hanya menampilkan yang bagus-bagus saja, tapi ketahuilah dunia begitu besar dan beragam. Jangan tunda hingga usia kalian menua karena waktu tak akan kembali,” katanya memberikan pesan.
“Perjalanan ini bukan untuk mendapatkan rekor dunia, tapi murni untuk menikmati hidup, everything is possible.” ujar Anton yang lebih fasih berbahasa Inggris. Sejak berada di Indonesia, Anton lebih suka mengenakan pakaian batik dan sarung.
“Saya suka batik, dan sarung karena di Indonesia iklimnya panas, saya juga terkesan dengan Indonesia. Semua orangnya baik dan ramah, belum pernah saya menemui orang Indonesia yang bersikap buruk terhadap kami berdua, mereka senang membantu.”
Hingga saat ini Anton tidak tahu kapan perjalanan ini akan berakhir, ia telah mendedikasikan hidupnya untuk menjadi seorang traveler sejati yang ia sebut Freedom Traveler. Bagaimana apakah Anda akan mencoba triknya?