Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Sehubungan dengan berbagai upaya penggiringan opini secara massif, serta mobilisasi sikap yang terlalu tergesa-gesa dan memiliki tendensi negatif terhadap apa yang menamakan dirinya ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) atau yang sejak 1 Ramadhan 1435 H mendeklarasikan diri sebagai Khilafah atau Daulah Islamiyyah (Islamic State) maka kami menengarai:
Pertama, adanya upaya pihak-pihak tertentu mem-blow up masalah ISIS sebagai suatu peristiwa besar dan gempar untuk menutupi suatu perkara atau beberapa perkara agar tidak menjadi perhatian masyarakat.
Sebab kita tahu, saat ini ada peristiwa besar yakni pembantaian kaum muslimin di Palestina oleh tentara Agresor Penjajah Israel sejak awal Ramadhan kemarin, yang telah menewaskan 1886 warga muslim Palestina sebagai syuhada. Pembantaian yang dilakukan Israel tersebut telah menimbulkan reaksi hebat kaum muslimin di mana-mana. Solidaritas kaum muslimin untuk memberikan bantuan kepada umat Islam Palestina dalam segala bentuk, sangat terlihat di Indonesia dan Negara-negara lain. Bahkan, seorang menteri muslim Inggris mundur sebagai bentuk protes terhadap pembantaian tersebut. Sementara itu, di dalam negeri ada masalah Pilpres yang berlanjut ke MK, yang dengan segala bumbunya bisa menjadi bom waktu yang kapan saja bisa meledak. Belum lagi masalah-masalah lain seperti korupsi Century, Hambalang, Bus Transjakarta dan lain-lain yang belum tuntas, maupun berbagai peristiwa yang menyangkut penodaan terhadap agama Islam.
Kedua, adanya pihak-pihak tertentu yang membawa misi luar negeri, untuk menjadikan ISIS sebagai musuh bersama dunia.
Kita tahu bahwa ISIS ini semula adalah Al Qaeda, yang merupakan para mujahidin yang pernah direkrut dan dilatih oleh AS dalam menghadapi perang melawan Uni Soviet di Afghanistan. Namun, setelah kezaliman AS dalam penyerbuan Afghanistan dan Irak, para mujahidin ini melakukan perlawanan kepada AS. Senjata makan tuan. AS sudah kewalahan di Afghanistan, karena rezim bonekanya, Hamid Karzai tidak efektif. AS juga sudah kewalahan menghadapi gempuran para mujahidin di Irak. AS memberikan solusi Irak dibagi tiga, Syiah, Kurdi, dan Sunni. Namun, sampai hari ini rezim Nuri Al Maliki yang merupakan rezim Syiah dan boleka AS tak mampu mengendalikan situasi di Irak. Jatuhnya Mosul ke tangan ISIS sangat mengkhawatirkan AS. Bahkan, Obama mengancam akan menyerbu ISIS bila telah sampai ke Irbyl di Irak Utara. Untuk meringankan beban AS, mereka menggiring opini dunia untuk memusuhi ISIS. Apalagi ISIS telah mengumumkan dirinya sebagai Khilafah atau Daulah Islamiyyah (Islamic State), secara umum yang menimbulkan sejumlah reaksi ketidaksetujuan dari berbagai faksi mujahidin, kalangan harakah dan ulama di Timur Tengah. Opini pesanan AS itu terwujud, yaitu menjadikan ISIS sebagai ancaman keamanan nasional. Itulah, mengapa opini ISIS tiba-tiba begitu besar dan gempar bak terjadi tsunami atau gempa besar di tanah air. Padahal raktyat Indonesia belum tahu apa sejatinya ISIS itu, dan tidak pernah bersentuhan dengan mereka, bahkan adanya dukungan dari Indonesia juga baru dari segelintir orang yang punya ghirah jihad.
Ketiga, adanya pihak-pihak tertentu yang ingin mendiskreditkan Islam, gerakan Islam, dan lambang-lambang Islam, dengan bersembunyi di balik serbuan opini dan euforia menolak ISIS. \
Kita tahu bahwa di awal Ramadhan, koran berbahasa Inggris yang terbit di Jakarta yakni The Jakarta Post telah memuat karikatur bendera “Lailahaillallah Muhammadurrasulullah”, dengan diberi gambar tengkorak seperti bendera bajak laut. Ini menimbulkan reaksi keras dari para tokoh umat Islam, karena merupakan penghinaan kepada Allah dan rasul-Nya. Pimpinan Jakarta Post sudah datang minta maaf, dan menyatakan bahwa pemuatan karikatur yang merupakan copyan dari koran terbitan Thailand itu, adalah kebodohan dan keteledoran mereka. Namun, permintaan itu tidak cukup, tapi harus ditindaklanjuti dengan pelaporan ke polisi, sebab telah melanggar UU tentang penodaan Agama, KUHP Pasal 156A. Korps Muballigh Jakarta (KMJ) dan FUI bersama TPM telah datang ke Mabes Polri untuk melaporkan pelanggaran terhadap pasal penodaan itu. Dalam pernyataan FUI, disebutkan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh The Jakarta Post jauh lebih berat, daripada pelanggaran yang dilakukan Arswendo Atmowiloto dengan tabloid Monitor-nya, yang pernah menempatkan ranking Nabi Muhammad di bawah Presiden Soeharto bahkan di bawah dirinya. Tabloid Monitor waktu itu langsung ditutup, dan Arswendo dijebloskan ke penjara. Setahun sebelumnya, penerbit Gramedia pernah menerbitkan buku Lima Kota yang isinya menyebut Nabi Muhammad Saw sebagai perompak. Buku itu kemudian ditarik, Namun laporan polisinya tidak jelas tidak lanjutnya. Maka, ketika berkembang opini yang menyudutkan ISIS sedemikian massifnya, kita wajib khawatir adanya pihak-pihak yang mau cuci tangan dari kesalahannya dan bahkan melegalisir penodaannya kepada Islam di balik opini negatif kepada ISIS.
Oleh karena itu, sebagai Sekjen FUI kami menyatakan dan menyerukan:
Pertama, hendaknya pemerintah, ulama, dan masyarakat Indonesia, khususnya kaum muslimin dan pimpinan ormas Islam yang tergabung dalam FUI bersikap adil, rasional dan proporsional terhadap ISIS. Tidak terpengaruh dan terprovokasi oleh pihak-pihak yang punya kepentingan-kepentingan tertentu untuk mendiskreditkan ISIS.
Kedua, marilah kita duduk bersama dengan tenang membicarakan dan memandang ISIS sebagai fenomena biasa saja yang ada di dunia. Yakni, kita pandang ISIS sebagai kelompok mujahidin yang berjuang membela tanah airnya dari serbuan penjajah AS, yang telah menjajah Irak dengan illegal dan dengan tuduhan palsu bahwa rezim Saddam Husein menyimpan senjata pemusnah massal (WMD). Padahal ternyata menurut laporan badan atom internasional (IAEA) hal itu tidak ada. Belakangan, Presiden AS George W Bush mengakui bahwa laporan CIA tentang WMD salah. Namun, Bush tidak meminta maaf dan tidak memberikan ganti rugi kepada kaum muslimin di Irak, yang telah tewas sekitar 1 juta orang dan berbagai kerusakan gedung dan harta benda di seluruh kota di Irak. Jadi, yang layak dibilang teroris siapa? Oleh karena itu, bila kita hari ini melihat para mujahidin ISIS, marilah kita lihat bapak-bapak dan kakek-kakek kita yang pada awal kemerdekaan membentuk mujahidin Hizbullah dan Sabilillah di Indonesia untuk melawan penjajah, baik Belanda, Jepang, maupun tentara Sekutu. Kalau dilihat dari kaca mata penjajah, para lascar Hizbullah dan Sabilillah itu adalah para ekstrimis dan teroris. Jika demikian kita memandang, maka tidak perlu ada rasa takut terhadap fenomena ISIS.
Ketiga, pengumuman Khilafah Islamiyyah (Islamic State) oleh para mujahidin ISIS dengan mengangkat Abu Bakar Al Baghdady sebagai Khalifah di daerah-daerah yang mereka kuasai di Irak dan Syria, adalah fenomena politik di suatu wilayah yang tak perlu meresahkan umat Islam di Indonesia. Kita lihat dan kita tunggu saja perkembangannya. Kalau semakin stabil dan menimbulkan dukungan serta kerelaan semua fihak di kedua wilayah Islam tersebut pasti kekhilafahan Al Baghady akan berlanjut dan akan menjadi Negara yang independen dan berdaulat. Jika kita di Indonesia ingin mengetahui kebaikan atau keburukannya, nanti bisa ditugaskan anggota DPR untuk melakukan studi banding ke sana. Jika memang ada kebaikannya, bisa dijadikan model pembangunan di Indonesia. Bersikap tanpa melakukan kajian yang teliti, tentu tidak adil dan tidak ilmiah.
Keempat, menjadikan ISIS sebagai ancaman bagi keamanan nasional adalah tidak proporsional. Sebab, lokasi ISIS jauh dari Indonesia, mujahidin ISIS sedang berjihad membela harta benda, kehormatan, dan tanah air mereka dari penjajahan AS di Irak sana. Dan ISIS bukan negara besar seperti AS dan lain-lain yang bisa melakukan invasi dan intervensi ke Indonesia. Adanya pernyataan bahwa ISIS telah menyiapkan 2 juta mujahid di Indonesia adalah pernyataan yang tidak jelas data dan faktanya. Justru yang harus diwaspadai sebagai ancaman keamanan nasional, adalah pernyataan seorang jenderal dari salah satu kubu pilpres melaui sms kepada salah seorang jenderal kubu lawannya, bahwa kalau MK memenangkan Prabowo kita akan perang.
Kelima, adapun adanya dukungan kepada ISIS dari sejumlah aktivis di Indonesia, adalah hal biasa sebagai rasa kagum atas kehebatan mujahidin ISIS yang memiliki keberhasilan-keberhasilan jihad di Irak dan Syria. Sama dengan dukungan para penggemar bola kepada klub-klub dunia sehingga mereka memakai kaos bergambar klub-klub dunia seperti Manchester United, Real Madrid, Barcelona, dll. Selama mereka tidak mengganggu ketertiban umum, maka mereka adalah warga Negara yang punya hak untuk mendemostrasikan sikap dan dukungan mereka, dan ini dijamin undang-undang.
Keenam, sikap memusuhi ISIS secara berlebihan, seperti menodai atau membakar bendera ISIS yang mencantumkan lafazh Lailahaillallah Muhammadurrasulullah tidak boleh dilakukan oleh siapapun di Indonesia, sebab itu termasuk menodai apa yang disucikan dalam Islam. Dan lafazh Allah dalam lafazh Lailahaillallah adalah Allah Yang Maha Kuasa, Tuhan Yang Maha Esa, ada di dalam pembukaan UUD 1945, sehingga jika ada siapapun yang menodainya berarti telah melakukan tindakan penghinaan kepada konstitusi NKRI dan itu berarti pelanggaran berat yang tidak bisa dibiarkan. Oleh karena itu, Mabes Polri harus serius mengusut pemuatan karikatur menghina lafazh Laailahaillallah oleh The Jakarta Post sebagai tindak kriminal dan kasus-kasus lainnya.
Ketujuh, hendaknya para ulama dan pimpinan ormas Islam merapatkan barisan dan meningkatkan ukhuwah Islamiyyah dalam kehidupan nyata, dalam menjaga dan meninggikan Islam, menjaga dan menguatkan umat Islam, serta membentengi umat Islam dari segala rongrongan dan serangan terhadap aqidah dan kehormatan Islam.
Semoga Allah Swt memelihara dan memberikan taufiq dan hidayah seluruh ulama, pemerintah, dan rakyat Indonesia sehingga menjadi bangsa dan Negara yang bertakwa kepada Allah Swt, sehingga dibuka pintu-pintu keberkahan dari langit dan bumi (QS. Al A’raf 96). Semoga Allah Swt melindungi umat Islam dari segala bentuk serangan dan makar dari musuh-musuhnya.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Jakarta, 13 Syawal 1435 H/9 Agustus 2014
Sekjen Forum Umat Islam (FUI)
KH. Muhammad Al Khaththath