Sejarah Kota Jeddah dan Masjid Terapung

Ahmad Al-Santanawy dalam kitab Dairah Al-Ma’arif Al-lslamiyah menyebutkan,  sejak 648 M kota ini menjadi kota pelabuhan bagi Makkah dan sekitarnya, yaitu sejak diresmikan oleh Utsman bin Affan (Khalifah Rasyidah ketiga) pada masa pemerintahannya.

Dan, sejak itu pula kota ini semakin maju dan memberikan kontribusi sangat besar bagi setiap golongan yang menguasainya, terutama bagi perkembangan perekonomian bangsa Arab dan umat Islam. Sekitar abad ke-15, seiring dengan Vasco da Gama menemukan Tanjung Pengharapan, Jeddah menjadi salah satu pelabuhan yang diincar armada Portugis untuk dijadikan daerah koloni dan pusat kekuatan.

Jeddah pada waktu itu berada di bawah kekuasaan Dinasti Mamluk dari Mesir dan sebagai gubernurnya adalah Husein Al-Kurdi. Husein adalah sosok yang gigih menentang penjajahan Portugis. Pada 1517 Jeddah jatuh ke tangan Turki dan setelah Turki menyerah kepada Inggris (1910-1925) kota ini merupakan bagian dari kerajaan Hijaz.

Selanjutnya, Jeddah berada di bawah kekuasaan Abdul Aziz Ibnu Saud dan dimasukkan dalam wilayah kekuasaan kerajaan Arab Saudi.

Renovasi dan modernisasi Kota Jeddah sebenarnya dimulai setelah Perang Dunia II. Pembangunan gedung-gedung dan jalan-jalan dilakukan secara bertahap dan berjalan dengan cepat karena disokong dana yang besar. Dana tersebut diperoleh dari hasil kekayaan alam yang dimiliki Kerajaan Arab Saudi.

Di kota Jeddah, ada sebuah masjid yang menjadi tempat favorit dikunjungi jamaah, yakni Masjid Terapung. Meskipun, dalam sejarah perkembangan Islam masjid ini tidak memberikan arti sejarah apa pun. Tapi, karena lokasinya yang berada di pinggir pantai menyebabkan masjid terlihat seperti terapung di atas permukaan air laut, sehingga menjadi objek yang menarik untuk disinggahi.