Para dokter dan staf paramedis dari Indonesia telah merawat lebih dari 2.000 orang di Turki yang dilanda gempa bumi, seorang pejabat dari negara tersebut mengatakan pada Senin (27/2/2023), seperti dilaporkan Anadolu.
Corona Rintawan, wakil kepala rumah sakit lapangan Indonesia, mengatakan dalam sebuah pernyataan tertulis bahwa sekitar 70% dari pasien yang dirawat oleh tim medis darurat Indonesia, mengeluhkan “masalah pernafasan.”
Masalah kesehatan tersebut, katanya, dapat disebabkan oleh cuaca, kondisi tempat tinggal, dan debu karena proses pembongkaran puing-puing yang masih berlangsung.
Indonesia mendirikan rumah sakit lapangan pada 15 Februari di distrik Hassa, Hatay, salah satu dari 11 provinsi yang dilanda gempa bumi besar pada 6 Februari, yang menyebabkan kerusakan yang meluas.
Kedutaan Besar Indonesia di ibu kota Turki, Ankara, mengatakan bahwa rumah sakit tersebut melayani sekitar 200 pasien per hari, 50 pasien di atas kapasitasnya yang hanya 150 pasien per hari.
Lalu Muhamad Iqbal, diplomat tertinggi Indonesia di Turki, mengatakan bahwa sementara tim medis dari Indonesia secara resmi mengakhiri misi darurat mereka pada Senin, “semua (materi) rumah sakit lapangan akan disumbangkan ke Kementerian Kesehatan Turki yang akan melanjutkan operasi dengan para petugas dan dokter Turki sendiri selama tiga bulan ke depan.”
Tim medis Indonesia memiliki data pasien, selain 29 tenda layanan dan tenda pendukung serta peralatan medis yang diperlukan, yang akan diserahkan kepada otoritas kesehatan Turki.
Sedikitnya 44.374 orang telah tewas akibat gempa bumi beruntun berkekuatan 7,8 SR dan 7,7 SR.
Dengan pusat gempa di provinsi Kahramanmaras, gempa yang kuat melanda 10 provinsi lainnya – Hatay, Gaziantep, Malatya, Adiyaman, Adana, Diyarbakir, Kilis, Osmaniye, Sanliurfa, dan Elazig. Sekitar 13,5 juta orang terkena dampak dari gempa dahsyat tersebut.
[ARRAHMAH]