“Ini menunjukkan bahwa ada interaksi imunologis antara dua virus yang tidak dapat diduga oleh siapa pun, karena kedua virus tersebut berasal dari keluarga yang sama sekali berbeda,” kata Nicolelis.
Studi ini juga menyoroti korelasi yang signifikan antara kaus penularan, kematian, dan tingkat pertumbuhan COVID-19 yang lebih rendah pada populasi di Brasil di mana tingkat antibodi terhadap demam berdarah lebih tinggi.
Brasil sendiri menjadi negara dengan tingkat infeksi COVID-19 paling tinggi ketiga setelah AS dan India. Jumlahnya lebih dari 4,4 juta kasus.
Namun beberapa negara bagian seperti Paraná, Santa Catarina, Rio Grande do Sul, Mato Grosso do Sul, dan Minas Gerais, yang kasus demam berdarahnya tinggi pada 2019 dan awal 2020, justru kenaikan angka kasus infeksi COVID-19 tidak terlalu tinggi.
Kondisi tersebut berbeda dibanding negara bagian Amapá, Maranhão, dan Pará yang kasus DBD lebih sedikit, tapi tingkat penularan COVID-19 di sana terbilang tinggi.
Tim peneliti juga menemukan hal serupa di beberapa negara Amerika Latin, serta Asia dan pulau-pulau di Pasifik dan Samudra Hindia.
Studi mereka saat ini sudah terbit di MedRxiv, namun belum berstatus peer review alias diulas oleh ilmuwan sejawat untuk kemudian menjadi jurnal ilmiah.(kmp)