Eramuslim.com – Ribuan warga Idlib turun ke jalan untuk memperingati 12 tahun revolusi Suriah pada Rabu (15/3/2023). Mereka mengibar-ngibarkan bedera revolusi dan memegang spanduk bertuliskan: “Rakyat menuntut jatuhnya rezim” dan “Kebebasan dan martabat untuk semua warga Suriah”.
Idlib merupakan benteng terkahir kelompok perlawanan Suriah yang berada di luar kendali pasukan Presiden Bashar al-Assad yang didukung Rusia.
“Kami datang untuk memperingati ulang tahun revolusi, ini merupakan memori besar di hati setiap warga Suriah yang ingin merdeka,” kata pengunjuk rasa Abu Shahid (27), kepada AFP (15/3).
“Kami bangga pada hari kami berhasil mendobrak penghalang ketakutan dan berdemonstrasi melawan rezim kriminal.”
Peringatan juga terjadi pada hari yang sama di Tabqa, daerah yang dikuasai milisi Kurdi, lapor seorang fotografer AFP.
Setelah 12 tahun revolusi terjadi, kondisi jutaan warga Suriah tetap memprihatinkan. Badan-badan PBB mengatakan mereka membutuhkan lebih banyak dukungan keuangan.
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan Rabu bahwa “15,3 juta orang di seluruh negeri” diperkirakan “membutuhkan bantuan kemanusiaan tahun ini”, jumlah tertinggi sejak awal konflik.
Tapi bantuan “tidak cukup atau berkelanjutan”, ia memperingatkan dalam sebuah pernyataan, menyerukan “solusi yang tahan lama dan komprehensif untuk mengakhiri konflik di Suriah.”
Badan anak-anak PBB UNICEF mengatakan konflik dan gempa bumi telah “meninggalkan jutaan anak di Suriah dalam risiko kekurangan gizi yang tinggi”.
UNICEF mengatakan membutuhkan $172,7 juta untuk memberikan “bantuan penyelamatan segera” bagi 5,4 juta orang yang terkena dampak gempa, termasuk 2,6 juta anak-anak.
Program Pangan Dunia juga memperingatkan bahwa kesenjangan pendanaan berisiko memaksa badan PBB untuk menghentikan bantuan kepada jutaan warga Suriah.
Tanpa pembiayaan tambahan, “kami harus memangkas 3,8 juta orang dari delapan juta orang (penerima bantuan) pada Juli,” kata direktur regional Corinne Fleischer dalam pengarahan di Dubai.
Dia mengatakan kebutuhan makanan berada pada titik tertinggi sejak dimulainya perang Suriah.
“Enam juta orang masuk dalam daftar kami sebagai rawan pangan sekitar tiga tahun lalu dan sekarang menjadi 12,9 juta orang,” kata Fleischer.
[sumber: arrahmah]