Berpotensi KDRT
Kasus pernikahan dini menjadi perhatian serius oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jawa Tengah.
Apalagi, kasus pernikahan dini di Jateng dalam periode 2019-2022 terjadi peningkatan cukup signifikan.
Pada tahun 2019 misalnya, angka pernikahan dini mencapai 2.049. Lalu, melonjak drastis ketika masa pandemi tahun 2020 hingga mencapai 12.972 kasus.
Jumlah itu, terus meningkat pada tahun 2021 yang mencapai 13.595 kasus. Sementara, angka pernikahan dini pada semester pertama tahun 2022 di Jateng mencapai 5.085 kasus.
Kepala DP3AKB Jateng, Retno Sudewi mengatakan pernikahan anak terjadi di hampir seluruh wilayah di Jateng. Mulai dari Jepara, Pati, Blora, Grobogan, Cilacap, Brebes, Banjarnegara, Purbalingga dan beberapa kabupaten/kota lain di Jateng.
“Secara keseluruhan pernikahan dini ada di seluruh daerah di Jateng. Hanya saja tergantung besar kecilnya angka kasus yang terjadi,” katanya.
Selain itu, Retno juga menyoroti pemahaman anak tentang kehidupan pra-nikah yang dianggap oleh mereka sebagai langkah mulus untuk membina rumah tangga. Kata dia, pasangan yang melakukan pernikahan dini masih terjebak pada pemikiran bahwa kehidupan pra-nikah akan menjadi lebih baik.
“Mereka beranggapan kalau sudah menikah maka ekonomi jadi lebih baik. Padahal kan belum tentu,” jelasnya. Menurutnya, hal itu justru akan berpotensi menimbulkan perceraian.
75 Ribu Perceraian
Data dari Badan Pusat Statistik Jawa Tengah tahun 2021 menyebut sebanyak 75.509 kasus pasangan melakukan perceraian. Ada banyak faktor yang mempengaruhi diantaranya pertengkaran terus menerus, masalah ekonomi, meninggalkan salah satu pihak, hingga KDRT.
Di sisi lain, panitera muda hukum Pengadilan Tinggi Agama Semarang, Andarukmi Rini Utami mengatakan, selama tahun 2022 terdapat 73.927 kasus perceraian di Jawa Tengah. Rinciannya, cerai talak sebanyak 17.900 dan cerai gugat sebanyak 56.027.
Cilacap menduduki peringkat pertama dengan 1.424 cerai talak dan 3.835 cerai gugat. Lalu, di peringkat kedua ada Brebes dengan 1.068 cerai talak dan 3.782 cerai gugat.
Disusul Purwodadi dengan 868 cerai talak dan 2.330 cerai gugat. Adapun untuk Semarang mencapai 699 kasus cerai talak dan 2.404 cerai gugat.
“Terbanyak Cilacap dengan 1.424 cerai talak dan 3.835 cerai gugat,” katanya, Selasa (24/1/2023).
Jo Kawin Bocah
Pernikahan dini hingga hari ini masih menjadi permasalahan yang belum terselesaikan. Apalagi ketika nikah dini dibumbui oleh iming-iming keharmonisan kehidupan paska membina rumah tangga.
Gubernur Jawa Tengah sejak 2020 telah menggencarkan gerakan Jo Kawin Bocah sebagai upaya menekan tingginya angka pernikahan dini yang juga berujung pada tingginya kasus perceraian.
DP3AKB Jateng juga turut meresmikan Care Center Jo Kawin Bocah di kantor DP3AP2KB, pada 28 Mei 2021 sebagai tindak lanjut gerakan Jo Kawin Bocah. Gerakan Jo Kawin Bocah, menurut Retno efektif untuk mengurangi kasus pernikahan dini di Jateng.
Dari data yang ia paparkan, angka pernikahan dini pada semester pertama tahun 2022 di Jateng mencapai 5.085 kasus. Dengan rincian, Grobogan 390 kasus, Pemalang 314, Cilacap 291, Banyumas 275 dan Blora 257.
Sementara, jumlah pernikahan dini di Kota Semarang selama semester satu mencapai 123 kasus, Kota Salatiga 11 kasus, Kota Pekalongan 24 kasus, Kota Magelang 27 kasus, Kota Tegal 39 kasus dan Kota Surakarta 41 kasus.
“Untuk data semester kedua belum masuk. Meskipun ini baru semester pertama, kami yakin ini efektif mengurangi angka pernikahan dini,” tegasnya.
Retno berharap, adanya Care Center Jo Kawin Bocah mampu mengurangi angka perkawinan anak di Jawa Tengah.
“Dengan dukungan keterlibatan unsur Pentahelix, yaitu pemerintah, komunitas, media massa, akademisi, dan dunia usaha. Semoga angka pernikahan dini di Jateng terus berkurang,” paparnya.