Demikian juga ketika sahabat dari golongan Muhajirin mendorong sahabat dari golongan Anshar, pada Perang Bani Musthaliq, karena hasutan orang Yahudi. Kondisi ini berbuntut konflik menegangkan yang didasarkan pada fanatisme golongan. Kedua pihak akhirnya memanggil kawannya masing-masing. Ketika nabi mendengar perbedaaan kontradiktif tersebut, beliau segera meredamnya dengan menegaskan bahwa hal itu adalah propaganda buruk jahiliah (HR. Bukhari).
Adapun nasib Yahudi (bukan melihat pada ras, tapi lebih kepada perilaku buruknya), yang suka melanggar janji, mengeksploitasi, memecah belah umat dan berkhianat (meski menguasai modal besar), pada akhirnya terusir dari Madinah. Yang berniat jahat, maka kejahatan itu akan kembali kepada dirinya sendiri.
Non Arab
Dari uraian singkat mengenai kondisi penduduk Madinah, baik sebelum maupun sesudah kedatangan nabi, ada poin penting yang dapat dipelajari.
Suku, golongan, ras, penduduk asli (pribumi) asli atau bukan, ada dan diakui di zaman Nabi. Dalam sejarah umat Islam, penggunaan istilah “pribumi” juga dipakai oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam. Karena itu ada istilah Arab dan ‘Ajam (non Arab), Anshar dan Muhajirin.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Salam pernah bersabda :
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تُقَاتِلُوا خُوزًا وَكَرْمَانَ مِنَ اْلأَعَاجِمِ حُمْرَ الْوُجُوهِ فُطْسَ اْلأُنُوفِ، صِغَارَ اْلأَعْيُنِ كَأَنَّ وُجُوهَهُمُ الْمَجَانُّ الْمُطْرَقَةُ، نِعَالُهُمُ الشَّعَرُ.
“Tidak akan datang hari Kiamat hingga kalian memerangi bangsa Khuzdan bangsa Karman dari kalangan Bangsa ‘‘Ajam (non Arab), bermuka merah, berhidung hidung pesek, bermata sipit, wajah-wajah mereka bagaikan tameng yang dilapisi kulit dan terompah-terompah mereka terbuat dari bulu.” [HR Bukhari]
Nabi sendiri tidak mempermasalahkan, selama tidak menjadi fanatisme buta, tidak menjadi pemecah belah, sebagaimana masyarakat jahiliah yang dapat mengoyak persatuan.